Showing posts with label Bugil. Show all posts
Showing posts with label Bugil. Show all posts

Monday, January 7, 2013

Kencan dengan Abg Toket Gede

Cerita Dewasa Nama gadis bugil ini adalah ratna dia baru kelas 3 SMU namun boddy sama peace sudah seperti orang yang sudah dewasa banget! wajahnya ngegemesin banget! mengingat ni cewek jadi ngaceng lagi ni kontol gw pengengen lagi merasakan nikmatnya ngentot sama gadis bugil 17 tahun asal palembang ini!hihihiiii…… ratna gw kenal pertama kali waktu gw ada urusan kantor gw ke sekolahnya si sexy ini! pada saat jumpa pertama kali gw udah kesemsem ama ni gadis dia beda banget dengan cewek cewek lain disana! mungkin dia primadonanya kali ya disekolah itu! pandangan matanya begitu mengoda dan bentuk body dan wajahnya sangat bagus bagi gw ratna dapat nilai sembilan! excelent banget

dan tak sengaja pas gw pulang dari tu sekolah gw ketemu lagi ni ama ni cewek mesum dan tak samperin aja langsung dan bertanya lagi nunggu jemputan ya? trus si ratna bilang iya tumben ibuknya ga jemput jam segini! trus gw menawarkan jasa ojek kepadanya!wakz ternyata dia mau dan tanpa ngomong apa apa ni cewek langsung naik ke mobil dinas gw! anjriiiittt ni cewek pasrah banget tapi asik target sudah mulai mendekat saatnya untuk mengeluarkan rayuan maut gw!kekekekeke…. trus di mobil gw panjang lebar ngomong dengan dia trus dia curhat lagi ma gw bahwa dia baru saja ditingakan pacarnya!wahhh pas banget moment ini gw langsung aja gw tembak ni cewek caem! ehhh lagi dan lagi dia mau! mujur banget nasib gw hari ini!dan gw janjian aja ma dia untuk keluar besok ama dia Kumpulan cerita sex

Cerita Seru Gairah Nafsu Bu Soni

Cerita Seru. Sebenarnya saya malu untuk menuliskan cerita ini, tetapi karena sudah banyak yang menggunakan media ini untuk menuliskan cerita-cerita tentang seks walaupun saya sendiri tidak yakin apakah itu semuanya fakta atau fiksi belaka. Memang cerita yang saya tulis ini cukup memalukan tetapi di samping itu ada kejadian yang lucu dan memang sama sekali belum pernah saya alami.

