Aku tersentak bangun saat kudengar jam wekerku berdering dengan nyaring.
“Uhh.. Jam berapa ini..!” gumamku pelan sambil berusaha membuka mataku, aku masih malas dan ingin kembali tidur, tapi tiba tiba aku teringat bahwa hari ini aku harus buru-buru berkemas dan berangkat, kalau tidak, aku akan ketinggalan pesawat.
Hari ini aku akan pergi ke luar kota, bank swasta tempatku bekerja menugaskanku untuk mengikuti beberapa program pendidikan di kantor cabang salah satu kota di daerah Jawa Tengah.
Namaku Melinda tapi teman-teman biasa memanggilku Linda. Aku dilahirkan dari keluarga yang serba berkecukupan dan aku hanya mempunyai satu saudara kandung laki-laki, praktis semua permintaan dan kebutuhanku selalu dipenuhi oleh kedua orang tuaku. Aku benar benar sangat di manja oleh mereka. Ayahku berasal dari negeri Belanda, sedangkan ibuku berasal dari Menado, aku bersyukur karena seperti gadis peranakan pada umumnya, aku pun tumbuh menjadi gadis yang berwajah cukup cantik.
Saat ini usiaku 24 tahun, wajahku cantik dan kulitku putih mulus, rambutku lurus dan panjang sampai di bawah bahu, tubuhku pun termasuk tinggi dan langsing dipadu dengan ukuran buah dada yang termasuk besar untuk ukuran gadis seusiaku, ditambah lagi, aku sangat rajin merawat tubuhku sendiri supaya penampilanku dapat terus terjaga.
“Wah.. Aku belum sempat potong rambut nih..” gumamku sambil terus mematut diri di depan cermin sambil mengenakan pakaianku. Hari ini aku memakai setelan rok coklat tua dan kemeja putih berkerah, lalu aku padukan dengan blazer coklat muda. Aku merasa tampil makin cantik dengan pakaian kesayanganku ini, membuat aku tambah percaya diri.
Singkat cerita, aku telah sampai di kota tempatku akan bekerja. Aku langsung menuju kantor cabangku karena aku harus segera melapor dan menyelesaikan pekerjaan.
Sesampai di depan kantor suasananya terlihat sangat sepi, di lobby kantor hanya terlihat dua orang satpam yang sedang bertugas, mereka mengatakan bahwa seluruh karyawan sedang ada pelatihan di gedung sebelah. Dan mereka juga berkata bahwa aku sudah ditunggu oleh Pak Bobby di ruangannya di lantai dua, Pak Bobby adalah pimpinan kantor cabang di kota ini.
“Selamat siang..! Kamu Melinda kan..?” sambut Pak Bobby ramah sambil mempersilakan aku duduk.
“Iya Pak.. Tapi saya biasa di panggil Linda..” jawabku sopan.
Pak Bobby kemudian mengajukan beberapa pertanyaan kepadaku, sambil sesekali menanyakan keadaan para pegawai di kantor pusat. Cukup lama juga aku berbicara dengan Pak Bobby, hampir lima belas menit, padahal sebenarnya, aku harus ke gedung sebelah untuk mengikuti diklat, tapi Pak Bobby terus saja menahanku dengan mengajakku berbicara.
Sebenarnya aku sedikit risih dengan cara Pak Bobby memandangku, mulutnya memang mengajukan pertanyaan kepadaku, tapi matanya terus memandangi tubuhku, tatapannya seperti hendak menelanjangiku. Dia memperhatikanku mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala, sesekali pandangannya tertumpu di sekitar paha dan buah dadaku. Aku agak menyesal karena hari ini aku mengenakan rok yang agak pendek, sehingga pahaku yang putih jadi sulit untuk kusembunyikan. Dasar mata keranjang, sungutku dalam hati. Baru tak berapa lama kemudian pembicaraan kami pun selesai dan Pak Bobby beranjak ke arah pintu mempersilakanku untuk mengikuti diklat di gedung sebelah.
“Terima kasih Pak.. Saya permisi dulu..” jawabku sambil beranjak ke arah pintu.
Perasaanku langsung lega karena dari tadi aku sudah sangat risih dengan pandangan mata Pak Bobby yang seperti hendak menelanku bulat bulat. Pak Bobby membukakan pintu untukku, aku pun berterima kasih sambil berjalan melewati pintu tersebut.
Tapi aku kaget bukan kepalang saat tiba tiba rambutku dijambak dan ditarik oleh Pak Bobby, sehingga aku kembali tertarik masuk ke ruangan itu, lalu Pak Bobby mendorongku dengan keras sehingga aku jatuh terjerembab di atas sofa tempat tadi aku duduk dan berbicara dengan Pak Bobby.
“Apa yang Bapak lakukan..?? Mau apa Bapak..?” jeritku setengah bergetar sambil memegangi kepalaku yang sakit akibat rambutku dijambak seperti itu.
Pak Bobby tidak menjawab, dia malah mendekatiku setelah sebelumnya menutup pintu ruangannya. Sedetik kemudian dia telah menyergap, mendekap dan menggumuliku, nafasnya mendengus menghembus di sekitar wajahku saat Pak Bobby berusaha menciumi bibirku
“Jangan.. Jangann..! Lepasskan.. Ssaya..!” jeritku sambil memalingkan wajahku menghindari terkaman mulutnya.
“Diam..!!” bentaknya mengancam sambil mempererat pelukannya pada tubuhku.
Aku terus meronta sambil memukulkan kedua tanganku ke atas pundaknya, berusaha melepaskan diri dari dekapannya, tapi Pak Bobby terus menghimpitku dengan erat, nafasku sampai tersengal sengal karena terdesak oleh tubuhnya. Bahkan sekarang Pak Bobby telah mengangkat tubuhku, dia menggendongku sambil tetap mendekap pinggangku, lalu dia menjatuhkan dirinya dan tubuhku di atas sofa dengan posisi aku ada di bagian bawah, sehingga kini tubuhku tertindih oleh tubuhnya.
Aku terus menjerit dan meronta, berusaha keluar dari dekapannya, lalu pada satu kesempatan aku berhasil menendang perutnya dengan lututku hingga membuat tubuhnya terjajar ke belakang. Dia terhenyak sambil memegangi perutnya, kupergunakan kesempatan itu untuk berlari ke arah pintu. Aku hampir sampai di pintu keluar saat tubuhku kembali tertarik ke belakang, rupanya Pak Bobby berhasil menggapai blazerku dan menariknya hingga terlepas dari tubuhku, sesaat kemudian aku sudah berada di dalam dekapannya kembali.
“Bajingann..! Lepaskan saya..!” jeritku sambil memakinya.
Tenagaku sudah mulai habis dan suaraku pun sudah mulai parau, Pak Bobby masih terus memelukku dari belakang sambil mulutnya berusaha menciumi leher dan tengkukku, sementara tangannya menelikung kedua tanganku, membuat tanganku terhimpit dan tidak dapat bergerak.
“Jangann..! Biadab.. Lepaskan sayaa..!” aku kembali menjerit parau.
Air mataku sudah meleleh membasahi pipiku, saat tangan Pak Bobby membetot keras kemeja putihku, membuat seluruh kancingnya terlepas dan berjatuhan di atas lantai. Sekarang tubuh bagian atasku menjadi setengah terbuka, mata Pak Bobby semakin melotot melihat buah dadaku yang masih terlindung di balik bra hitamku, setelah itu, dia menarik kemeja yang masih menempel di bahuku, dan terus menariknya sampai menuruni lenganku, sampai akhirnya Pak Bobby menggerakkan tangannya, melemparkan kemeja putihku yang telah terlepas dari tubuhku.
“Lepasskann..!!” jeritku saat satu tangannya mulai bergerak meremasi sebelah payudaraku.
Tubuhku mengelinjang hebat menahan ngilu di buah dadaku, tapi dia tidak berhenti, tangannya malah semakin keras meremas buah dadaku. Seluruh tubuhku bergetar keras saat Pak Bobby menyusupkan tangannya ke balik bra hitamku dan mulai kembali meremas payudaraku dengan kasar, sambil sesekali menjepit dan mempermainkan puting buah dadaku dengan jarinya, sementara mulutnya terus menjilati leherku dengan buas.
Pak Bobby sudah akan menarik lepas bra yang kukenakan, saat pada saat yang bersamaan pintu depan ruangannya terbuka, dan muncul seorang laki laki dengan wajah yang tampak kaget.
“Ada apa nih Pak Bobby..?” serunya, sambil memandangi tubuhku.
“Lepaskan saya.. Pak..! Tolong saya..! Pak Bobby akan memperkosa saya..!” jeritku memohon pertolongan dari orang itu.
Perasaanku sedikit lega saat laki-laki itu muncul, aku berharap dia akan menolongku. Tapi perkiraanku ternyata salah..
“Wah Pak.. Ada barang baru lagi nih. Cantik juga..!” seru laki-laki itu sambil berjalan mendekati kami, aku langsung lemas mendengar kata-katanya, ternyata laki laki ini sama bejatnya dengan Pak Bobby.
“Ada pesta kecil..! Cepat Han.!! Lu pegangi dia..! Cewek ini binal banget” jawab Pak Bobby sambil tetap mendekap tubuhku yang masih terus berusaha meronta.
Sedetik kemudian laki-laki itu sudah berada di depanku, tangannya langsung menggapai dan merengkuh pinggangku merapatkan tubuhnya dengan tubuhku, aku benar-benar tidak dapat bergerak, terhimpit oleh laki-laki itu dan Pak Bobby yang berada di belakangku, lalu tangannya bergerak ke arah bra-ku, dan dengan sekali sentak, dia berhasil merenggut bra itu dari tubuhku.
“Tidak.. Tidak..! Jangan lakukan..!!” jeritku panik.
