Showing posts with label ngentot pembantu. Show all posts
Showing posts with label ngentot pembantu. Show all posts

Wednesday, August 15, 2012

Pembantuku yang baru

Aku adalah seorang ayah dari 2 orang anak lelaki yang berusia 9 dan 4 tahun. Isteriku bekerja sebagai Direktur di suatu prusahaan swasta. Kehidupan rumah tanggaku harmonis dan bahagia, kehidupan seks-ku dengan isteriku tidak ada hambatan sama sekali. Kami memiliki seorang pembantu, Sumiah namanya, berumur kurang lebih 23 tahun, belum kawin dan masih lugu karena kami dapatkan langsung dari desanya di Jawa Timur. Wajahnya biasa saja, tidak cantik juga tidak jelek, kulitnya bersih dan putih terawat, badannya kecil, tinggi kira-kira 155 cm, tidak gemuk tapi sangat ideal dengan postur tubuhnya, buah dadanya juga tidak besar, hanya sebesar nasi di Kentucky Fried Chicken.

Cerita ini terjadi pada tahun 1999, berawal ketika aku pulang kantor kurang lebih pukul 14:00, jauh lebih cepat dari biasanya yang pukul 19:00. Anakku biasanya pulang dengan ibunya pukul 18:30, dari rumah neneknya. Seperti biasanya, aku langsung mengganti celanaku dengan sarung kegemaranku yang tipis tapi adem, tanpa celana dalam. Pada saat aku keluar kamar, nampak Sumiah sedang menyiapkan minuman untukku, segelas besar es teh manis.

Pada saat dia akan memberikan padaku, tiba-tiba dia tersandung karpet di depan sofa di mana aku duduk sambil membaca koran, gelas terlempar ke tempatku, dan dia terjerembab tepat di pangkuanku, kepalanya membentur keras kemaluanku yang hanya bersarung tipis. Spontan aku meringis kesakitan dengan badan yang sudah basah kuyup tersiram es teh manis, dia bangun membersihkan gelas yang jatuh sambil memohon maaf yang tidak henti-hentinya.

Semula aku akan marah, namun melihat wajahnya yang lugu aku jadi kasihan, sambil aku memegangi kemaluanku aku berkata, “Sudahlah nggak pa-pa, cuman iniku jadi pegel”, sambil menunjuk kemaluanku.
“Sum harus gimana Pak?” tanyanya lugu.
Aku berdiri sambil berganti kaos oblong, menyahut sambil iseng, “Ini musti diurut nih!”
“Ya, Pak nanti saya urut, tapi Sum bersihin ini dulu Pak!” jawabnya.

Aku langsung masuk kamar, perasaanku saat itu kaget bercampur senang, karena mendengar jawaban pembantuku yang tidak disangka-sangka. Tidak lama kemudian dia mengetuk pintu, “Pak, Mana Pak yang harus Sum urut..” Aku langsung rebah dan membuka sarung tipisku, dengan kemaluanku yang masih lemas menggelantung. Sum menghampiri pinggir tempat tidur dan duduk.
“Pake, rhemason apa balsem Pak?” tanyanya.
“Jangan.. pake tangan aja, ntar bisa panas!” jawabku.

Lalu dia meraih batang kemaluanku perlahan-lahan, sekonyong-konyong kemaluanku bergerak tegang, ketika dia menggenggamnya.
“Pak, kok jadi besar?” tanyanya kaget.
“Wah itu bengkaknya mesti cepet-cepet diurut. Kasih ludahmu aja biar nggak seret”, kataku sedikit tegang.
Dengan tenang wajahnya mendekati kemaluanku, diludahinya ujung kemaluanku.
“Ah.. kurang banyak”, bisikku bernafsu.
Kemudian kuangkat pantatku, sampai ujung kemaluanku menyentuh bibirnya, “Dimasukin aja ke mulutmu, biar nggak cape ngurut, dan cepet keluar yang bikin bengkak!” perintahku seenaknya.