Awal mula dari cerita ini adalah ketika saya baru saja tinggal di sebuah daerah perumahan yang relatif baru di daerah pinggiran kota-maaf, nama daerah tersebut tidak saya sebutkan mengingat untuk menjaga nama baik dan harga diri keluarga terutama suami dan kedua anak saya. Saya tinggal di situ baru sekitar 6 bulanan.
Karena daerah perumahan tersebut masih baru maka jumlah keluarga yang menempati rumah di situ masih relatif sedikit tetapi khusus untuk blok daerah rumah saya sudah lumayan banyak dan ramai. Rata-rata keluarga kecil seperti keluarga saya juga yaitu yang sudah masuk generasi Keluarga Berencana, rata-rata hanya mempunyai dua anak tetapi ada juga yang hanya satu anak saja.
Sudah seperti biasanya bila kita menempati daerah perumahan baru, saya dengan sengaja berusaha untuk banyak bergaul dengan para tetangga bahkan juga dengan tetangga-tetangga di blok yang lain. Dari hasil bergaul tersebut timbul kesepakatan di antara ibu-ibu di blok daerah rumahku untuk mengadakan arisan sekali dalam sebulan dan diadakan bergiliran di setiap rumah pesertanya.
Suatu ketika sedang berlangsung acara arisan tersebut di sebuah rumah yang berada di deretan depan rumahku, pemilik rumah tersebut biasa dipanggil Bu Soni (bukan nama sebenarnya) dan sudah lebih dulu satu tahun tinggal di daerah perumahan ini daripada saya. Bu Soni bisa dibilang ramah, banyak ngomongnya dan senang bercanda dan sampai saat tulisan ini aku buat dia baru mempunyai satu anak, perempuan, berusia 8 tahun walaupun usia rumah tangganya sudah 10 tahun sedangkan aku sudah 30 tahun. Aku menikah ketika masih berusia 22 tahun. Suaminya bekerja di sebuah perusahaan swasta dan kehidupannya juga bisa dibilang kecukupan.
Setelah acara arisan selesai saya masih tetap asyik ngobrol dengan Bu Soni karena tertarik dengan keramahan dan banyak omongnya itu sekalipun ibu-ibu yang lain sudah pulang semua. Dia kemudian bertanya tentang keluargaku, “Jeng Mar. Putra-putranya itu sudah umur berapa, sih, kok sudah dewasa-dewasa, ya?” (Jeng Mar adalah nama panggilanku tetapi bukan sebenarnya) tanya Bu Soni kepadaku.
“Kalau yang pertama 18 tahun dan yang paling ragil itu 14 tahun. Cuma yaitu Bu, nakalnya wah, wah, waa.. Aah benar-benar, deh. Saya, tuh, suka capek marahinnya.”
“Lho, ya, namanya juga anak laki-laki. Ya, biasalah, Jeng.”
“Lebih nikmat situ, ya. Anak cuma satu dan perempuan lagi. Nggak bengal.”
“Ah, siapa bilang Jeng Mar. Sama kok. Cuma yaitu, saya dari dulu, ya, cuma satu saja. Sebetulnya saya ingin punya satu lagi, deh. Ya, seperti situ.”
“Lho, mbok ya bilang saja sama suaminya. ee.. siapa tahu ada rejeki, si putri tunggalnya itu bisa punya adik. Situ juga sama suaminya kan masih sama-sama muda.”
“Ya, itulah Jeng. Papanya itu lho, suka susah. Dulu, ya, waktu kami mau mulai berumah tangga sepakat untuk punya dua saja. Ya, itung-itung mengikuti program pemerintah, toh, Jeng. Tapi nggak tahu lah papanya tuh. Kayaknya sekarang malah tambah asik saja sama kerjaannya. Terlalu sering capek.”
“O, itu toh. Ya, mbok diberi tahu saja kalau sewaktu-waktu punya perhatian sama keluarga. ‘Kan yang namanya kerja itu juga butuh istirahat. Mbok dirayu lah gitu.”
“Wah, sudah dari dulu Jeng. Tapi, ya, tetap susah saja, tuh. Sebenernya ini, lho, Jeng Mar. Eh, maaf, ya, Jeng kalo’ saya omongin. Tapi Jeng Mar tentunya juga tau dong masalah suami-istri ‘kan.”
“Ya, memang. Ya, orang-orang yang sudah seperti kita ini masalahnya sudah macem-macem, toh, Bu. Sebenarnya Bu Soni ini ada masalah apa, toh?”
“Ya, begini Jeng, suami saya itu kalo’ bergaul sama saya suka cepet-cepet mau rampung saja, lho. Padahal yang namanya istri seperti kita-kita ini ‘kan juga ingin membutuhkan kenikmatan yang lebih lama, toh, Jeng.”
“O, itu, toh. Mungkin situ kurang lama merayunya. Mungkin suaminya butuh variasi atau model yang agak macem-macem, gitu.”
“Ya, seperti apa ya, Jeng. Dia itu kalo’ lagi mau, yang langsung saja. Saya seringnya nggak dirangsang apa-apa. Kalo’ Jeng Mar, gimana, toh? Eh, maaf lho, Jeng.”
“Kalo’ saya dan suami saya itu saling rayu-merayu dulu. Kalo’ suami saya yang mulai duluan, ya, dia biasanya ngajak bercanda dulu dan akhirnya menjurus yang ke porno-porno gitulah. Sama seperti saya juga kalau misalnya saya yang mau duluan.””Terus apa cuma gitu saja, Jeng.”
“O, ya tidak. Kalo’ saya yang merayu, biasanya punya suami saya itu saya pegang-pegang. Ukurannya besar dan panjang, lho. Terus untuk lebih menggairahkannya, ya, punyanya itu saya enyot dengan mulut saya. Saya isep-isep.”
“ii.. Iih. Jeng Mar, ih. Apa nggak jijik, tuh? Saya saja membayangkannya juga sudah geli. Hii..”
“Ya, dulu waktu pertama kali, ya, jijik juga, sih. Tetapi suami saya itu selalu rajin, kok, membersihkan gituannya, jadi ya lama-lama buat saya nikmat juga. Soalnya ukurannya itu, sih, yang lumayan besar. Saya sendiri suka gampang terangsang kalo’ lagi ngeliat. Mungkin situ juga kalo’ ngeliat, wah pasti kepengen, deh.”
“Ih, saya belon pernah, tuh, Jeng. Lalu kalo’ suaminya duluan yang mulai begimana?”
“Saya ditelanjangi sampai polos sama sekali. Dia paling suka merema-remas payudara saya dan juga menjilati putingnya dan kadang lagaknya seperti bayi yang sedang mengenyot susu.”, kataku sambil ketawa dan tampak Bu Soni juga tertawa.
“Habis itu badan saya dijilati dan dia juga paling suka menjilati kepunyaan saya. Rasanya buat saya, ya, nikmat juga dan biasanya saya semakin terangsang untuk begituan. Dia juga pernah bilang sama saya kalo’ punya saya itu semakin nikmat dan saya disuruh meliara baik-baik.”
“Ah, tapi untuk yang begituan itu saya dan suami saya sama sekali belum pernah, lho, Jeng. Tapi mungkin ada baiknya untuk dicoba juga, ya, Jeng. Tapi tadi itu masalah yang situ dijilatin punyanya. Rasa enaknya seperti apa, sih, Jeng.”
“Wah, Bu Soni ini, kok, seperti kurang pergaulan saja, toh.”
“Lho, terus terang Jeng. Memang saya belon pernah, kok.”
“Ya, geli-geli begitulah. Susah juga untuk dijelasin kalo’ belum pernah merasakan sendiri.” Lalu kami berdua tertawa.
Setelah berhenti tertawa, aku bertanya, “Bu Soni mau tau rasanya kalau gituannya dijilati?”
“Yah, nanti saya rayu, deh, suami saya. Mungkin nikmat juga ya.” Ucapnya sambil tersenyum.
“Apa perlu saya dulu yang coba?”, tanyaku sambil bercanda dan tersenyum.
“Hush!! Jeng Mar ini ada-ada saja, ah”, sambil tertawa.
“Ya, biar tidak kaget ketika dengan suaminya nanti. Kita ‘kan juga sama-sama wanita.”
“Wah, kayak lesbian saja. Nanti saya jadi ketagihan, lho. Malah takutnya lebih senang sama situ daripada sama suami saya sendiri. Ih! Malu’ akh.”, sambil tertawa.
“Atau kalo’ nggak mau gitu, nanti saya kasih tau gimana membuat penampilan bulu gituannya biar suaminya situ tertarik. Kadang-kadang bentuk dan penataannya juga mempengaruhi rangsangan suami, lho, Bu Soni.”
“Ah, Jeng ini.”
“Ee! Betul, lho. Mungkin bentuk bulu-bulu gituannya Bu Soni penampilannya kurang merangsang. Kalo’ boleh saya lihat sebentar gimana?”
“Wah, ya, gimana ya. Tapii.. ya boleh, deh. Eh, tapi saya juga boleh liat donk punyanya situ. Sama-sama donk, ‘kan kata Jeng tadi kita ini sama-sama wanita.””Ya, ‘kan saya cuma mau bantu situ supaya bisa usaha untuk punya anak lagi.””Kalo’ gitu kita ke kamar saja, deh. Suami saya juga biasanya pulang malam. Yuk, Jeng.”
Langsung kita berdua ke kamar Bu Soni. Kamarnya cukup tertata rapi, tempat tidurnya cukup besar dan dengan kasur busa. Di dindingnya ada tergantung beberapa foto Bu Soni dan suaminya dan ada juga foto sekeluarga dengan anaknya yang masih semata wayang. Saya kemudian ke luar sebentar untuk telepon ke rumah kalau pulangnya agak telat karena ada urusan dengan perkumpulan ibu-ibu dan kebetulan yang menerima suamiku sendiri dan ternyata dia setuju saja.
Setelah kita berdua di kamar, Bu Soni bertanya kepadaku, “Bagaimana Jeng? Kira-kira siap?”
“Ayolah. Apa sebaiknya kita langsung telanjang bulat saja?”
“OK, deh.”, jawab Bu Soni dengan agak tersenyum malu. Akhirnya kita berdua mulai melepas pakaian satu-persatu dan akhirnya polos lah semua. Bulu kemaluan Bu Soni cukup lebat juga hanya bentuknya keriting dan menyebar, tidak seperti miliku yang lurus dan tertata dengan bentuk segitiga ke arah bawah. Lalu aku menyentuh payudaranya yang agak bulat tetapi tidak terlalu besar, “Lumayan juga, lho, Bu.” Lalu Bu Soni pun langsung memegang payudaraku juga sambil berkata, “Sama juga seperti punya Jeng.” Aku pun minta ijin untuk mengulum kedua payudaranya dan dia langsung menyanggupi.