Tangisku meledak, aku begitu ketakutan dan putus asa hingga seluruh bulu kudukku merinding, dan aku semakin gemetar ketakutan saat laki-laki yang ternyata bernama Burhan itu melangkah ke belakang, sedikit menjauhiku, dia diam sambil memandangi buah dadaku yang telah terbuka, pandangannya seperti hendak melahap habis payudaraku.
“Sempurna..! Besar dan padat..” gumamnya sambil terus memandangi kedua buah dadaku yang menggantung bebas.
Setelah itu dia kembali beranjak mendekatiku, mendongakkan kepalaku dan melumat bibirku, sementara tangannya langsung mencengkeram buah dadaku dan meremasnya dengan kasar. Suara tangisanku langsung terhenti saat mulutnya menciumi bibirku, kurasakan lidahnya menjulur di dalam mulutku, berusaha menggapai lidahku. Aku tercekat saat tangannya bergerak ke arah selangkanganku, menyusup ke balik rokku, aku langsung tersentak kaget saat tangannya merengkuh vaginaku. Kukumpulkan sisa-sisa tenagaku lalu dengan sekuat tenaga kudorong tubuh Pak Burhan.
“Tidak.! Tidak..! Lepaskan saya.. Bajingan kalian..!” aku menjerit sambil menendang-nendangkan kakiku berusaha menjauhkan laki-laki itu dari tubuhku.
“Ouh.. Ssakit..!!” keluhku saat Pak Bobby yang berada di belakangku kembali mendekapku dengan lebih erat. Kutengadahkan kepalaku, kutatap wajah Pak Bobby, aku memohon supaya dia melepaskanku.
“Tolonngg.. Hentikann Pak..!! Saya.. Mohon.. Lepaskan saya..” ucapku mengharap belas kasihannya.
Keadaanku saat itu sudah benar-benar berantakan, tubuh bagian atasku sudah benar-benar telanjang, membuat kedua payudaraku terlihat menggantung dan tidak lagi tertutup oleh apapun. Aku sangat takut, mereka akan lebih bernafsu lagi melihat keadaan tubuhku yang sudah setengah telanjang ini, apalagi saat ini tubuhku sedang ditelikung oleh Pak Bobby dari belakang hingga posisi itu membuat dadaku jadi terdorong ke depan dan otomatis buah dadaku pun ikut membusung.
Beberapa saat kemudian Pak Bobby tiba tiba mengendorkan dekapannya pada tubuhku dan akhirnya dia melepaskanku. Aku hampir tidak percaya bahwa Pak Bobby mau melepaskanku, padahal saat itu aku sudah sangat putus asa, aku sadar aku hampir tidak mungkin lolos dari desakan kedua laki-laki tersebut.
Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, aku langsung berlari secepatnya ke arah pintu, tapi lagi-lagi aku kalah cepat, Pak Burhan sudah menghadang di depanku dan langsung menghunjamkan pukulannya ke arah perutku.
“Arghh..!! Sshh.. Ouhh..” aku mengeluh kesakitan.
Kupegangi perutku, seketika itu juga, aku langsung jatuh terduduk, nafasku tersengal-sengal menahan sakit yang tak terkira. Belum hilang rasa sakitku, mereka berdua langsung menyerbu ke arahku.
“Pegangi tangannya Han..!!” seru Pak Bobby sambil mendorong tubuhku sehingga aku jatuh terjengkang di atas lantai.
Seketika itu juga Pak Burhan sudah berada di atas kepalaku dan mencengkeram kedua tanganku, sementara Pak Bobby berada di bawah tubuhku, mendekap kedua kakiku yang berusaha menendangnya. Dia sudah seperti kemasukan setan, melepasi sepatu hak tinggiku, merobek stockingku dan mencabik cabik rok yang kukenakan dan akhirnya dia merenggut dengan paksa celana dalamku, melolosinya dari kedua kakiku dan melemparkannya ke lantai.
“Lepasskann..! Lepasskan..! Tolongg.. Jangan perkosa sayaa..!” jeritanku makin keras di sela-sela keputusasaan.
Aku sudah tidak sanggup lagi menahan mereka yang sepertinya semakin bernafsu untuk memperkosaku, air mataku makin deras mengalir membasahi kedua pipiku, kupejamkan mataku, bulu kudukku langsung bergidik, aku tidak sanggup membayangkan kalau hari ini aku akan diperkosa oleh mereka.
“Jangann.. Ahh.. Tolongg..!” aku menjerit histeris saat Pak Bobby melepaskan pegangannya pada kedua kakiku.
Dia berdiri sambil melepaskan pakaiannya sendiri dengan sangat terburu-buru. Aku sadar, laki-laki ini sebentar lagi akan menggagahiku. Seketika itu juga kurapatkan kedua kakiku dan kutarik ke atas hingga menutupi sebagian dadaku, sementara kedua tanganku masih tetap di dekap erat oleh Pak Burhan. Tiba tiba Pak Bobby berjongkok, dia langsung menarik kedua kakiku, merenggangkannya dan kemudian memposisikan tubuhnya di antara kedua pangkal pahaku.
“Jangann..!!” keluhku lemah dan putus asa, sambil bertahan untuk tetap merapatkan kedua kakiku, tapi tenaga Pak Bobby jauh lebih kuat di bandingkan dengan tenagaku.
Aku terhenyak saat Pak Bobby mulai menindihku, membuatku jadi sesak dan sulit untuk bernafas, buah dadaku tertekan oleh dadanya, sementara perutnya menempel di atas perutku.
“Arghh..!! Jangann..! Sakiitt..!!” rintihku sambil berusaha menggeser pinggulku ke kiri dan ke kanan, saat kurasakan kemaluannya bergesekan dengan bibir kemaluanku.
“Sakiitt..!” aku kembali mengerang saat kepala penisnya mulai masuk ke dalam liang vaginaku.
Bersamaan dengan itu, tangan Pak Bobby bergerak, menjambak rambutku dan menariknya sehingga kepalaku terdongak, kemudian Pak Bobby dengan kasar melumat bibirku sambil terus menekankan tubuhnya ke arah selangkanganku. Kurasakan kesakitan yang luar biasa di dalam liang vaginaku saat batang penisnya terus melesak masuk menghunjam ke dalam lubang kemaluanku.
“Ahh..! Jangann..! Sakiitt..!” aku kembali menjerit dengan keras saat batang penisnya menembus dan merobek selaput daraku.
Tubuhku melenting ke atas menahan sakit yang amat sangat. Kuangkat kakiku dan kutendang-tendangkan, aku berusaha menutup kedua kakiku, tapi tetap saja batang penis itu terbenam di dalam vaginaku. Aku sungguh tersiksa dengan kesakitan yang mendera vaginaku. Kuhempaskan wajahku ke kiri dan ke kanan, membuat sebagian wajahku tertutup oleh rambutku sendiri, mataku membeliak dan seluruh tubuhku mengejang hebat. Kukatupkan mulutku, gigiku bergemeretak menahan sakit dan ngilu, nafasku seperti tercekat di tenggorokan dan tanpa sadar kucengkeram keras tangan Pak Burhan yang sedang memegang kedua tanganku.
Aku masih terus merintih dan menangis, aku terus berusaha menendang-nendangkan kedua kakiku saat Pak Bobby menarik batang penisnya sampai tinggal kepala penisnya saja yang berada di dalam liang vaginaku, lalu menghunjamkannya kembali ke dalam liang rahimku. Pak Bobby sudah benar-benar kesetanan, dia tidak peduli melihatku yang begitu kesakitan, dia terus bergerak dengan keras di dalam tubuhku, memompaku dengan kasar hingga membuat tubuhku ikut terguncang turun naik mengikuti gerakan tubuhnya.
“Ahh.. Sshh.. Lepaskann..!” jeritanku melemah saat kurasakan gerakannya makin cepat dan kasar di dalam liang kemaluanku, membuat tubuhku makin terguncang dengan keras, buah dadaku pun ikut mengeletar.
Kemudian Pak Bobby mendaratkan mulutnya di buah dadaku, menciumi dan mengulum puting payudaraku, sesekali dia menggigit puting buah dadaku dengan giginya, membuat aku kembali terpekik dan melenguh kesakitan. Kemudian mulutnya bergerak menjilati belahan dadaku dan kembali melumat bibirku, aku hanya bisa diam dan pasrah saat lidahnya masuk dan menari-nari di dalam mulutku, sepertinya dia sangat puas karena telah berhasil menggagahi dan merenggut keperawananku.
Perlahan-lahan dia menghentikan gerakannya memompa tubuhku, melesakkan kemaluannya di dalam liang vaginaku dan menahannya di sana sambil tetap memelukku dengan erat. Setelah itu dia menurunkan mulutnya ke sekitar leher dan pundakku, menjilatinya dan kemudian menyedot leherku dengan keras, membuat aku melenguh kesakitan. Cukup lama Pak Bobby menahan penisnya di dalam liang kemaluanku, dan aku dapat merasakan kemaluannya berdenyut dengan keras, denyutannya menggetarkan seluruh dinding liang vaginaku, lalu dia kembali bergerak memompa diriku, memperkosaku pelan pelan, lalu cepat dan kasar, begitu berulang ulang. Sepertinya Pak Bobby sangat menikmati pemerkosaannya terhadap diriku.
Aku meringis sambil tetap memejamkan kedua mataku, setiap gerakan dan hunjaman penisnya terasa sangat menyiksa dan menyakiti seluruh tubuhku, sampai akhirnya kurasakan mulutnya makin keras menyedot leherku dan mulai menggigitnya, aku menjerit kesakitan, tapi tangannya malah menjambak dan meremas rambutku. Tubuhnya makin rapat menyatu dengan tubuhku, dadanya makin keras menghimpit buah dadaku, membuatku makin sulit bernafas, lalu dia mengatupkan kedua kakiku dan menahannya dengan kakinya sambil terus memompa tubuhku, kemaluannya bergerak makin cepat di dalam vaginaku, kemudian dia merengkuh tubuhku dengan kuat sampai benar-benar menyatu dengan tubuhnya.