Perlahan dia memasukkan kemaluanku, kepalanya kutuntun naik turun, awalnya kemaluanku kena giginya terus, tapi lama-lama mungkin dia terbiasa dengan irama dan tusukanku. Aku merasa nikmat sekali. “Akh.. uh.. uh.. hah..” Kulumannya semakin nikmat, ketika aku mau keluar aku bilang kepadanya, “Sum nanti kalau aku keluar, jangan dimuntahin ya, telan aja, sebab itu obat buat kesehatan, bagus sekali buat kamu”, bisikku. “Hepp.. ehm.. HPp”, jawabnya sambil melirikku dan terus mengulum naik turun.

Akhirnya kumuncratkan semua air maniku. “Akh.. akh.. akh.. Sum.. Sum.. enakhh..” Pada saat aku menyemprotkan air maniku, dia diam tidak bergerak, wajahnya meringis merasakan cairan asing membasahi kerongkongannya, hanya aku saja yang membimbing kepalanya agar tetap tidak melepas kulumannya.

Setelah aku lemas baru dia melepaskan kulumannya, “Udah Pak?, apa masih sakit Pak?” tanyanya lugu, dengan wajah yang memelas, bibirnya yang basah memerah, dan sedikit berkeringat. Aku tertegun memandang Sum yang begitu menggairahkan saat itu, aku duduk menghampirinya, “Sum kamu capek ya, apa kamu mau tahu kalau kamu diurut juga kamu bisa seger kayak Bapak sekarang!”
“Nggak Pak, saya nggak capek, apa bener sih Pak kalo diurut kayak tadi, bisa bikin seger? tanyanya semakin penasaran. Aku hanya menjawab dengan anggukan dan sambil meraih pundaknya kucium keningnya, lalu turun ke bibirnya yang basah dan merah, dia tidak meronta juga tidak membalas. Aku merasakan keringat dinginnya mulai keluar, ketika aku mulai membuka kancing bajunya satu persatu, sama sekali dia tidak berontak hingga tinggal celana dalam dan Bh-nya saja.

Tiba-tiba dia berkata, “Pak, Sum malu Pak, nanti kalo Ibu dateng gimana Pak?” tanyanya takut.
“Lho Ibu kan baru nanti jam enam, sekarang baru jam tiga, jadi kita masih bisa bikin seger badan”, jawabku penuh nafsu. Lalu semua kubuka tanpa penutup, begitu juga aku, kemaluanku sudah mulai berdiri lagi. Dia kurebahkan di tepi tempat tidur, lalu aku berjongkok di depan dengkulnya yang masih tertutup rapat, “Buka pelan-pelan ya, nggak pa-pa kok, aku cuma mau urut punya kamu”, kataku meyakinkan, lalu dia mulai membuka pangkal pahanya, putih, bersih dan sangat sedikit bulunya yang mengitari liang kewanitaannya, cenderung botak.

Dengan ketidaksabaranku, aku langsung menjilat bibir luar kewanitaannya, tanpa ampun aku jilat, sesekali aku sodokkan lidahku ke dalam, “Akh.. Pak geli.. akh.. akuhhfh..” Klitorisnya basah mengkilat, berwarna merah jambu. Aku hisap, hanya kira-kira 5 menit kulumat liang kewanitaannya, lalu dia berteriak sambil menggeliat dan menjepit kepalaku dengan pahanya serta matanya terpejam. “Akh.. akh.. uahh..” teriakan panjang disertai mengalirnya cairan dari dalam liang kewanitaannya yang langsung kujilati sampai bersih.

“Gimana Sum, enak?” tanyaku nakal. Dia mengangguk sambil menggigit bibir, matanya basah kutahu dia masih takut. “Nah sekarang, kalau kamu sudah ngerti enak, kita coba lagi ya, kamu nggak usah takut!”. Kuhampiri bibirnya, kulumat bibirnya, dia mulai memberikan reaksi, kuraba buah dadanya yang kecil, lalu kuhisap-hisap puting susunya, dia menggelinjang, lama kucumbui dia, hingga dia merasa rileks dan mulai memberikan reaksi untuk membalas cumbuanku, kemaluanku sudah tegang.