Kujilati kedua putingnya yang berwarna agak kecoklat-coklatan tetapi lumayan nikmat juga. Lalu kujilati secara keseluruhan payudaranya. Bu Soni nampak terangsang dan napasnya mulai memburu. “Enak juga, ya, Jeng. Boleh punya Jeng saya coba juga?””Silakan saja.”, ijinku. Lalu Bu Soni pun melakukannya dan tampak sekali kalau dia masih sangat kaku dalam soal seks, jilatan dan kulumannya masih terasa kaku dan kurang begitu merangsang. Tetapi lumayanlah, dengan cara seperti ini aku secara tidak langsung sudah menolong dia untuk bisa mendapatkan anak lagi.
Setelah selesai saling menjilati payudara, kami berdua duduk-duduk di atas tempat tidur berkasur busa yang cukup empuk. Aku kemudian memohon Bu Soni untuk melihat liang kewanitaannya lebih jelas, “Bu Soni. Boleh nggak saya liat gituannya? Kok bulu-bulunya agak keriting. Tidak seperti milik saya, lurus-lurus dan lembut.” Dengan agak malu Bu Soni membolehkan, “Yaa.. silakan saja, deh, Jeng.” Aku menyuruh dia, “Rebahin saja badannya terus tolong kangkangin kakinya yang lebar.” Begitu dia lakukan semuanya terlihatlah daging kemaluannya yang memerah segar dengan bibirnya yang sudah agak keluar dikelilingi oleh bulu yang cukup lebat dan keriting. mm.. Cukup merangsang juga penampilannya.
Kudekatkan wajahku ke liang kewanitaannya lalu kukatakan kepada Bu Soni bahwa bentuk kemaluannya sudah cukup merangsang hanya saja akan lebih indah pemandangannya bila bulunya sering disisir agar semakin lurus dan rapi seperti milikku. Lalu kusentuh-sentuh daging kemaluannya dengan tanganku, empuk dan tampak cukup terpelihara baik, bersih dan tidak ada bau apa-apa. Nampak dia agak kegelian ketika sentuhan tanganku mendarat di permukaan alat kelaminnya dan dia mengeluh lirih, “Aduh, geli, lho, Jeng.”
“Apa lagi kalo’ dijilat, Bu Soni. Nikmat, deh. Boleh saya coba?”
“Aduh, gimana, ya, Jeng. Saya masih jijik, sih.”
“Makanya dicoba.”, kataku sambil kuelus salah satu pahanya.
“mm.. Ya, silakan, deh, Jeng. Tapi saya tutup mata saja, ah.”
Lalu kucium bibir kemaluannya sekali, chuph!! “aa.. Aah.”, Bu Soni mengerang dan agak mengangkat badannya. Lalu kutanya, “Kenapa? Sakit, ya?” Dia menjawab, “Geli sekali.” “Saya teruskan, ya?” Bu Soni pun hanya mengangguk sambil tersenyum. Kuciumi lagi bibir kemaluannya berkali-kali dan rasa geli yang dia rasakan membuat kedua kakinya bergerak-gerak tetapi kupegangi kedua pangkal pahanya erat-erat. Badannya bergerinjal-gerinjal, pantatnya naik turun. Uh! Pemandangan yang lucu sekali, aku pun sempat ketawa melihatnya. Saya keluarkan lidah dan saya sentuhkan ujungnya ke bibir kemaluannya berkali-kali. Oh! Aku semakin terbawa napsu. Kujilati keseluruhan permukaan memeknya, gerakanku semakin cepat dan ganas. Oh, Bu Soni, memek mu nikmaa..aat sekali.
Aku sudah tak ingat apa-apa lagi. Semua terkonsentrasi pada pekerjaan menjilati liang kewanitaan Bu Soni. Emm.., Enak sekali. Terus kujilati dengan penuh napsu. Pinggir ke tengah dan gerakan melingkar. Kumasukan lidahku ke dalam celah bibir kemaluannya yang sudah mulai membuka. Ouw! Hangat sekali dan cairannya mulai keluar dan terasa agak asin dan baunya yang khas mulai menyengat ke dalam lubang hidungku. Tapi aku tak peduli, yang penting rasa kemaluan Bu Soni semakin lezat apalagi dibumbui dengan cairan yang keluar semakin banyak. Kuoleskan ke seluruh permukaan kemaluannya dengan lidahku. Jilatanku semakin licin dan seolah-olah semua makanan yang ku makan pada saat acara arisan tadi rasanya tidak ada apa-apanya. Badan Bu Soni bergerinjal semakin hebat begitu juga pantatnya naik-turun dengan drastis. Dia mengerang lirih, “aa.. Ah, ee.. Eekh, ee.. Eekh, Jee.. Eeng, auw, oo.. Ooh. Emm.. Mmh. Hah, hah, hah,.. Hah.” Dan saat mencapai klimaks dia merintih, “aa.., aa.., aa.., aa.., aah”, Cairan kewanitaannya keluar agak banyak dan deras. OK, nampaknya Bu Soni sudah mencapai titik puncaknya.
Tampak Bu Soni telentang lemas dan aku tanya, “Bagaimana? Enak? Ada rasa puas?” “Lumayan nikmat, Jeng. Situ nggak jijik, ya.”
“Kan sudah biasa juga sama suami.” Kemudian aku bertanya sembari bercanda, “Situ mau coba punya saya juga?”
“Ah, Jeng ini. Jijik ‘kan.”, sembari ketawa.
“Yaa.. Mungkin belon dicoba. Punya saya selalu bersih, kok. ‘Kan suami saya selalu mengingatkan saya untuk memeliharanya.” Kemudian Bu Soni agak berpikir, mungkin ragu-ragu antara mau atau tidak. Lalu, “Boleh, deh, Jeng. Tapi saya pelan-pelan saja, ah. Nggak berani lama-lama.”
“Ya, ndak apa-apa. ‘Kan katanya situ belum biasa. Betul? Mau coba?” tantangku sembari senyum. Lalu dia cuma mengangguk. Kemudian aku menelentangkan badanku dan langsung kukangkangkan kedua kakiku agar terlihat liang kewanitaanku yang masih indah bentuknya. Tampak Bu Soni mulai mendekatkan wajahnya ke liang kewanitaanku lalu berkata, “Wah, Jeng bulu-bulunya lurus, lemas dan teratur. Pantes suaminya selalu bergairah.” Aku hanya tertawa.
Tak lama kemudian aku rasakan sesuatu yang agak basah menyentuh kemaluanku. Kepalaku aku angkat dan terlihat Bu Soni mulai berani menyentuh-nyentuhkan ujung lidahnya ke liang kewanitaanku. Kuberi dia semangat, “Terus, terus, Bu. Saya merasa nikmat, kok”. Dia hanya memandangku dan tersenyum. Kurebahkan lagi seluruh tubuhku dan kurasakan semakin luas penampang lidah Bu Soni menjilati liang kewanitaan saya. Oh! Aku mulai terangsang. Emm.. Mmh. Bu Soni sudah mulai berani. oo.. Ooh nikmat sekali. Sedaa.. Aap. Terasa semakin lincah gerakan lidahnya, aku angkat kepalaku dan kulihat Bu Soni sudah mulai tenggelam dalam kenikmatan, rupanya rasa jijik sudah mulai sirna. Gerakan lidahnya masih terasa kaku, tetapi ini sudah merupakan perkembangan. Syukurlah. Mudah-mudahan dia bisa bercumbu lebih hebat dengan suaminya nanti.
Lama-kelamaan semakin nikmat. Aku merintih nikmat, “Emm.. Mmh. Ouw. aa.. Aah, aa.. Aah. uu.. uuh. te.. te.. Rus teruu..uus.” Bibir kemaluanku terasa dikulum oleh bibir mulut Bu Soni. Terasa dia menciumi kemaluanku dengan bernafsu. Emm.. Mmh, enaknya. Untuk lebih nikmat Bu Soni kusuruh, “Pegang dan elus-elus paha saya. Enak sekali Bu.” Dengan spontan kedua tangannya langsung mengayunkan elusannya di pahaku. Dia mainkan sampai pangkal paha. Bukan main! Sudah sama layaknya aku main dengan suamiku sendiri. Terlihat Bu Soni sudah betul-betul asyik dan sibuk menjilati liang kewanitaanku. Gerakan ke atas ke bawah melingkar ke seluruh liang kewanitaanku. Seolah-olah dia sudah mulai terlatih.
Kemudian aku suruh dia untuk menyisipkan lidahnya ke dalam liang kewanitaanku. Dahinya agak berkerut tetapi dicobanya juga dengan menekan lidahnya ke lubang di antara bibir kemaluan saya. “Aaa.. Aakh! Nikmat sekali. Aku mulai naik untuk mencapai klimaks. Kedua tangannya terus mengelus kedua pahaku tanpa henti. Aku mulai naik dan terasa lubang kemaluanku semakin hangat, mungkin lendir kemaluanku sudah banyak yang keluar. Akhirnya aku pun mencapai klimaks dan aku merintih, “aa.. Aah, uuh”. Sialan Bu Soni tampaknya masih asyik menjilati sedangkan badanku sudah mulai lemas dan lelah. Bu Soni pun bertanya karena gerak kaki dan badanku berhenti, “Gimana, Jeng?” Aku berkata lirih sambil senyum kepadanya, “Jempolan. Sekarang Bu Soni sudah mulai pinter.” Dia hanya tersenyum.
Aku tanya kembali, “Bagaimana? Situ masih jijik nggak?”
“Sedikit, kok.”, jawabnya sembari tertawa, dan akupun ikut tertawa geli.
“Begitulah Bu Soni. Mudah-mudahan bisa dilanjutkan lebih mesra lagi dengan suaminya, tetapi jangan bilang, lho, dari saya.”
“oo.., ya, ndak, toh, Jeng. Saya ‘kan juga malu. Nanti semua orang tahu bagaimana?””Sekarang yang penting berusaha agar putrinya bisa punya adik. Kasihan, lho, mungkin sejak dulu dia mengharapkan seorang adik.”
“Ya, mudah-mudahan lah, Jeng. Rejeki akan segera datang. Eh! Ngomong-ngomong, Jeng mau nggak kalo’ kapan-kapan kita bersama kayak tadi lagi?”
“Naa.., ya, sudah mulai ketagihan, deh. Yaa, itu terserah situ saja. Tapi saya nggak tanggung jawab, lho, kalo’ situ lantas bisa jadi lesbian juga. Saya ‘kan cuma kasih contoh saja.”, jawabku sembari mengangkat bahu dan Bu Soni hanya tersenyum.
Kemudian aku cepat-cepat berpakaian karena ingin segera sampai di rumah, khawatir suamiku curiga dan berprasangka yang tidak-tidak. Waktu aku pamit, Bu Soni masih dalam keadaan telanjang bulat berdiri di depan kaca menyisir rambut. Untung kejadian ini tak pernah sampai terbuka sampai aku tulis cerita yang aneh dan lucu ini. Soal bagaimana kemesraan Bu Soni dan suaminya selanjutnya, itu bukan urusan saya tetapi yang penting kelezatan liang kewanitaan Bu Soni sudah pernah aku rasakan.