Aku sadar Pak Bobby akan berejakulasi di dalam tubuhku, mendadak aku jadi begitu panik dan ketakutan, aku tidak mau hamil karena pemerkosaan ini, pikiranku jadi begitu kalut saat kurasakan batang kemaluannya makin berdenyut-denyut tak terkendali di dalam liang rahimku.
“Jangann..! Jangan.. Di dalam..! Lepasskan..!!” jeritku histeris saat Pak Bobby menghentakkan penisnya beberapa kali sebelum akhirnya dia membenamkanya di dalam liang kemaluanku.
Seluruh tubuhnya menegang dan dia mendengus keras, bersamaan dengan itu aku meraskan cairan hangat menyemprot dan membasahi liang rahimku, Pak Bobby telah orgasme, menyemburkan sperma demi sperma ke dalam vaginaku, membuat dinding vaginaku yang lecet makin terasa perih. Aku meraung keras, tangisanku kembali meledak, kutahan nafasku dan kukejangkan seluruh otot-otot perutku, berusaha mendorong cairan spermanya agar keluar dari liang vaginaku, sampai akhirnya aku menyerah. Bersamaan dengan itu tubuh Pak Bobby jatuh terbaring lemas di atas tubuhku setelah seluruh cairan spermanya mengisi dan membanjiri liang rahimku.
Mataku menatap kosong dan hampa, menerawang langit-langit ruangan tersebut. Air mataku masih mengalir, pikiranku kacau, aku tidak tahu lagi apa yang harus kuperbuat setelah kejadian ini, kesucianku telah terenggut, kedua bajingan ini telah merenggut kegadisan dan masa depanku, tapi yang lebih menakutkanku, bagaimana jika nanti aku hamil..! Aku kembali terisak meratapi penderitaanku.
Tapi rupanya penderitaanku belum berakhir. Pak Bobby bergerak bangun, melepaskan himpitannya dari tubuhku, aku kembali merintih, menahan perih saat batang kemaluannya tertarik keluar dari liang kemaluanku. Kuangkat kepalaku, kulihat ada bercak darah bercampur dengan cairan putih di sekitar pangkal pahaku. Aku menangis, pandanganku nanar, kutatap Pak Bobby yang sedang berjalan menjauhiku dengan pandangan penuh dendam dan amarah.
Seluruh tubuhku terasa sangat lemah, kucoba untuk bangun, tapi Pak Burhan sudah berada di sampingku, dia menggerakan tangannya, menggulingkan tubuhku dan mulai menggumuli tubuhku yang menelungkup, aku diam tak bergerak saat Pak Burhan menciumi seluruh punggungku, sesaat kemudian dia bergerak ke arah belakang tubuhku, merengkuh pinggangku dan menariknya ke belakang. Aku terhenyak, tubuhku terseret ke belakang, lalu Pak Burhan mengangkat pinggulku ke atas, membuat posisiku jadi setengah merangkak, kutopang tubuhku dengan kedua tangan dan lututku, kepalaku menunduk lemas, rambut panjangku tergerai menutupi seluruh wajahku, kepanikan kembali melandaku saat kurasakan batang penisnya menempel dan bergesekan dengan bibir vaginaku.
“Linda..! Kamu memang benar-benar cantik dan seksi..” gumam Pak Burhan sambil tangannya meremasi pantatku, sementara batang penisnya terus menggesek-gesek di bibir vaginaku.
“Ahh.! Sakiitt..! Sudahh.. Sudah..! Hentikann..!! jeritku menahan sakit saat kemaluannya mulai melesak masuk ke dalam liang vaginaku.
Kuangkat punggung dan kedua lututku, menghindari hunjaman batang penisnya, tapi Pak Burhan terus menahan tubuhku, memaksaku untuk tetap membungkuk. Seluruh otot di punggungku menegang, tanganku mengepal keras, aku benar-benar tak kuasa menahan perih saat penisnya terus melesak masuk, menggesek dinding vaginaku yang masih luka dan lecet akibat pemerkosaan pertama tadi, kugigit bibirku sendiri saat Pak Burhan mulai bergerak memompa tubuhku.
“Lepasskan..! Sudah..! Hentikaann..!!” jeritku putus asa.
Nafasku kembali tersengal sengal, tapi Pak Burhan terus memompaku dengan kasar sambil tangannya meremasi pantatku, sesekali tangannya merengkuh pinggulku, menahan tubuhku yang berusaha merangkak menjauhi tubuhnya, seluruh tubuhku kembali terguncang, terombang ambing oleh gerakannya yang sedang memompaku.
Tiba tiba kurasakan wajahku terangkat, kubuka mataku dan kulihat Pak Bobby berjongkok di depanku, meraih daguku dan mengangkatnya, Pak Bobby tersenyum menatapku dengan wajah penuh kemenangan, menatap buah dadaku yang menggantung dan menggeletar, meremasnya dengan kasar, lalu Pak Bobby mendekatkan wajahnya, menyibakkan rambutku yang tergerai, sesaat kemudian, mulutnya kembali melumat bibirku, mataku terpejam, air mataku kembali meleleh saat mulutnya dengan rakus menciumi bibirku.
“Ahh..!!” aku terpekik pelan saat Pak Burhan menyentakkan tubuhnya dan menekanku dengan kuat.
Batang penisnya terasa berdenyut keras di dalam lubang kemaluanku, lalu kurasakan cairan hangat kembali menyembur di dalam liang rahimku, aku menyerah, aku sudah tidak punya kekuatan lagi untuk melawan, kubiarkan saja Pak Burhan menyemburkan dan mengisi liang kemaluanku dengan cairan spermanya.
“Periihh..!!” rintihku pelan.
Pak burhan masih sempat menghunjamkan kemaluannya beberapa kali lagi ke dalam liang vaginaku, menghabiskan sisa sisa ejakulasinya di dalam liang rahimku sebelum akhirnya dia menariknya keluar melewati bibir vaginaku yang semakin terasa perih.
Sedetik kemudian satu kepalan tangan mendarat di wajahku. Aku terlempar ke samping, pandanganku berkunang kunang, lalu gelap. Aku jatuh pingsan. Saat siuman aku temukan foto-foto telanjangku berserakan di samping tubuhku dengan sebuah pesan..
“Pastikan..! Hanya Kita Bertiga yang Tahu..!!”
Hari itu juga aku kembali pulang ke Jakarta dengan membawa penderitaan yang amat berat, sesuatu yang paling berharga telah hilang dari diriku dirampas oleh kebiadaban mereka.
Showing posts with label cerita jorok. Show all posts
Showing posts with label cerita jorok. Show all posts
Wednesday, August 15, 2012
Profesi dan Kehormatan
Labels:
cerita bogel,
cerita dewasa janda,
cerita jorok,
cerita lucah,
cerita perek,
cerita porn,
cerita seks,
cerita seksi,
Cerita Sex,
cerita tentang janda,
cewek abg,
cewek cantik,
foto bispak,
foto bugil,
foto gadis,
foto perek,
foto telanjang,
janda diperkosa,
ngentot janda
Sahabatku Levana
Nama saya Kartika, usia 25 tahun dengan tinggi 168 cm, berat 53 kg, asli orang Bandung, kulit putih bersih. Ukuran payudara saya yang 34C termasuk lumayan besar untuk gadis seusia saya. Pekerjaan saya adalah sebagai manager operasional di sebuah perusahaan terkenal di daerah saya. Saya ingin mengeluarkan gelisah hati yang saya pendam selama ini, mudah-mudahan saya bisa berbagi dengan pembaca sekalian.
Saya di kantor mempunyai sahabat yang namanya Levana, sering saya panggil Ana. Orangya supel, dan mudah bergaul, tingginya 172 cm/53 kg, dengan kulit putih mulus, maklum orang Menado asli, 34B ukuran payudaranya. Saya mempunyai kelainan ini sejak masih gadis pada saat tinggal bersama kakak saya, Mbak Erni namanya.
Kapan-kapan saya ceritakan sejarah lesbian saya, tapi saya juga suka cowok lho sama seperti gadis-gadis lain. Hanya saja hampir tujuh puluh persen saya menyenangi cewek, saya tidak mengerti mengapa saya begini, mungkin suatu saat saya bisa sembuh total ya?! Saya sering jalan bersama Ana kalau ada undangan karena saya belum ada pasangan, banyak sih cowok yang naksir, cuma saya masih enggan saja untuk berpacaran. Saya ingat betul awalnya yaitu pada saat bulan Agustus 2004, sehabis pulang kantor.
*****
“Ka, sini sebentar” panggil Ana pada saya sambil mendekatkan Mercynya.
“Ada apa Na?” tanya saya heran pada Ana.
“Boleh nggak minta tolong?”
“Tolong apa?”
“Itu lho, rumah saya khan sedang direnovasi..”
“Terus?”
“Mmh, boleh numpang nginep nggak di rumahmu?” tanya Ana ragu-ragu.
“Alaa, gitu saja nanya, boleh dong, sekarang?”
“Iya, boleh khan?” tanya Ana sekali lagi meyakinkan dirinya sendiri.
“Udah, nggak usah banyak omong, ayo jalan” perintah saya sambil tersenyum.
“Okey, trim’s ya”
Maka setelah Ana mengambil baju sekedarnya, kami berdua meluncur ke rumah saya yang memang agak jauh dari kantor. Rumah saya mempunyai empat kamar, satu kamar untuk tamu dan kamar saya di tengah, saya tinggal sendiri karena orang tua saya tinggal di Surabaya.
“Na, ini kamarmu ya” kata saya sambil menunjukkan sebuah kamar padanya di ujung depan.