Kemudian kuraba liang kewanitaannya yang ternyata sudah berlendir dan basah, kesempatan ini tidak kusia-siakan, kutancapkan kemaluanku ke dalam liang kenikmatannya, dia berteriak kecil, “Aauu.. sakit Pak!”. Lalu dengan perlahan kutusukkan lagi, sempit memang, “Akhh.. uuf sakit Pak..”. Melihat wajahnya yang hanya meringis dengan bibir basah, kuteruskan tusukanku sambil berkata, “Ini nggak akan lama sakitnya, nanti lebih enak dari yang tadi, sakitnya jangan dirasain..” tanpa menunggu reaksinya kutancapkan kemaluanku, meskipun dia meronta kesakitan, pada saat kemaluanku terbenam di dalam liang surganya kulihat matanya berair (mungkin menangis) tapi aku sudah tidak memikirkannya lagi, aku mulai mengayunkan semua nafsuku untuk si Sum.

Hanya sekitar 7 menit dia tidak memberikan reaksi, namun setelah itu aku merasakan denyutan di dalam liang kewanitaannya, kehangatan cairan liang kewanitaannya dan erangan kecil dari bibirnya. Aku tahu dia akan mencapai klimaks, ketika dia mulai menggoyangkan pantatnya, seolah membantu kemaluanku memompa tubuhnya. Tak lama kemudian, tangannya merangkul erat leherku, kakinya menjepit pinggangku, pantatnya naik turun, matanya terpejam, bibirnya digigit sambil mengerang, “Pak.. Pak terus.. Pak.. Sum.. Summ..Sum.. daapet enaakhh Pak.. ahh..” mendengar erangan seperti itu aku makin bernafsu, kupompa dia lebih cepat dan.. “Sum.. akh.. akh.. akh..” kusemprotkan semua maniku dalam liang kewanitaannya, sambil kupandangi wajahnya yang lemas. Aku lemas, dia pun lemas.

“Sum aku nikmat sekali, habis ini kamu mandi ya, terus beresin tempat tidur ini ya!”, suruhku di tengah kenikmatan yang kurasakan.
“Ya Pak”, jawabnya singkat sambil mengenakan pakaiannya kembali.
Ketika dia mau keluar kamar untuk mandi dia berbalik dan bertanya, “Pak.. kalo pulang siang kayak gini telpon dulu ya Pak, biar Sum bisa mandi dulu, terus bisa ngurutin Bapak lagi”, lalu ngeloyor keluar kamar, aku masih tertegun dengan omongannya barusan, sambil menoleh ke sprei yang terdapat bercak darah perawan Sum.

Saat ini Sum masih bekerja di rumahku, setiap 2 hari menjelang menstruasi (datang bulannya sangat teratur), aku pulang lebih awal untuk berhubungan dengan pembantuku, namun hampir setiap hari di pagi hari kurang lebih pukul 5, kemaluanku selalu dikulumnya saat dia mencuci di ruang cuci, pada saat itu isteriku dan anak-anakku belum bangun.

Tamat

Thursday, June 7, 2012

Pembantuku yang hot

Kisah skandalku dengan para pembantuku yang hot memang pantas aku ceritakan dalam cerita dewasa ini.

Kisah ini kembali terulang ketika keluarga gw membutuhkan seorang pembantu lagi. Kebetulan saat itu mbak Dian menganjurkan agar keponakannya Rini yang bekerja disini, membantu keluarga ini. Mungkin menurut ortu gw dari pada susah susah cari kesana kesini, gak pa pa lah menerima tawaran Dian ini. Lagian dia juga sudah cukup lama berkerja pada keluarga ini. Mungkin malah menjadi pembantu kepercayaan keluarga kami ini.
Akhirnya ortu menyetujui atas penawaran ini dan mengijinkan keponakannya untuk datang ke Jakarta dan tinggal bersama dalam keluarga ini.
Didalam pikiran gw gak ada hal yang akan menarik perhatian gw kalau melihat keponakannya. “Paling paling anaknya hitam, gendut, trus jorok. Mendingan sama bibinya aja lebih enak kemutannya.” Pikir gw dalam hati.
Sebelum kedatangan keponakannya yang bernama Rini, hampir setiap malam kalau anggota keluarga gw sudah tidur lelap. Maka pelan pelan gw ke kamar belakang yang memang di sediakan keluarga untuk kamar tidur pembantu.