Koleksi Cerita Dewasa terlengkap.

Monday, April 2, 2012

Lukisan Bugil Diriku Bag 3

“Disini lebih hangat kan, Lix ?”

“Iya hangat Ci, sedikit basah gitu”

“Coba lu masukin jarilu lebih dalam lagi ke situ, pelan-pelan aja”

Dua jadinya pelan-pelan memasuki liang kenikmatanku, melewati dinding yang bergerinjal-gerinjal.

“Sekarang coba lu gosokin daging kecil yang...ahhh !!” aku tak tahan untuk tak mendesah sebelum selesai menjelaskan karena sensasi yang ditimbulkannya, Felix sudah terlebih dulu mengepit benda itu diantara dua jarinya dan mengusap-usapnya

“Kenapa Ci ? sakit ?” tanyanya polos

“Nggak...enak terusin Lix, itu yang namanya klitoris, daerah rangsangan cewek, ayo gituin lagi !!”

Dia melanjutkan usapannya pada klitorisku dan semakin lama semakin nikmat. Mulutnya kembali mencaplok payudaraku. Aku menggelinjang keenakan dengan nafas makin memburu, tanganku mencengkram pundaknya dan membelai kepalanya.

“Oohh...yess...gitu, i like it...terus...terus !!” desahku sesekali menggigit bibir bawah

Lagi enak-enaknya terbuai tiba-tiba HP-ku berbunyi, sehingga Felix berhenti sejenak melihat asal suara

“HP lu tuh Ci, mau diangkat ?” tanyanya

“Udah ah biarin aja...ayo lagi tanggung nih !” kataku sambil membenamkan wajahnya ke dadaku lagi

Dari ringtonenya aku tahu itu pasti salah satu dari geng-ku, kalau tidak Verna, Indah, atau Ratna, paling-paling mau ngajak jalan atau ketemuan, nanti juga bisa.

“Ci, tapi itu...kalo penting...?” tanyanya lagi

“Cerewet, ayo terusin lagi, bukan urusanlu !” bentakku membenamkan lagi wajahnya ke dadaku

Kamipun kembali berpacu dalam nafsu, ringtone HP-ku terus berbunyi sampai berhenti beberapa saat kemudian. Dia kini lebih ahli melakukan tugasnya, hisapannya pada payudaraku semakin mantap, pipinya sampai kempot menghisapnya. Tangannya pada vaginaku bukan cuma mengusap-usap saja, namun sudah berani menusuk-nusuk sambil tetap memainkan klitorisku. Sebelum dia membuatku orgasme aku memegang pergelangan tangannya dan menyuruhnya menarik keluar dari vaginaku. Jari-jarinya basah sekali oleh cairan kewanitaanku.