“Trim’s ya” jawabnya sambil masuk melihat-lihat kamar.
“Kutinggal dulu”
“Ya..” jawabnya sambil lalu.
Saya kemudian menuju kamar untuk mandi dan berganti baju, soalnya gerah sejak tadi. Sedang asyik-asyiknya saya memilih BH, tiba-tiba Ana masuk ke kamar.
“Eh.. Maaf ka, lagi pake baju ya?” katanya kaget melihatku masih memakai celana dalam berwarna merah dan belum mengenakan BH sama sekali.
“Oh Ana, masuk Na, nggak apa-apa kok” jawab saya sambil tersenyum melihatnya yang masih memandangi payudara saya yang termasuk besar dan montok.
“Wah, badanmu seksi juga ya?” ujarnya.
“Tentu saja, habis saya rajin senam sich”
“Oh ya, ada film bagus nich, nonton yuk” ajak Ana sambil menggandeng saya untuk menonton TV di ruang tengah.
“Bentar Na, kuganti baju dulu ya” jawabku sambil memakai BH dan kaos longgar serta celana pendek.
“Kutunggu ya..”
“Ya”. Kemudian Levana sudah duduk di depan TV sambil makan camilan, sedang saya masih sibuk membereskan baju yang berserakan.
Malam itu Ana mengenakan daster kuning hingga kelihatan kulit lengannya yang putih mulus, kadang-kadang karena duduk kami yang mepet, Ana dengan tak sengaja menyenggol payudara saya hingga perasaan saya jadi bertambah aneh. Mungkin karena acara TV yang membosankan, saya jadi tak tertarik lagi, saya lebih tertarik memperhatikan Ana saja. Ternyata Ana yang memakai daster itu, sudah tidak memakai BH lagi hingga tonjolan payudaranya kelihatan mencuat ke atas, mungkin karena kami sama-sama perempuan, jadi Ana tidak malu-malu lagi, bahkan kadang-kadang kakinya dinaikkan ke meja hingga bawahan dasternya jadi tersingkap dan memperlihatkan celana dalamnya yang berwarna putih.
Perasaan saya jadi lain hingga saya memutuskan untuk ke kamar dan berganti baju dengan daster tanpa memakai BH dan celana dalam juga, supaya bertambah nyaman kalau berdekatan dengan Levana. Sungguh Levana itu gadis yang cantik seperti artis mandarin. Saya kembali ke ruang tamu dan membawa kaset DVD untuk saya tonton bersama Ana, siapa tahu saja Levana tertarik dengan filmnya dan ingin mmh..
“Na, ganti ama DVD ya?”
“Film apaan tuch?”
“Ini, film romantis dari Jepang, pengin liat nggak?”
“Ya, bolehlah, abis acaranya nggak ada yang menarik sich”
“Okey, duduk dekat sini” pinta saya pada Ana untuk duduk di sofa agar nyaman menonton film itu.
Sebetulnya sich, itu film triple X dari jepang mengenai seorang gadis yang mencintai guru wanitanya lalu mereka bersetubuh dan bercinta dengan gaya yang romantis dengan berbagai macam gaya. Volume TV dan AC saya perbesar hingga Ana mendekat dan mepet dengan saya. Untung rumah sudah sepi karena pembantu sudah pulang semua dan lagi rumah saya besar, jadi volume suara TV yang besar itu tidak kedengaran lagi dari luar.
“Film BF ya?” tanya Ana tanpa menoleh pada saya.
“Tapi bagus lho, untuk pelajaran sex”
“Bagus, sich bagus, tapi saya jadi pengin nich” gumam Ana tak jelas karena napasnya yang makin berat dan diselingi suara orang bercinta dari TV yang makin kencang.
“Gimana kalau kupegang payudaramu” usulku.
“Hush, ngaco kamu Tika, kita ini sama-sama cewek tau” jawabnya sambil monyong, namun itu justru menambah gairah saya semakin tinggi.
“Daripada kamu megang sendiri, hayoo” jawab saya tak mau kalah sambil meraba payudaranya.
“Jangan, Tika.. Jangan..” teriaknya keras karena kaget payudaranya saya pegang. Namun teriakannya tak membuat saya jera, bahkan telinganya yang sensitif saya cium dengan lembut.
“Kurang ajar kamu, sst..” tolaknya lemah dengan mendesis.
“Mmh..”
Pergumulan saya dengan Ana berlangsung seru, hingga beberapa menit Levana masih memberontak, tetapi karena gairahnya sudah naik dan ditambah lagi dengan ciuman dan remasan saya pada daerah sensitifnya, akhirnya Ana menyerah juga. Bahkan dengan sigap membalas mencium bibir saya dengan ganas sambil meraba vagina saya yang sudah mulai basah sejak tadi.
“Sst.. Mmh.. Tunggu..” potong saya menghentikan ciuman dan serangannya Ana.
“Hahh, ada apa Ka?”
“Buka dastermu..” pinta saya untuknya agar membuka daster, sementara saya juga telah membuka dasterku sendiri hingga bugil.
“Wah, susumu besar juga ya?” kata Levana kagum melihat payudara saya yang sudah tegak, sambil juga melepaskan dasternya, bahkan celana dalamnya pun ikut dilepaskan juga hingga kami menjadi sama-sama bugil.
Dan kami pun kembali saling berciuman di sofa tanpa mempedulikan film jepang itu. Saya mengambil inisiatif untuk memulai mencium payudaranya.
“Sst.. Sst..”
“Mmh.. gantian..” rintih Ana karena tidak dapat menahan ciuman dan jilatan lidah saya pada payudaranya.
Maka saya pun berganti posisi dengan Ana yang menjilat payudara saya dengan semangat hingga vagina saya juga ikut dibelai, bahkan jari-jarinya yang lentik keluar masuk ke dalam lubang vagina saya dengan cepat hingga saya mengalami orgasme yang pertama.
“Mmh.. Enak.. Na, cepetan.. Sst..” rintih saya karena tak tahan lagi dengan permainan Ana yang begitu hebat, bahkan Ana sekarang menjilat vagina saya dengan liar hingga beberapa menit, saya semakin mendorong vagina saya ke arah mulutnya yang sedang menghisap bagian dalam.
“Sstss.. pinggirnya.. ssts.. Ya.. yang i.. tu..” rintih saya terpatah-patah.
Tiba-tiba Levana menghentikan permainannya..
“Ada apa Na?”
“Kita coba yang seperti di film, mau khan?” usulnya.
“Boleh saja..” jawab saya senang karena memang senang dengan gaya enam sembilan.
Gaya enam sembilan itu maksudnya saya yang berada di posisi atas menghadap Levana yang berada di posisi bawah dengan saling menjilat vagina masing-masing, bahkan saking enaknya hingga kepala saya terjepit oleh Levana yang rupanya juga telah mengalami orgasme yang pertama. Kami melakukan pergumulan itu di sofa hingga dua jam dan rupanya Levana pun puas atas permainan itu.
“Hahh, lega rasanya..”
“Gimana, enak nggak?”
“Enak juga ya”
“Mau lagi nggak?”
“Mau dong kalau caranya gitu” jawab Ana manja sambil mencium bibir saya gemas.
Malam itu saya dan Levana menghabiskan permainan yang seru itu di kamar, bahkan Ana tak henti-hentinya meremas payudara saya dengan gemas, kadang-kadang saya puaskan Levana dengan alat kelamin pria plastik, tentu saja alatnya yang bisa bergetar hingga itu menambah nikmat percintaan saya dengan Ana. Beberapa ronde kami lalui hingga pagi, juga di kamar mandi.
*****
Keesokannya, seperti biasa saya sudah bersiap ke kantor dengan Levana.
“Ayo Na, udah siap belum?”
“Udah boss, ayo” gandeng Ana mesra sambil mencium bibir saya lembut.
“Hush, nanti dilihat orang lho”
“Iya ya..”
Maka sejak itu, saya dan Levana sering bercinta di rumahnya atau rumah saya, bahkan pernah beberapa kali kami bercinta di dalam mobil. Pada saat hari libur, Levana mengajak saya dan beberapa temannya ikut berdarmawisata ke pulau Bali dan Lombok. Salah satu di antaranya bernama Fifiani yang orang Malang.
“Tika, kamu ikut tour besok nggak?” tanya Levana.
“Tentu dong, yang ke Bali dan Lombok khan?” jawabku.
“Iya dong, eh.. kenalin nich, teman saya” ujar Levana memperkenalkan temannya.
“Fifiani” katanya memperkenalkan diri.
“Kartika Sari” jawab saya sambil menjabat tangannya yang kuning langsat itu.
“Ayo Na, sampai besok ya” jawab Levana menggandeng Fifiani.
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, saya dengan beberapa teman kantor jadi berwisata ke pulau Bali dan Lombok, juga ada Fifiani dan Levana. Dari obrolan kami, saya ketahui bahwa Fifiani itu umurnya baru 23 tahun, 172 cm/53 cm, dengan payudara 34C, orangnya cukup ramah dan sopan. Levana pernah bercerita pada saya bahwa Fifiani adalah seorang lesbian sejati, sudah pernah beberapa kali pacaran, namun kandas di jalan hingga hatinya hancur lebur.
“Ana, sini bentar Na” panggil saya pada Ana.
“Ada apa Tik”
“Tukeran duduk ya, Fifiani di sini dan tas ini di tempatmu, gimana?” usulku.
“Enak saja, kapan lagi kesempatan gini datang”
“Please dong, khan kamu udah lama kenal ama Fifiani”
“Iya dech, cuman aku boleh liat dong di sebelah..” canda Ana sambil mencolek payudara saya dengan gemas.