Pelan pelan namun pasti gw buka pintu kamarnya, yang memang gw tahu mbak Dian gak pernah kunci pintu kamarnya semenjak kejadian itu. Ternyata mbak Dian tidur dengan kaki mengangkang seperti wanita yang ingin melahirkan. Bagaimanapun juga setiap gw liat selangkangannya yang di halus gak di tumbuhi sehelai rambutpun juga. Bentuknya gemuk montok, dengan sedikit daging kecil yang sering disebut klitoris sedikit mencuat antara belahan vagina yang montok mengiurkan kejantanan gw. Perlahan lahan gw usap permukaan vagina mbak Dian yang montok itu, sekali kali gw sisipin jari tengah gw tepat ditengah vaginanya dan gw gesek gesekan hingga terkadang menyentuh klitorisnya. Desahan demi desahan akhirnya menyadarkan mbak Dian dari tidurnya yang lelap.

“mmmm....sssshh.....oooohh, Donn... kok gak bangun mbak sih. Padahal mbak dari tadi tungguin kamu, sampai mbak ketiduran.” Ucap mbak Dian sama gw setelah sadar bahwa vaginanya disodok sodok jari nakal gw. Tapi mbak Dian gak mau kalah, tanpa diminta mbak Dian tahu apa yang gw paling suka.
Dengan sigap dia menurunkan celana pendek serta celana dalam gue hingga dengkul, karena kejantanan gw sudah mengeras dan menegang dari tadi.
Mbak Dian langsung mengenggam batang kejantanan gw yang paling ia kagumi semenjak kejadian waktu itu.
Dijilat jilat dengan sangat lembut kepala kejantanan gw, seakan memanjakan kejantanan gw yang nantinya akan memberikan kenikmatan yang sebentar lagi ia rasakan. Tak sesenti pun kejantanan gw yang gak tersapu oleh lidahnya yang mahir itu. Dikemut kemut kantong pelir gw dengan gemasnya yang terkadang menimbulkan bunyi bunyi “plok.. plok”. Mbak Dian pun gak sungkan sungkan menjilat lubang dubur gw. Kenikmatan yang mbak Dian berikan sangat diluar perkiraan gw malam itu.

“Mbak....uuuh. enak banget mbak. Trus mbak nikmatin kont*l saya mbak.” Guyam gw yang udah dilanda kenikmatan yang sekarang menjalar.

Semakin ganas mbak Dian menghisap kont*l gw yang masuk keluar mulutnya, ke kanan kiri sisi mulutnya yang mengesek susunan giginya. Kenikmatan yang terasa sangat gak bisa gw ceritain, ngilu. Hingga akhirnya pangkal unjung kont*l gw terasa ingin keluar.

“Mbak... Donny mau keluar nih...” sambil gw tahan kont*l gw didalam mulutnya, akhirnya gw muncratin semua sperma didalam mulut mungil mbak Dian yang berbibir tipis itu.
“Croot... croot... Ohhh... nikmat banget mbak mulut mbak ini, gak kalah sama mem*k mbak Dian. Namun kali ini mbak Dian tanpa ada penolakan, menerima muncratan sperma gw didalam mulutnya. Menelan habis sperma yang ada didalam mulutnya hingga tak tersisa. Membersihkan sisa sperma yang meleleh dari lubang kencing gw. Tak tersisa setetespun sperma yang menempel di batang kont*l gw. Bagaikan wanita yang kehausan di tengah padang gurun sahara, mbak Dian menyapu seluruh batang kont*l gw yang teralirkan sperma yang sempat meleleh keluar dari lubang kencing gw.