Aku mencegahnya waktu dia mau mengelap jarinya itu.

“Jangan dibuang dong, mubazir” cegahku

“Hah, tapi lengket gini Ci, emang mau diapain ?” tanyanya heran

Aku tidak menjawabnya selain mendekatkan telapak tangannya ke mulutku, kemudian kumasukkan jari telunjuknya ke mulutku, kuemut dengan penuh perasaan merasakan cairanku sendiri. Tatapan mataku yang binal menatap wajahnya yang terbengong-bengong dengan tingkahku yang liar.

“Coba Lix, rasain deh sarinya cewek seperti gua tadi !” kudekatkan jari-jari basah itu ke mulutnya

Mulanya dia agak ragu-ragu dan risih mencicipi cairan itu, namun karena kubujuk terus akhirnya dia pun pelan-pelan menjilati juga cairanku yang belepotan di jarinya itu.

“Terus..lagi di sebelah sana tuh, belum habis” aku menyemangatinya karena dia ragu-ragu menjilatinya.

“Gimana rasanya ?” tanyaku dengan tertawa tertahan

“Aneh Ci, tapi lama-lama enak juga sih”

Setelah itu aku menyuruhnya rebahan lalu aku naik ke atasnya. Aku melepaskan kacamatanya lalu menaruhnya di meja kecil sebelah ranjang. Kami berpelukan erat dan kembali berciuman dengan penuh gelora. Sambil berciuman tangannya menjalar turun mengelus punggungku dan meremas kedua belah pantatku. Nafas kami sudah demikian memburu sehingga hembusannya terasa pada wajah masing-masing. Mulutku merambat ke bawah menciumi lehernya dan terus ke dadanya, putingnya kucium dan kugigit agak keras sambil menariknya.

“Aooww...Ci...nakal lu yah...kaget tau !” tersentak kaget dengan gerakan agresifku

Aku tertawa cekikikan karena reaksinya, dasar amatiran, lucu banget ML sama yang model ginian. Sesaat kemudian aku meraih penisnya dan mulai mengarahkannya ke vaginaku.

“Selamat yah sebentar lagi lu jadi pria dewasa” ucapku seolah menyalaminya yang sedang menuju saat-saat terakhir keperjakaannya.

Pelan-pelan aku menurunkan badanku hingga benda itu melesak ke dalamku diiringi desahan kami. Aku melihat wajahnya yang meringis antara rasa perih dan enak merasakan barangnya dijepit vaginaku. Setelah masuk setengahnya aku langsung menduduki penisnya dan bless...amblaslah benda itu seluruhnya ke dalamku. Aku mendesah panjang, begitupun Felix, matanya melotot dan mengerang merasakan jepitan dinding vaginaku pada penisnya yang merenggut keperjakaannya.

Your Ad Here
Aku sengaja mendiamkan sejenak penisnya tertancap padaku supaya dia bisa beradaptasi dan meresapi saat-saat pertamanya dulu. Kemudian aku mulai menggoyangkan pinggulku pelan-pelan.

“Enak say ?...eeemmhhh !” tanyaku lirih

“Iya Ci....oohh...enak abis...ughh, mantap !”

Gerakan naik-turunku bertambah cepat secara bertahap, payudaraku mulai ikut bergoyang-goyang seirama goyang badanku.

“Mainin toked gua Lix...ohhh !” pintaku manja sambil menaruh tangan kanannya ke payudaraku

“Aahh..ahhhh...yang keras pencetnya !” desahku makin gila bersamaan dengan birahiku yang makin tinggi

Hentakan badanku makin keras sampai kepala penis itu terkadang menyodok-nyodok rahimku. Keringat pun bercucuran pada tubuh dan wajah kami apalagi kamar ini tidak ber-AC, cuma dipasang exhaust van di atas pintu. Walaupun aku berusaha agar tidak terlalu gaduh mengingat hari masih terang dan banyak orang lalu lalang, namun sesekali aku tak kuasa menahan jeritan
kecil kalau hentakannya kencang atau mengenai G-spot ku. Memang tidak nyaman melakukannya pada saat dan tempat seperti ini, tapi kalau sudah kebelet ya apa boleh buat, lagipula ada sensasi tersendiri juga bermain dalam keadaan tidak safe seperti ini.


Tak lama kemudian aku merasakan perasaan yang luar biasa sehingga secara alami goyangan badanku bertambah kencang, hal ini membuat erangan kami semakin terdengar. Tanpa mengurangi frekuensi genjotan aku menunduk melumat bibirnya dengan tujuan meredam suara kami agar tidak mengundang perhatian. Akhirnya ketika gelombang orgasme menerpa, yang terdengar hanya erangan tertahan, dengan refleks aku menekan vaginaku hingga penis itu tertancap maksimal, Felix jadi kelabakan karena aku menghisap lidahnya dengan kuat ditambah pelukanku yang makin erat. Akhirnya tubuhku melemas di atasnya dengan penis masih menancap di vaginaku. Dibelainya rambut dan punggungku dengan lembut.

“Ci, itu tadi yang namanya orgasme yah ? gila banjir banget lu tadi, tapi enak, hangat !” komentarnya

“Kamu capek Ci ? udah lemas gini” tanyanya melihatku yang bernafas ngos-ngosan.

“Nggak, lu juga masih kuat kan, sekarang kita ganti gaya yah !” kataku sambil bangkit dan bertumpu dengan kedua tangan dan lututku

Pinggulku kutunggingkan seakan menantangnya memperlihatkan kemaluanku yang merah dengan bulu-bulunya hitam yang lebat. Tanpa harus kuajari lagi Felix menempelkan penisnya pada bukit kemaluanku yang becek. Dengan mesra dia membenamkan penisnya sedikit demi sedikit.

“Ooohh...yeahh ! fuck me like that...uuhh...i’m your bitch now !” erangku liar

Ronde berikutnya pun dimulai, kami saling memacu tubuh kami dalam posisi doggy. Sambil menggenjotku, tangannya memijati payudaraku yang bergelayutan dengan lembut, kupegangi tangannya agar remasannya ke payudaraku tambah keras, tubuhku kugoyangkan berlawanan arah dengan sentakannya sehingga sodokan penisnya makin terasa. Tidak sia-sia ajaranku, ternyata dia tidak mengecewakan seperti perkiraan dulu. Lima belas menit kemudian, kami berganti posisi lagi, aku telentang di tengah ranjang membuka lebar kakiku sementara dia tetap dalam posisi berlututnya diantara kedua pahaku.