Akhirnya dalam bis itu, saya yang mulanya duduk di belakang dengan tas besar entah siapa yang punya, dapat kesempatan duduk dengan Fifiani yang cantik. Levana tak ketinggalan duduk di sebelah dengan tas besar yang sudah saya pindahkan. Fifiani dalam perjalanan itu memakai rok jins hitam dengan kaos merah mudanya, sungguh serasi dengan bentuk tubuhnya yang proporsional.
Rupanya Fifiani atau yang biasa saya panggil dengan Fifi senang curhat dengan saya, bahkan beberapa kali matanya mengarah pada payudara dan bawah rok jins biru saya yang agak naik ke atas, mungkin celana dalam saya yang berwarna putih polos kelihatan, tapi saya cuek saja. Bahkan saya sengaja beberapa kali menyingkap rok saya hingga paha saya yang putih kelihatan dengan jelas hingga Fifi salah tingkah memperhatikan rok saya.
Malam itu kami sudah melewati kota Probolinggo, saya lihat teman-teman sudah pada tidur karena kelelahan, sementara Levana memperhatikan saya sambil mengedipkan matanya beberapa kali. Di bis wisata itu yang duduk di belakang cuma saya, Levana, seorang teman lain dan beberapa barang bawaan yang menumpuk, sementara yang lain duduk di depan, tentu saja ada yang berpasangan.
Sementara itu Fifi rupanya sudah tertidur pulas dengan kepalanya bersandar pada bahu kanan saya hingga perasaan saya jadi tak enak karena napasnya yang harum dan lembut tercium oleh saya, di samping itu posisi duduknya yang sungguh membuat dada saya berdebar-debar karena kakinya menopang pada paha saya. Dengan perlahan saya menyelimutinya hingga kami berdua tertutup oleh selimut hingga cuma tinggal kepala saja yang kelihatan. Tangan kanan Fifi saya pegang dan saya di tempatkan payudara saya. tiba-tiba Fifi membuka matanya dan menatap saya tajam.
“Eh.. Eh.. Fi.. Belum tidur ya?” tanya saya tergagap-gagap karena kaget melihatnya bangun tiba-tiba.
“Iya Mbak, belum ngantuk nich” jawabnya tersenyum ramah dan tidak melepaskan tangannya dari payudara saya, padahal saya sudah horny.
“Jangan panggil Mbak dong, panggil Tika saja ya”
“Iya dech, Tika udah punya pacar belum?” tanyanya.
“Belum, emangnya kenapa?”
“Masak, cewek secantik kamu belum punya pacar!”
“Emang belum, kamu sendiri?”
“Udah pernah sich, cuma sering putus, lebih suka sahabatan ama cewek”
“Oh gitu ya..”
“Ka, boleh nggak Fifi peluk?” pintanya.
“Boleh saja, terserah Fifi dech” gumam saya pelan karena Fifi dengan pelan meremas payudara saya dengan gemas, bahkan sudah masuk dalam BH saya dan meremasnya dengan lembut.
“Sstss.. Fi..” desisku.
“Gimana Ka?” tanya Fifi yang berusaha membuka BH saya.
“Enak Fi.. Sstss.. Saya boleh..” belum sempat Fifi menjawab, tangan saya sudah masuk ke dalam roknya dan membelai vaginanya yang masih memakai celana dalam.
“Sst.. Ka.. Ayo dong..” ajak Fifi menuntun tangan saya untuk masuk lebih dalam dan menyentuh vaginanya.
Akhirnya saya dan Fifi saling meremas payudara dan menyentuh vagina hingga Fifi duluan orgasme karena tak tahan dengan jari-jari saya yang keluar masuk vaginanya dengan cepat. Levana yang dari tadi memperhatikan saya, juga ikut-ikutan merogoh payudaranya sendiri. Belum sempat saya orgasme, bis itu sampai Denpasar, dan kami memesan kamar masing-masing untuk esok paginya kami lanjutkan dengan pesiar keliling pulau Bali.
“Gimana nich Fi, saya khan belum..”
“Tenang saja Ka, gimana kalau kita tidur berdua?” jawab Fifi santai karena tahu bahwa saya belum puas.
“Iya dech”
“Saya boleh ikut nggak, boleh ya..” rengek Levana tiba-tiba mendekati kami.
“Boleh saja, gimana Fi, Ana boleh ikut nggak!?” tanya saya pada Fifi.
“Okey, pasti tambah asyik ya” jawabnya sambil mengedipkan mata pada saya.
Jadilah saya memesan kamar bertiga dan setelah kami diberi pengarahan dari pemandu wisata agar bangun jam 08.00, maka saya langsung masuk kamar. Setibanya di kamar dan menaruh tas, saya peluk Fifi dan menghimpitnya ke tembok hingga payudara saya yang montok menempel ketat pada payudaranya.
“Udah nggak sabar nich yee..” goda Ana sambil memeluk saya juga dari belakang dan langsung mencium leher saya dengan ganas.
“Fi.. Kamu..”
“Udah ka, ayo kita terusin yang tadi” jawab Fifi sambil melumat bibir saya dengan ganas.
“Mmh..”
Fifi yang mencium saya dengan ganas itu juga tak kalah gesitnya mencoba kembali membuka BH saya yang akhirnya terlepas juga ke bawah, tangannya dengan terampil kembali meremas-remas payudara saya, di samping itu Ana berusaha melepas rok jins dan celana dalam saya hingga saya yang pertama-tama bugil duluan. Entah siapa yang memulai duluan, tahu-tahu saya sudah berada di tempat tidur dengan payudara saya yang dijilati Fifi dengan lincah, bahkan Ana pun juga sudah bugil dan sekarang sedang menjilati vagina saya dengan lahap.
“Sst.. Uuh.. Mmh..” rintih saya keras karena tak tahan diperlakukan oleh dua orang wanita cantik yang menjilati bagian sensitif saya.
Beberapa menit kemudian saya pun tak tahan dan mengalami orgasme yang pertama. Fifi juga minta ganti posisi di bawah untuk kami kerjai yang saya bagi tugas dengan Ana, saya bagian menjilat vaginanya dan Ana bagian payudara dan bibirnya. Beberapa menit permainan itu kami lanjutkan dengan cara saling berganti posisi.
“Ka.. Sstss.. Geli.. Ahh.. Ssts”
“Ssts.. Mmh.. Jilat yang itu.. Ya..” rintih Fifi yang sedang berjongkok karena vaginanya dijilat oleh Ana.
“Sstss.. Go.. Yang.. Na.. Sstss..” desis saya meminta Ana yang vaginanya sedang saya gesek-gesekkan dengan vagina saya untuk menggoyang pinggulnya lebih keras.
Permainan demi permainan kami lewati hingga akhirnya saya meminta Fifi memasang penis plastik yang bisa bergetar itu pada vaginanya. Bentuknya seperti celana dalam yang di tengahnya ada penis plastik.
“Sstss.. Pelan.. Fi.. Argh..” jerit saya karena Fifi memasukkan penis buatan itu terlalu cepat pada vagina saya.
“Mmh.. Gimana Ka, enak..?”
“Ssts.. Ya, ayo..” perintah saya setelah Fifi memasukkan penis plastik itu dan mendorongnya keluar masuk hingga saya merasa nikmat dan menjepit penis plastik itu dengan keras hingga dinding vagina saya berdenyut-denyut.
“Sstt.. Ayo.. Fi.. Lebih cepat lagi..” pintaku.
“Sstss.. Mmh.. Sstss.. Argkk..” jerit saya melengking karena cepatnya Fifi memasukkan penis plastik itu hingga saya orgasme berulang-ulang yang ditambah lagi rangsangan pada payudara saya yang dijilat dan dikulum oleh Levana sambil tangannya tak henti-hentinya juga meremas payudara Fifi. Vagina saya mengeluarkan lendir berwarna putih, sungguh banyak sekali.
“Lega rasanya, nikmat juga pake penis buatan..”
“Enak nggak rasanya Ka?” tanya Levana pada saya dengan mimik heran.
“Lho, kamu belum pernah toh An?” tanyaku.
“Belum tuch, biasanya sich cuma ama cewek saja”
“Nikmat kok rasanya, saya sering pake kalau lagi nggak ada pasangan” jawab Fifi sambil membersihkan penis plastik itu untuk kami gunakan lagi.
“Gimana An, kamu coba dech, sini biar kucobain buat kamu..” bujukku pada Levana yang kelihatan masih ingin mencoba penis buatan ini selain gaya enam sembilan favorit Levana dan saya.
Malam itu kami bertiga menguras habis energi untuk bercinta hingga ke kamar mandi, bahkan dengan senangnya saya bisa memandikan Fifi yang paling muda di antara kami bertiga.
“Pelan-pelan ya masukinnya” pinta Levana cemas.
“Tenang saja, nggak sakit kok” kata saya meyakinkan Levana yang melihat saya sudah memasang kan celana dalam berpenis itu di kemaluan saya.
Permukaan penis plastik itu ada bintik-bintiknya yang tidak beraturan dan saya juga tidak begitu mengerti apa manfaatnya, mungkin saja untuk menambah rasa nikmat jika bersentuhan dengan dinding vagina.
“Sst.. Mmh.. Sstss.. Aduh..” jerit Ana pelan karena penis itu terpeleset keluar bibir vaginanya.
Akhirnya seluruh penis plastik itu masuk ke dalam vagina Ana yang masih sempit itu, mungkin Levana masih perawan karena beberapa saat kemudian sedikit keluar darah. Memang selama saya bersahabat dengan Levana, Ana jarang bergaul dengan teman pria, kebanyakan teman wanita seperti saya dan yang lainnya. Sedangkan Fifi pergaulannya luas termasuk dengan pria hingga vagina Fifi sudah agak melebar dibandingkan dengan vagina saya dan Levana.
“Na, kamu masih perawan ya?” tanya saya serius pada Levana.
“Eh.. Iya.. Berarti kamu yang pertama melakukannya, Sayang” jawabnya mesra sambil mencium saya dengan lembut.