Sekarang dia yang memegang kendali tanpa arahan-arahan dariku lagi, kedua betisku dinaikkan ke pundaknya, tangannya turut aktif menjelajahi tubuhku. Yang kulakukan kini hanyalah mendesah, menggeleng-gelengkan kepala dan menggigit jari menikmati hasil pengajaranku. Aku lalu menurunkan kedua betisku itu dan meraih lehernya, mengisyaratkan agar dia maju menindihku. Kami sudah demikian hanyut dalam kenikmatan sampai dua SMS yang masuk ke HP-ku pun tidak mengusik kami. Sambil terus menggumuliku, dia menciumiku di mulut, pipi, telinga, dan leher

“Ahh-ahhh...Lix, kita coba keluar barengan ya, lu udah mau kan” desahku sambil mempererat pelukan ketika kurasakan perasan itu sudah mendekat

“Iyah Ci, gua juga udah mau !” jawabnya terengah-engah sambil mempercepat genjotannya.

Kembali aku mengalami klimaks bersamanya yang lebih panjang dari sebelumnya, tanpa peduli keadaan aku mengerang panjang melepaskan segala perasaan yang ada dalam diriku. Disaat bersamaan pula, Felix menyusul ke puncak dengan menyemburkan maninya yang kental ke vaginaku hingga bercampur dengan lendir kewanitaanku.

“Oouuughh...!” dia pun melenguh panjang mengakhiri permainan ini

Kami berciuman dalam pelukan menikmati sisa kenikmatan hingga akhirnya terkulai lemas bersebelahan namun masih tetap berpelukan, mata kami saling pandang satu sama lain tanpa berkata-kata karena masih lelah.

“Ci, lu bakal hamil ngga ntar, takutnya...” tanyanya dengan khawatir

Aku tersenyum dengan pertanyaan polosnya lalu menjawabnya sambil memegang hidung kecilnya

“Ah lu, udah ngelakuin baru tanya akibatnya, tapi tenang, cewek kan ada masa-masa suburnya dan sekarang gua lagi aman kok, masa gitu aja ga tau sih ? kaan dulu di biologi ada ?”

“Iya sih, tapi kan prakteknya gua belom gitu jelas, sekarang baru dijelasin ama lu hehehe” dia tertawa renyah

“Eh Ci, gambar yang ini buat gua aja yah, buat kenangan pertama kalinya gua ngelukis bugil, ntar kalau mau gua gambarin lagi buat lu, please” pintanya

Aku sih iya-iya saja, toh niatku menggodanya sudah tercapai.

Hari-hari berikutnya, kami beberapa kali bekerjasama membuat ‘karya seni’. Tidak jarang aku memberi saran mengenai latar dan pose. Kami saling berbagi pengalaman, aku mendapat pengalaman sebagai model lukisan, dia pun mendapat banyak wawasan untuk meningkatkan bakat seninya dan tidak ketinggalan pelajaran seks dan hubungan sosial dariku. Kini Felix sudah
lebih pandai bergaul, tidak sekuper dulu lagi. Bahkan pernah dia mengutarakan perasaannya padaku, namun sayang aku harus menolaknya dengan halus, karena aku belum siap mendapatkan pacar lagi sejak hubungan cintaku di masa lalu kandas tiga kali. Kami tetap berteman baik hingga kini.

Ketika aku lulus beberapa bulan lalu dia telah mempunyai pacar. Syukurlah, aku pun senang karena bisa membantunya belajar mengenai hidup dan membuatnya lebih terbuka.

Selesai........

Lukisan Bugil Diriku Bag 2

“Gimana bisa kita mulai kan menggambarnya” kataku sambil membaringkan tubuh di ranjangnya

“Bentar Ci” sahutnya lalu mengunci pintu terlebih dulu “kalo ada yang masuk kan berabe”

“Posisi gini gimana ? bagus ga ?” aku berbaring menyamping dengan menopang kepalaku dengan tangan kanan ditekuk

“Kurang Ci, biasa aja, mending lu tumpuk itu bantal buat sandaran tangan terus duduk bersimpuh, kayanya lebih bagus” pintanya setelah mengamati sejenak.

“Gini ?” tanyaku mengikuti arahannya

“Ya, lebih tegak dikit Ci, ya gitu ok” aturnya

Dia duduk di kursi seberang ranjang sana memegang clipboard. Sebelum mulai dia minum dulu untuk menenangkan diri. Lewat lima menit, dia geleng-geleng kepala melihat kertasnya, lalu ditariknya kertas itu dan diremas-remas.

“Kenapa Lix ? gagal ?” tanyaku

“Sory Ci, belum biasa sih jadi ga bagus tadi, sekali lagi yah, sory ngerepotin”

“Ya udah, santai aja, lama-lama juga biasa kok”

Kali ini sepertinya dia sudah lebih enjoy melakukan aktivitasnya, tangannya bergerak dengan cepat diatas kertas, mengganti-ganti pensil, mengambil kapas dan penghapus, ibarat Leonardo yang melukis bugil Kate Winslet di film Titanic itu.


Ternyata jadi model lukisan gini capek juga loh, harus diam terus dan menjaga ekspresi wajah selama beberapa saat lamanya, semenit jadi seperti satu jam rasanya.

“Wuiihh...finally !” sahutnya dengan bernafas panjang setelah empat puluh menitan bekerja keras

“Udah Lix ? coba gua liat dong hasilnya sini” pintaku tak sabar ingin melihat hasilnya

Dia berjalan ke sini dan duduk di tepi ranjang memperlihatkan karyanya kepadaku

“Puas ga Ci ? sory yah kalo jelek kan baru kali ini”

Aku mengamat-amati gambar itu sejenak, harus kuakui hasilnya lumayan, walaupun mukaku terlihat lebih lebar di gambar itu, namun secara keseluruhan sudah ok. Aku tahu dia terus memandangi tubuh polosku sejak tadi, tapi kubiarkan saja dia menikmatinya sambil aku melihat gambarnya.

“Hhmm...ga nyesel kayanya gua cape-cape duduk telanjang selama ini yah, ya ga Lix ?” kataku sambil menolehkan wajah melihatnya yang sedang memperhatikanku yang tanpa tertutup sehelai benangpun dengan wajah memerah.

“Eh..kenapa lo Lix, kok ngeliatin gua sampai kaya gitu, belum pernah liat cewek bugil ya sebelumnya ?” ujarku dengan tersenyum nakal

“Liat aja sih sering Ci, tapi kalau yang beneran baru kali ini, pernah juga melihat adik gua baru keluar mandi itu juga ga sengaja” katanya sambil garuk-garuk kepala

“Jadi pegang-pegang badan cewek ga pernah dong ?” tanyaku memancingnya

“Walah apalagi itu Ci, pacar aja belum, mo sama siapa” dengan sedikit terkekeh

“Terus gimana reaksilu ngeliat gua ga pake apa-apa di depan lo gini ?”