“Mmh..”
Saya berusaha maju mundur mengikuti aksi seperti yang di film BF, para pria memajumundurkan penisnya ke dalam vagina si wanita. Sambil memasukkan penis buatan, saya meremas-remas payudara Ana.
“Sstss.. Ter.. Us.. Sstss..”
“Sst.. Fi.. Ayo..” ajak Ana sambil mengajak Fifi untuk berciuman dengan saya.
“Sstss.. Sstss.. Mmh..”
Sambil berciuman dengan Fifi, saya memasukkan penis plastik itu keluar masuk dengan irama yang teratur hingga pantat Levana bergoyang pelan. Rupanya Ana menikmati permainan penis plastik itu hingga meminta saya agar cepat menaikkan tempo keluar masuknya penis plastik itu dalam vaginanya.
“Ayo fi, isap puting saya”
“Iya, Ka..”
“Sstss.. Mmh..” rintih saya agak keras karena Fifi bukan saja mengisap puting saya, bahkan menggigit puting saya dengan gemas hingga saya merasa nikmat dan mendorong penis plastik itu semakin cepat saja.
“Sstss.. Sstss.. Sstss.. Bagi.. An.. Sstss.. Itu..” desis Ana mengarahkan saya untuk menyodokkan penis itu pada bagian lubang vaginanya.
Permainan dengan Ana membutuhkan waktu yang lama karena ia menahan irama birahinya hingga pinggul saya pegal-pegal, kemudian setelah saya lelah, saya menyuruh Fifi untuk ganti menindih Levana dengan penis plastik itu.
“Fi, gantian ya, saya capek nich”
“Ya, ayo sini” jawab Fifi sambil memasang penis itu dan langsung memasukkannya dalam vagina Levana dan mereka pun bermain dengan bernafsu hingga Fifi melahap bibir Ana dengan ganas.
Saya pun menyelipkan tangan di antara payudara mereka dan meremas-remasnya supaya Ana cepat orgasme. Dan akhirnya Levana melepaskan ciuman Fifi dan memintanya agar lebih cepat.
“Sstss.. Sstss.. Sstss.. Ayo.. Fi.. Cepetan..”
“Saya.. Sstss.. Mau.. Keluar.. Sstss..” rintih Levana hingga Fifi semakin mendorong dengan cepat penis plastik itu hingga Ana bergerak-gerak liar dan menjepit Fifi dengan kuat.
“Sstss.. Arghh..” jerit Levana melengking karena cairan putihnya akhirnya keluar juga untuk terakhir kalinya.
*****
Pada jam empat pagi baru kami tidur bersama, tentu saja dengan keadaan bugil dan kepuasan yang tiada tara. Dan kembali tour kami lanjutkan untuk wisata ke pantai Sanur dan pantai Kuta.
Terima kasih pada Bapak Hartono atas tournya, juga sahabatku Fifi dan Levana atas pengalamannya bersama saya, kasih komentar ya atas cerita saya ini, kalau ada yang kurang, konfirmasikan saja ke email saya.
Pembaca cowok dan cewek bisa curhat atau kenalan pada saya melalui email saya atau memberikan tanggapannya mengenai kelainan saya ini, asalkan disertai foto, terutama bagi cewek-cewek baik yang seksi maupun tidak seksi hi.. hi.. hi.., pasti kubalas dengan foto bugil saya, eh maksud saya foto seksi saya dan kalau ada yang mengajak jalan bersama, saya ingin ikut dong.
Jika tanpa foto, maaf saja, saya tidak bisa membalas surat Anda. Dan buat sohib saya Fifi, Vita, Samantha, Aulia, Febri, dan Levana, salam sayang selalu dan kangen, jangan lupa ya baca cerita saya ini dan kapan nih kita mandi bareng lagi, pasti asyik deh. Sekarang saya lagi fitness untuk mengencangkan payudara lho.
Saya di kantor mempunyai sahabat yang namanya Levana, sering saya panggil Ana. Orangya supel, dan mudah bergaul, tingginya 172 cm/53 kg, dengan kulit putih mulus, maklum orang Menado asli, 34B ukuran payudaranya. Saya mempunyai kelainan ini sejak masih gadis pada saat tinggal bersama kakak saya, Mbak Erni namanya.
Kapan-kapan saya ceritakan sejarah lesbian saya, tapi saya juga suka cowok lho sama seperti gadis-gadis lain. Hanya saja hampir tujuh puluh persen saya menyenangi cewek, saya tidak mengerti mengapa saya begini, mungkin suatu saat saya bisa sembuh total ya?! Saya sering jalan bersama Ana kalau ada undangan karena saya belum ada pasangan, banyak sih cowok yang naksir, cuma saya masih enggan saja untuk berpacaran. Saya ingat betul awalnya yaitu pada saat bulan Agustus 2004, sehabis pulang kantor.
*****
“Ka, sini sebentar” panggil Ana pada saya sambil mendekatkan Mercynya.
“Ada apa Na?” tanya saya heran pada Ana.
“Boleh nggak minta tolong?”
“Tolong apa?”
“Itu lho, rumah saya khan sedang direnovasi..”
“Terus?”
“Mmh, boleh numpang nginep nggak di rumahmu?” tanya Ana ragu-ragu.
“Alaa, gitu saja nanya, boleh dong, sekarang?”
“Iya, boleh khan?” tanya Ana sekali lagi meyakinkan dirinya sendiri.
“Udah, nggak usah banyak omong, ayo jalan” perintah saya sambil tersenyum.
“Okey, trim’s ya”
Maka setelah Ana mengambil baju sekedarnya, kami berdua meluncur ke rumah saya yang memang agak jauh dari kantor. Rumah saya mempunyai empat kamar, satu kamar untuk tamu dan kamar saya di tengah, saya tinggal sendiri karena orang tua saya tinggal di Surabaya.
“Na, ini kamarmu ya” kata saya sambil menunjukkan sebuah kamar padanya di ujung depan.
“Trim’s ya” jawabnya sambil masuk melihat-lihat kamar.
“Kutinggal dulu”
“Ya..” jawabnya sambil lalu.
Saya kemudian menuju kamar untuk mandi dan berganti baju, soalnya gerah sejak tadi. Sedang asyik-asyiknya saya memilih BH, tiba-tiba Ana masuk ke kamar.
“Eh.. Maaf ka, lagi pake baju ya?” katanya kaget melihatku masih memakai celana dalam berwarna merah dan belum mengenakan BH sama sekali.
“Oh Ana, masuk Na, nggak apa-apa kok” jawab saya sambil tersenyum melihatnya yang masih memandangi payudara saya yang termasuk besar dan montok.
“Wah, badanmu seksi juga ya?” ujarnya.
“Tentu saja, habis saya rajin senam sich”
“Oh ya, ada film bagus nich, nonton yuk” ajak Ana sambil menggandeng saya untuk menonton TV di ruang tengah.
“Bentar Na, kuganti baju dulu ya” jawabku sambil memakai BH dan kaos longgar serta celana pendek.
“Kutunggu ya..”
“Ya”. Kemudian Levana sudah duduk di depan TV sambil makan camilan, sedang saya masih sibuk membereskan baju yang berserakan.
Malam itu Ana mengenakan daster kuning hingga kelihatan kulit lengannya yang putih mulus, kadang-kadang karena duduk kami yang mepet, Ana dengan tak sengaja menyenggol payudara saya hingga perasaan saya jadi bertambah aneh. Mungkin karena acara TV yang membosankan, saya jadi tak tertarik lagi, saya lebih tertarik memperhatikan Ana saja. Ternyata Ana yang memakai daster itu, sudah tidak memakai BH lagi hingga tonjolan payudaranya kelihatan mencuat ke atas, mungkin karena kami sama-sama perempuan, jadi Ana tidak malu-malu lagi, bahkan kadang-kadang kakinya dinaikkan ke meja hingga bawahan dasternya jadi tersingkap dan memperlihatkan celana dalamnya yang berwarna putih.
Perasaan saya jadi lain hingga saya memutuskan untuk ke kamar dan berganti baju dengan daster tanpa memakai BH dan celana dalam juga, supaya bertambah nyaman kalau berdekatan dengan Levana. Sungguh Levana itu gadis yang cantik seperti artis mandarin. Saya kembali ke ruang tamu dan membawa kaset DVD untuk saya tonton bersama Ana, siapa tahu saja Levana tertarik dengan filmnya dan ingin mmh..
“Na, ganti ama DVD ya?”
“Film apaan tuch?”
“Ini, film romantis dari Jepang, pengin liat nggak?”
“Ya, bolehlah, abis acaranya nggak ada yang menarik sich”
“Okey, duduk dekat sini” pinta saya pada Ana untuk duduk di sofa agar nyaman menonton film itu.
Sebetulnya sich, itu film triple X dari jepang mengenai seorang gadis yang mencintai guru wanitanya lalu mereka bersetubuh dan bercinta dengan gaya yang romantis dengan berbagai macam gaya. Volume TV dan AC saya perbesar hingga Ana mendekat dan mepet dengan saya. Untung rumah sudah sepi karena pembantu sudah pulang semua dan lagi rumah saya besar, jadi volume suara TV yang besar itu tidak kedengaran lagi dari luar.
“Film BF ya?” tanya Ana tanpa menoleh pada saya.
“Tapi bagus lho, untuk pelajaran sex”
“Bagus, sich bagus, tapi saya jadi pengin nich” gumam Ana tak jelas karena napasnya yang makin berat dan diselingi suara orang bercinta dari TV yang makin kencang.
“Gimana kalau kupegang payudaramu” usulku.
“Hush, ngaco kamu Tika, kita ini sama-sama cewek tau” jawabnya sambil monyong, namun itu justru menambah gairah saya semakin tinggi.
“Daripada kamu megang sendiri, hayoo” jawab saya tak mau kalah sambil meraba payudaranya.
“Jangan, Tika.. Jangan..” teriaknya keras karena kaget payudaranya saya pegang. Namun teriakannya tak membuat saya jera, bahkan telinganya yang sensitif saya cium dengan lembut.
“Kurang ajar kamu, sst..” tolaknya lemah dengan mendesis.
“Mmh..”
Pergumulan saya dengan Ana berlangsung seru, hingga beberapa menit Levana masih memberontak, tetapi karena gairahnya sudah naik dan ditambah lagi dengan ciuman dan remasan saya pada daerah sensitifnya, akhirnya Ana menyerah juga. Bahkan dengan sigap membalas mencium bibir saya dengan ganas sambil meraba vagina saya yang sudah mulai basah sejak tadi.
“Sst.. Mmh.. Tunggu..” potong saya menghentikan ciuman dan serangannya Ana.
“Hahh, ada apa Ka?”
“Buka dastermu..” pinta saya untuknya agar membuka daster, sementara saya juga telah membuka dasterku sendiri hingga bugil.
“Wah, susumu besar juga ya?” kata Levana kagum melihat payudara saya yang sudah tegak, sambil juga melepaskan dasternya, bahkan celana dalamnya pun ikut dilepaskan juga hingga kami menjadi sama-sama bugil.
Dan kami pun kembali saling berciuman di sofa tanpa mempedulikan film jepang itu. Saya mengambil inisiatif untuk memulai mencium payudaranya.
“Sst.. Sst..”
“Mmh.. gantian..” rintih Ana karena tidak dapat menahan ciuman dan jilatan lidah saya pada payudaranya.
Maka saya pun berganti posisi dengan Ana yang menjilat payudara saya dengan semangat hingga vagina saya juga ikut dibelai, bahkan jari-jarinya yang lentik keluar masuk ke dalam lubang vagina saya dengan cepat hingga saya mengalami orgasme yang pertama.
“Mmh.. Enak.. Na, cepetan.. Sst..” rintih saya karena tak tahan lagi dengan permainan Ana yang begitu hebat, bahkan Ana sekarang menjilat vagina saya dengan liar hingga beberapa menit, saya semakin mendorong vagina saya ke arah mulutnya yang sedang menghisap bagian dalam.
“Sstss.. pinggirnya.. ssts.. Ya.. yang i.. tu..” rintih saya terpatah-patah.
Tiba-tiba Levana menghentikan permainannya..
“Ada apa Na?”
“Kita coba yang seperti di film, mau khan?” usulnya.
“Boleh saja..” jawab saya senang karena memang senang dengan gaya enam sembilan.
Gaya enam sembilan itu maksudnya saya yang berada di posisi atas menghadap Levana yang berada di posisi bawah dengan saling menjilat vagina masing-masing, bahkan saking enaknya hingga kepala saya terjepit oleh Levana yang rupanya juga telah mengalami orgasme yang pertama. Kami melakukan pergumulan itu di sofa hingga dua jam dan rupanya Levana pun puas atas permainan itu.
“Hahh, lega rasanya..”
“Gimana, enak nggak?”
“Enak juga ya”
“Mau lagi nggak?”
“Mau dong kalau caranya gitu” jawab Ana manja sambil mencium bibir saya gemas.
Malam itu saya dan Levana menghabiskan permainan yang seru itu di kamar, bahkan Ana tak henti-hentinya meremas payudara saya dengan gemas, kadang-kadang saya puaskan Levana dengan alat kelamin pria plastik, tentu saja alatnya yang bisa bergetar hingga itu menambah nikmat percintaan saya dengan Ana. Beberapa ronde kami lalui hingga pagi, juga di kamar mandi.
*****
Keesokannya, seperti biasa saya sudah bersiap ke kantor dengan Levana.
“Ayo Na, udah siap belum?”
“Udah boss, ayo” gandeng Ana mesra sambil mencium bibir saya lembut.
“Hush, nanti dilihat orang lho”
“Iya ya..”
Maka sejak itu, saya dan Levana sering bercinta di rumahnya atau rumah saya, bahkan pernah beberapa kali kami bercinta di dalam mobil. Pada saat hari libur, Levana mengajak saya dan beberapa temannya ikut berdarmawisata ke pulau Bali dan Lombok. Salah satu di antaranya bernama Fifiani yang orang Malang.
“Tika, kamu ikut tour besok nggak?” tanya Levana.
“Tentu dong, yang ke Bali dan Lombok khan?” jawabku.
“Iya dong, eh.. kenalin nich, teman saya” ujar Levana memperkenalkan temannya.
“Fifiani” katanya memperkenalkan diri.
“Kartika Sari” jawab saya sambil menjabat tangannya yang kuning langsat itu.
“Ayo Na, sampai besok ya” jawab Levana menggandeng Fifiani.
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, saya dengan beberapa teman kantor jadi berwisata ke pulau Bali dan Lombok, juga ada Fifiani dan Levana. Dari obrolan kami, saya ketahui bahwa Fifiani itu umurnya baru 23 tahun, 172 cm/53 cm, dengan payudara 34C, orangnya cukup ramah dan sopan. Levana pernah bercerita pada saya bahwa Fifiani adalah seorang lesbian sejati, sudah pernah beberapa kali pacaran, namun kandas di jalan hingga hatinya hancur lebur.
“Ana, sini bentar Na” panggil saya pada Ana.
“Ada apa Tik”
“Tukeran duduk ya, Fifiani di sini dan tas ini di tempatmu, gimana?” usulku.
“Enak saja, kapan lagi kesempatan gini datang”
“Please dong, khan kamu udah lama kenal ama Fifiani”
“Iya dech, cuman aku boleh liat dong di sebelah..” canda Ana sambil mencolek payudara saya dengan gemas.
Akhirnya dalam bis itu, saya yang mulanya duduk di belakang dengan tas besar entah siapa yang punya, dapat kesempatan duduk dengan Fifiani yang cantik. Levana tak ketinggalan duduk di sebelah dengan tas besar yang sudah saya pindahkan. Fifiani dalam perjalanan itu memakai rok jins hitam dengan kaos merah mudanya, sungguh serasi dengan bentuk tubuhnya yang proporsional.
Rupanya Fifiani atau yang biasa saya panggil dengan Fifi senang curhat dengan saya, bahkan beberapa kali matanya mengarah pada payudara dan bawah rok jins biru saya yang agak naik ke atas, mungkin celana dalam saya yang berwarna putih polos kelihatan, tapi saya cuek saja. Bahkan saya sengaja beberapa kali menyingkap rok saya hingga paha saya yang putih kelihatan dengan jelas hingga Fifi salah tingkah memperhatikan rok saya.
Malam itu kami sudah melewati kota Probolinggo, saya lihat teman-teman sudah pada tidur karena kelelahan, sementara Levana memperhatikan saya sambil mengedipkan matanya beberapa kali. Di bis wisata itu yang duduk di belakang cuma saya, Levana, seorang teman lain dan beberapa barang bawaan yang menumpuk, sementara yang lain duduk di depan, tentu saja ada yang berpasangan.
Sementara itu Fifi rupanya sudah tertidur pulas dengan kepalanya bersandar pada bahu kanan saya hingga perasaan saya jadi tak enak karena napasnya yang harum dan lembut tercium oleh saya, di samping itu posisi duduknya yang sungguh membuat dada saya berdebar-debar karena kakinya menopang pada paha saya. Dengan perlahan saya menyelimutinya hingga kami berdua tertutup oleh selimut hingga cuma tinggal kepala saja yang kelihatan. Tangan kanan Fifi saya pegang dan saya di tempatkan payudara saya. tiba-tiba Fifi membuka matanya dan menatap saya tajam.
“Eh.. Eh.. Fi.. Belum tidur ya?” tanya saya tergagap-gagap karena kaget melihatnya bangun tiba-tiba.
“Iya Mbak, belum ngantuk nich” jawabnya tersenyum ramah dan tidak melepaskan tangannya dari payudara saya, padahal saya sudah horny.
“Jangan panggil Mbak dong, panggil Tika saja ya”
“Iya dech, Tika udah punya pacar belum?” tanyanya.
“Belum, emangnya kenapa?”
“Masak, cewek secantik kamu belum punya pacar!”
“Emang belum, kamu sendiri?”
“Udah pernah sich, cuma sering putus, lebih suka sahabatan ama cewek”
“Oh gitu ya..”
“Ka, boleh nggak Fifi peluk?” pintanya.
“Boleh saja, terserah Fifi dech” gumam saya pelan karena Fifi dengan pelan meremas payudara saya dengan gemas, bahkan sudah masuk dalam BH saya dan meremasnya dengan lembut.
“Sstss.. Fi..” desisku.
“Gimana Ka?” tanya Fifi yang berusaha membuka BH saya.
“Enak Fi.. Sstss.. Saya boleh..” belum sempat Fifi menjawab, tangan saya sudah masuk ke dalam roknya dan membelai vaginanya yang masih memakai celana dalam.
“Sst.. Ka.. Ayo dong..” ajak Fifi menuntun tangan saya untuk masuk lebih dalam dan menyentuh vaginanya.
Akhirnya saya dan Fifi saling meremas payudara dan menyentuh vagina hingga Fifi duluan orgasme karena tak tahan dengan jari-jari saya yang keluar masuk vaginanya dengan cepat. Levana yang dari tadi memperhatikan saya, juga ikut-ikutan merogoh payudaranya sendiri. Belum sempat saya orgasme, bis itu sampai Denpasar, dan kami memesan kamar masing-masing untuk esok paginya kami lanjutkan dengan pesiar keliling pulau Bali.
“Gimana nich Fi, saya khan belum..”
“Tenang saja Ka, gimana kalau kita tidur berdua?” jawab Fifi santai karena tahu bahwa saya belum puas.