“Wah...gimana yah, susah omongnya nih, ya agak shock juga tadi abis baru
kali ini” jawabnya gugup

“Ada pikiran macam-macam gitu ngga waktu ngegambar tadi ?” pancingku lagi

“Emmm...macam-macam gimana contohnya Ci ?” tanyanya pura-pura bego atau memang bego nih, ga taulah, who care, lucu juga aku dengan tingkahnya ini

“Ya misalnya gini nih” seraya kuraih tangannya dan kuletakkan pada payudara kiriku.

Terasa sekali tangannya gemetaran memegang dadaku, mulutnya melongo tak sanggup berkata-kata dan mukanya tambah merah saja. Kubimbing tangannya meremas-remas payudara montokku.

“Mmhh...gitu remasnya, pakai perasaan...putingnya juga”

Dia menuruti apa yang kuajarkan walau masih diam terbengong. Setelah gemetarnya berkurang aku memulai aksi terusannya, kudekatkan bibirku padanya hingga saling berpagutan.

“Mulutnya dibuka Lix, jangan kaku gitu, gua ajarin lu cipokan” bisikku dengan nada manja

Dengan agresif lidahku menjelajahi mulutnya, menyapu ke segenap penjuru, menjilati lidahnya mengajak ikut bermain sehingga pelan-pelan lidahnya juga mulai aktif mengimbangiku. Tangannya pun tanpa kubimbing lagi sudah menikmati payudaraku dengan lebih semangat, bahkan kini dia lebih berani menjulurkan tangan satunya ke belakangku dan mengelusi punggungku.


Setelah puas berciuman, perlahan aku menarik mulutku, air liur nampak menetes dan berjuntai seperti benang laba-laba ketika mulut kami berpisah pelan-pelan.

“Itu tadi namanya Frech Kiss, Lix, udah bisa belum ?”

“Ho-oh, seru banget, lagi dong Ci !” pintanya

“Eiitt...sabar dulu, jangan buru-buru, masih banyak yang lebih seru” kataku sambil membukakan kaosnya dan melemparnya ke kursi “Lu berdiri dulu dong, gua bantu buka celananya !”

Dia bangkit dari duduknya dan berdiri di depanku yang duduk di pinggir ranjang. Kulucuti celananya tanpa menghiraukan reaksinya yang malu-malu, terutama ketika akan kubuka celana dalamnya.

“Iihh...rese amat sih, minggir sana tangannya, gua bugil di depanlu aja santai, masa lu yang cowok malu-malu kucing gini !” bentakku pelan

“Iya...iya Ci, sori habis baru pernah nunjukin anu gua ke cewek sih” katanya gugup membiarkan celana dalamnya kuturunkan.

Aku melihat penisnya yang sudah tegang lalu kugenggam dengan jari-jari lentikku.

“Wah, belum maksimal nih ngacengnya, liat aja nanti kalau udah ngerasain mulut gua, pasti ketagihan lu, hehehe...!” pikirku mesum

“Udah gede gini juga masih bilang malu, munafik lo ah !” ujarku sambil mengusapnya.


Kumulai dengan mengecup kepala penisnya dan memakai ujung lidahku untuk menggelikitiknya. Kemudian lidahku turun menjalari permukaan benda itu, sesekali kugesekkan pada wajahku yang halus, kubuat penisnya basah oleh liurku. Bibirku lalu turun lagi ke pangkalnya yang dipenuhi bulu-bulu, buah pelirnya kujilati dan yang lainnya kupijat dalam genggaman tanganku. Beberapa saat kemudian mulutku naik lagi dan mulai memasukkan benda itu ke mulutku. Kuemut perlahan dan terus memijati pelirnya.

“Aaa..ahhh..geli Ci...uuhhh !” desahnya bergetar

Kulihat ekspresinya meringis dan merem-melek waktu penisnya kumain-mainkan di dalam mulutku. Kujilati memutar kepala kemaluannya sehingga memberinya kehangatan sekaligus sensasi luar biasa. Semakin kuemut benda itu semakin keras dan membengkak. Aku memasukkan mulutku lebih dalam lagi sampai kepala penisnya menyentuh langit-langit tenggorokanku. Setelah beberapa lama kusepong, benda itu mulai berdenyut-denyut, sepertinya mau keluar.

Aku makin gencar memaju-mundurkan kepalaku mengemut benda itu. Felix makin merintih keenakan dibuatnya, tanpa disadarinya pinggulnya juga bergerak maju-mundur di mulutku. Tak lama kemudian muncratlah cairan kental itu di dalam mulutku yang langsung kusedot hingga tuntas. Kulirikan mataku ke atas melihatnya merintih sambil mendongak ke atas, tangannya mengucek-ucek rambutku.

Sisa mani yang belepotan di batangnya kujilati hingga bersih, lalu aku merebahkan diriku di ranjang dan menarik tangannya agar berbaring menindihku, gambar itu kubiarkan jatuh ke lantai, daripada kusut di ranjang tergencet tubuh kami nanti.

“Wah...sumpah enak banget tadi itu Ci !” katanya di dekat wajahku

“Itu tadi baru pemanasannya, sayang, kita masih belum beres” kataku sambil membelai lembut rambutnya

“Yuk, sekarang nyusu aja dulu sambil istirahat” suruhku memberi syarat padanya untuk melumat payudaraku

“Gua isep sekarang yah Ci” katanya dengan kedua tangan sudah mencaplok sepasang payudaraku.

Aku mendesis dan tubuhku menegang merasakan mulut Felix mulai beraksi di payudaraku. Bongkahan dada kananku dia jilati seluruhnya hingga basah, lalu dikenyot-kenyot di dalam mulutnya. Kepalanya kudekap erat pada payudaraku. Selesai dengan yang kanan kini dia melakukan hal yang sama terhadap yang kiri yang sejak tadi dia remasi dengan tangannya. Kedua payudaraku jadi basah oleh liurnya. Tangannya mulai berani menyusuri lekuk-lekuk tubuhku, pantatku yang sekal dia elus-elus sambil terus menyusu. Kuraih telapak tangannya yang lagi mengelus pantatku dan menggiringnya ke vaginaku.


Bersambung.................Bagian 3

Dia melanjutkan usapannya pada klitorisku dan semakin lama semakin nikmat. Mulutnya kembali mencaplok payudaraku. Aku menggelinjang keenakan dengan nafas makin memburu, tanganku mencengkram pundaknya dan membelai kepalanya.

“Oohh...yess...gitu, i like it...terus...terus !!” desahku sesekali menggigit bibir bawah..............