“Iya dech”
“Saya boleh ikut nggak, boleh ya..” rengek Levana tiba-tiba mendekati kami.
“Boleh saja, gimana Fi, Ana boleh ikut nggak!?” tanya saya pada Fifi.
“Okey, pasti tambah asyik ya” jawabnya sambil mengedipkan mata pada saya.
Jadilah saya memesan kamar bertiga dan setelah kami diberi pengarahan dari pemandu wisata agar bangun jam 08.00, maka saya langsung masuk kamar. Setibanya di kamar dan menaruh tas, saya peluk Fifi dan menghimpitnya ke tembok hingga payudara saya yang montok menempel ketat pada payudaranya.
“Udah nggak sabar nich yee..” goda Ana sambil memeluk saya juga dari belakang dan langsung mencium leher saya dengan ganas.
“Fi.. Kamu..”
“Udah ka, ayo kita terusin yang tadi” jawab Fifi sambil melumat bibir saya dengan ganas.
“Mmh..”
Fifi yang mencium saya dengan ganas itu juga tak kalah gesitnya mencoba kembali membuka BH saya yang akhirnya terlepas juga ke bawah, tangannya dengan terampil kembali meremas-remas payudara saya, di samping itu Ana berusaha melepas rok jins dan celana dalam saya hingga saya yang pertama-tama bugil duluan. Entah siapa yang memulai duluan, tahu-tahu saya sudah berada di tempat tidur dengan payudara saya yang dijilati Fifi dengan lincah, bahkan Ana pun juga sudah bugil dan sekarang sedang menjilati vagina saya dengan lahap.
“Sst.. Uuh.. Mmh..” rintih saya keras karena tak tahan diperlakukan oleh dua orang wanita cantik yang menjilati bagian sensitif saya.
Beberapa menit kemudian saya pun tak tahan dan mengalami orgasme yang pertama. Fifi juga minta ganti posisi di bawah untuk kami kerjai yang saya bagi tugas dengan Ana, saya bagian menjilat vaginanya dan Ana bagian payudara dan bibirnya. Beberapa menit permainan itu kami lanjutkan dengan cara saling berganti posisi.
“Ka.. Sstss.. Geli.. Ahh.. Ssts”
“Ssts.. Mmh.. Jilat yang itu.. Ya..” rintih Fifi yang sedang berjongkok karena vaginanya dijilat oleh Ana.
“Sstss.. Go.. Yang.. Na.. Sstss..” desis saya meminta Ana yang vaginanya sedang saya gesek-gesekkan dengan vagina saya untuk menggoyang pinggulnya lebih keras.
Permainan demi permainan kami lewati hingga akhirnya saya meminta Fifi memasang penis plastik yang bisa bergetar itu pada vaginanya. Bentuknya seperti celana dalam yang di tengahnya ada penis plastik.
“Sstss.. Pelan.. Fi.. Argh..” jerit saya karena Fifi memasukkan penis buatan itu terlalu cepat pada vagina saya.
“Mmh.. Gimana Ka, enak..?”
“Ssts.. Ya, ayo..” perintah saya setelah Fifi memasukkan penis plastik itu dan mendorongnya keluar masuk hingga saya merasa nikmat dan menjepit penis plastik itu dengan keras hingga dinding vagina saya berdenyut-denyut.
“Sstt.. Ayo.. Fi.. Lebih cepat lagi..” pintaku.
“Sstss.. Mmh.. Sstss.. Argkk..” jerit saya melengking karena cepatnya Fifi memasukkan penis plastik itu hingga saya orgasme berulang-ulang yang ditambah lagi rangsangan pada payudara saya yang dijilat dan dikulum oleh Levana sambil tangannya tak henti-hentinya juga meremas payudara Fifi. Vagina saya mengeluarkan lendir berwarna putih, sungguh banyak sekali.
“Lega rasanya, nikmat juga pake penis buatan..”
“Enak nggak rasanya Ka?” tanya Levana pada saya dengan mimik heran.
“Lho, kamu belum pernah toh An?” tanyaku.
“Belum tuch, biasanya sich cuma ama cewek saja”
“Nikmat kok rasanya, saya sering pake kalau lagi nggak ada pasangan” jawab Fifi sambil membersihkan penis plastik itu untuk kami gunakan lagi.
“Gimana An, kamu coba dech, sini biar kucobain buat kamu..” bujukku pada Levana yang kelihatan masih ingin mencoba penis buatan ini selain gaya enam sembilan favorit Levana dan saya.
Malam itu kami bertiga menguras habis energi untuk bercinta hingga ke kamar mandi, bahkan dengan senangnya saya bisa memandikan Fifi yang paling muda di antara kami bertiga.
“Pelan-pelan ya masukinnya” pinta Levana cemas.
“Tenang saja, nggak sakit kok” kata saya meyakinkan Levana yang melihat saya sudah memasang kan celana dalam berpenis itu di kemaluan saya.
Permukaan penis plastik itu ada bintik-bintiknya yang tidak beraturan dan saya juga tidak begitu mengerti apa manfaatnya, mungkin saja untuk menambah rasa nikmat jika bersentuhan dengan dinding vagina.
“Sst.. Mmh.. Sstss.. Aduh..” jerit Ana pelan karena penis itu terpeleset keluar bibir vaginanya.
Akhirnya seluruh penis plastik itu masuk ke dalam vagina Ana yang masih sempit itu, mungkin Levana masih perawan karena beberapa saat kemudian sedikit keluar darah. Memang selama saya bersahabat dengan Levana, Ana jarang bergaul dengan teman pria, kebanyakan teman wanita seperti saya dan yang lainnya. Sedangkan Fifi pergaulannya luas termasuk dengan pria hingga vagina Fifi sudah agak melebar dibandingkan dengan vagina saya dan Levana.
“Na, kamu masih perawan ya?” tanya saya serius pada Levana.
“Eh.. Iya.. Berarti kamu yang pertama melakukannya, Sayang” jawabnya mesra sambil mencium saya dengan lembut.
“Mmh..”
Saya berusaha maju mundur mengikuti aksi seperti yang di film BF, para pria memajumundurkan penisnya ke dalam vagina si wanita. Sambil memasukkan penis buatan, saya meremas-remas payudara Ana.
“Sstss.. Ter.. Us.. Sstss..”
“Sst.. Fi.. Ayo..” ajak Ana sambil mengajak Fifi untuk berciuman dengan saya.
“Sstss.. Sstss.. Mmh..”
Sambil berciuman dengan Fifi, saya memasukkan penis plastik itu keluar masuk dengan irama yang teratur hingga pantat Levana bergoyang pelan. Rupanya Ana menikmati permainan penis plastik itu hingga meminta saya agar cepat menaikkan tempo keluar masuknya penis plastik itu dalam vaginanya.
“Ayo fi, isap puting saya”
“Iya, Ka..”
“Sstss.. Mmh..” rintih saya agak keras karena Fifi bukan saja mengisap puting saya, bahkan menggigit puting saya dengan gemas hingga saya merasa nikmat dan mendorong penis plastik itu semakin cepat saja.
“Sstss.. Sstss.. Sstss.. Bagi.. An.. Sstss.. Itu..” desis Ana mengarahkan saya untuk menyodokkan penis itu pada bagian lubang vaginanya.
Permainan dengan Ana membutuhkan waktu yang lama karena ia menahan irama birahinya hingga pinggul saya pegal-pegal, kemudian setelah saya lelah, saya menyuruh Fifi untuk ganti menindih Levana dengan penis plastik itu.
“Fi, gantian ya, saya capek nich”
“Ya, ayo sini” jawab Fifi sambil memasang penis itu dan langsung memasukkannya dalam vagina Levana dan mereka pun bermain dengan bernafsu hingga Fifi melahap bibir Ana dengan ganas.
Saya pun menyelipkan tangan di antara payudara mereka dan meremas-remasnya supaya Ana cepat orgasme. Dan akhirnya Levana melepaskan ciuman Fifi dan memintanya agar lebih cepat.
“Sstss.. Sstss.. Sstss.. Ayo.. Fi.. Cepetan..”
“Saya.. Sstss.. Mau.. Keluar.. Sstss..” rintih Levana hingga Fifi semakin mendorong dengan cepat penis plastik itu hingga Ana bergerak-gerak liar dan menjepit Fifi dengan kuat.
“Sstss.. Arghh..” jerit Levana melengking karena cairan putihnya akhirnya keluar juga untuk terakhir kalinya.
*****
Pada jam empat pagi baru kami tidur bersama, tentu saja dengan keadaan bugil dan kepuasan yang tiada tara. Dan kembali tour kami lanjutkan untuk wisata ke pantai Sanur dan pantai Kuta.
Terima kasih pada Bapak Hartono atas tournya, juga sahabatku Fifi dan Levana atas pengalamannya bersama saya, kasih komentar ya atas cerita saya ini, kalau ada yang kurang, konfirmasikan saja ke email saya.
Pembaca cowok dan cewek bisa curhat atau kenalan pada saya melalui email saya atau memberikan tanggapannya mengenai kelainan saya ini, asalkan disertai foto, terutama bagi cewek-cewek baik yang seksi maupun tidak seksi hi.. hi.. hi.., pasti kubalas dengan foto bugil saya, eh maksud saya foto seksi saya dan kalau ada yang mengajak jalan bersama, saya ingin ikut dong.
Jika tanpa foto, maaf saja, saya tidak bisa membalas surat Anda. Dan buat sohib saya Fifi, Vita, Samantha, Aulia, Febri, dan Levana, salam sayang selalu dan kangen, jangan lupa ya baca cerita saya ini dan kapan nih kita mandi bareng lagi, pasti asyik deh. Sekarang saya lagi fitness untuk mengencangkan payudara lho.
Subscribe to:
Posts (Atom)