Wednesday, March 21, 2012

Lukisan Bugil Diriku



Ini adalah pengalamanku tahun 2002 lalu yang ingin kubagikan pada para pembaca. Aku mempunyai seorang teman kuliah cowok bernama Felix. Sedikit gambaran tentang dirinya, tidak terlalu tinggi, hampir sepantaranku, berkacamata dan pipinya agak tembem dengan kulit sawo matang. Wajah sih tidak termasuk ganteng, malah cenderung culun apalagi dengan kacamata bingkai tebalnya itu. Sifatnya juga tertutup dan kuper, tidak biasa gaul dengan cewek, kalau bertemu di perpustakaan, kantin atau di areal kampus lainnya pasti sendirian atau minimal bersama 1-2 temannya yang cowok. Dia berasal dari Padang dan nge-kost di di sekitar kampus ini. Karakternya yang unik ini membuatku ingin mengerjainya, aku ingin tahu apa orang seintrovert itu akan luluh oleh godaan wanita penuh gairah sepertiku.

Dalam prestasi dia memang biasa-biasa saja, IPK-ku saja lebih tinggi darinya (bukannya sombong loh). Namun dia mempunyai sebuah bakat yang menonjol yaitu menggambar, terutama menggambar manusia dan gambar-gambar versi anime Jepang, wajah dan proporsi tubuhnya pas sekali, aku tahu hal ini karena seringkali kalau kuliahnya boring dia sembunyi-sembunyi menggores-goreskan pensil pada kertasnya, di organizernya juga terselip beberapa hasil karyanya. Pernah suatu kali saking asyiknya menggambar dia tidak sadar kalau si dosen sedang berjalan di dekatnya, dan mengambil kertasnya dan mengamat-amati gambarnya lalu berkata:

“Wah..wah anda ini lagi jatuh cinta sama siapa ya, sampai dibawa-bawa ke gambar begini, siapa nih di sini yang rambut panjang dengan kucir ke belakang” sambil memperhatikan semua mahasiswi di kelas ini.

Kontan satu kelas termasuk aku tertawa-tawa dan saling menunjuk siapa yang di dalam gambar itu, wajahnya jadi memerah karenanya. Kalau saja dosennya killer pasti dia sudah dikotbahi macam-macam atau bisa juga disuruh keluar, untung Bu Yani (si dosen itu) tidak segarang itu, beliau cuma menyindir dan menegurnya namun beliau juga memuji gambarnya itu bagus.

Suatu hari pada mata kuliah American Culture and Institution yang dosennya ‘obat tidur’ aku duduk di belakang dan kebetulan dia juga di sebelahku sehingga bisa ngobrol dengannya dengan suara pelan.

“Biasa lu nge-gambar dapat ide dari mana aja Lix ?” tanyaku sambil melihat-lihat gambar-gambar di organizernya.


“Kebanyakan sih dari film atau foto-foto Ci, kalo lagi iseng ya gambar, enjoy gitu !”

“Eh...yang ini bagus nih, mirip aslinya, Vivian Hsu kan ?”

“Iya hehehe, modelnya langsung dari orang aslinya tuh” katanya sambil nyengir

“Ciee...mimpi kali yee !” balasku menyikutnya pelan

“Emang lu pernah pakai model asli untuk gambar-gambar lu Lix ?” tanyaku lagi

“Emmm...pernah sih dulu saudara gua, tapi kebanyakan sih gua ambil dari foto ya, abis susah kan cari model”

“Kalau menggambar sampai selesai gini habis waktu berapa lama kira-kira ?”

“Itu tergantung mood juga sih, tapi rata-rata sih setengah jam lah”

“Gini Lix, kalau gua jadi modellu boleh ga ? pengen sih sekali-sekali dilukis gitu, gimana ?” tawarku

“Wah, bener nih Ci ? thanks banget kalau lu mau, kapan nih ada waktu ?”

“Gua sih abis ini ga ada apa-apa lagi, lu sendiri gimana ?”

“Ooo...bagus kalau gitu di kost gua aja gimana ?” jawabnya antusias dengan tawaranku.

Singkat cerita, setelah selesai perkuliahan yaitu jam sebelas, aku mengikutinya ke kostnya, dari kampus kami jalan kaki sekitar sepuluh menit. Tidak banyak orang di sana, mungkin karena pada jam-jam seperti ini masih banyak yang kuliah, hanya nampak seorang anak muda sebagai pembantu, seorang ibu setengah baya yang juga pembantu dan dua orang penghuni kost lainnya yang semua pria. Kamar Felix bisa dibilang cukup rapi dibanding kamar pria pada umumnya, di dalam sebuah rak tersusun beberapa model robot rakitan dan patung-patung kecil tokoh anime, begitu juga di dindingnya tertempel poster-poster anime dan game.

“Typikal tukang gambar banget nih anak, kacamata dan anime maniac gini” kataku dalam hati sambil mengamati koleksi-koleksinya sementara dia sedang ke toilet.

“Ok, Ci bisa kita mulai ga ? Lu mau dilukis gimana ?” tanya Felix yang baru keluar dari toilet

“Oohh..iya tapi omong-omong lu bakal tegang ga kalo ngegambar pakai model nanti takutnya hasilnya jelek”

“Tegang ? ngga lah...emang kenapa harus tegang”

“Soalnya gua mau dilukis agak beda gitu loh”

“Bedanya gimana Ci ? kan lu cuma tinggal diam bergaya aja ya” tanyanya bingung

“Itu loh Lix, lu pernah nonton Titanic ga ? gua maunya digambar seperti itu tuh, gimana ?” jawabku dengan polosnya.

Tentu saja dia langsung tercengang dengan permintaanku itu dan wajahnya memerah

“Hah...yang bener lu Ci, maksudlu bugil gitu ?”

“Hh-emm...wearing only this itu loh, gua yakin lu bisa kok” aku lalu melepaskan satu-satu kancing kemejaku dan memperlihatkan bra-ku

“Ci...lu serius nih, berani kaya gini ?” seakan tidak percaya apa yang dilihat di hadapannya.

Aku tertawa tertahan melihat reaksi amatirannya itu sambil terus melucuti satu demi satu pakaianku. Matanya seperti mau copot memandangku yang sudah telanjang di depannya, dari reaksinya aku yakin dia baru kali ini melihat perempuan bugil secara langsung.

“Nah...gimana Lix ? jangan tegang gitu dong, minum dulu aja deh”

Dia menerima gelas yang kusodorkan dan meminumnya lalu menarik nafas panjang

“Ok dah tenang kan, buktiin dong kalo lu profesional artist, masa ngeliat tubuh cewek aja nervous gitu hehehe” aku menenangkannya sambil tertawa kecil

“Ya tegang dong Ci, gua kan ga pernah gambar bugil sebelumnya” jawabnya terbata-bata, namun dia sudah lebih rileks dari yang tadi. Kulihat matanya tidak pernah lepas memandangi tubuhku.

“Makanya lu harus cari pengalaman baru, supaya pandangan lu tambah luas”


Bersambung dulu ahhh........biar nggak tegang....

LinkWithin