Lalu dengan lemas aku menindih tubuhnya dan berguling ke sisinya. Merebahkan tubuh gw yang sudah lunglai itu dalam kenikmatan yang baru tadi gue rasakan.
“Donn... mem*k mbak blom dapet jatah... mbak masih pengen nih, nikmatin sodokan punya kamu yang berurat panjang besar membengkak itu menyanggah di dalam mem*k mbak....” pinta mbak Dian sambil memelas. Mengharapkan agar gw mau memberikannya kenikmatan yang pernah ia rasakan sebelumnya.
“Tenang aja mbak... mbak pasti dapat kenikmatan yang lebih dari pada sebelumnya, karena punya saya lagi lemes, jadi sekarang mbak isep lagi. Terserak mbak pokoknya bikin adik saya yang perkasa ini bangun kembali. Oke.”

Tanpa kembali menjawab perintah gw. Dengan cekatan layaknya budak seks. Mbak Dian menambil posisi kepalanya tepat di atas kont*l gw, kembali mbak Dian menghisap hisap. Berharap keperkasaan gw bangun kembali. Segala upaya ia lakukan, tak luput juga rambut halus yang tumbuh mengelilingi batang kont*l gw itu dia hisap hingga basah lembab oleh air ludahnya.
Memang gw akuin kemahiran pembantu gw yang satu ini hebat sekali dalam memanjakan kont*l gw didalam mulutnya yang seksi ini. Alhasil kejantanan gw kembali mencuat dan mengeras untuk siap bertempur kembali.
Lalu gw juga gak mau lama lama seperti ini. Gw juga mau merasakan kembali kont*l gw ini menerobos masuk ke dalam mem*knya yang montok gemuk itu. Mengaduk ngaduk isi mem*knya.
Gw memberi aba aba untuk memulai ke tahap yang mbak Dian paling suka. Dengan posisi women on top, mbak Dian mengenggam batang kont*l gue. Menuntun menyentuh mem*knya yang dari setadi sudah basah. kontol gw di gesek gesek terlebih dahulu di bibir permukaan mem*knya. Menyentuh, mengesek dan membelah bibir mem*knya yang mengemaskan. Perlahan kont*l gw menerobos bibir memeknya yang montok itu. Perlahan lahan kont*l gw seluruhnya terbenam didalam liang kenikmatannya. Goyangan pinggulnya mbak dian membuat gw nikmat banget. Semakin lama semakin membara pinggul yang dihiasi bongkahan pantat semok itu bergoyang mempermainkan kont*l gw yang terbenam didalam mem*knya.

“uh... Donn. Punya kamu perkasa banget sih. Nikmat banget....” dengan mimik muka yang merem melek menikmati hujaman kont*l gw ke dalam liang senggamanya.

“mem*k mbak Dian juga gak kalah enaknya. Bisa pijit pijit punya saya... mem*k mbak di apain sih... kok enak banget.”

“Ih... mau tahu aja. Gak penting diapain. Yang penting kenikmatan yang diberikan sama mem*k mbak sama kamu Donn....” sahut mbak Dian sambil mencubit pentil tetek gw.

“Donn... ooohh.... Donn.... mbak mmmmauu kluuuuaaarr... ooohh.” Ujar mbak Dian sambil mendahakkan kepalanya ke atas, berteriak karena mencapai puncak dari kenikmatannya. Dengan lunglai mbak Dian ambruk merebahkan tubunya yang telanjang tepat di atas badan gw. Untung saja posisi kamar mbak Dian jauh dari kamar kamar saudara dan ortu gw. Takutnya teriakan tadi membangunkan mereka dan menangkap basah persetubuhan antara pembantu dengan anak majikannya. Gak kebayang deh jadinya kayak apa.
Lalu karena gw belum mencapai kenikmatan ini, maka dengan menyuruh mbak Dian mengangkatkan pantatnya sedikit tanpa harus mengeluarkan batang kont*l gw dari dalam liang kenikmatannya. Masih dengan posisi women on top. Kembali kini gue yang menyodok nyodok mem*knya dengan bringas. Sekarang gw gak perduli suara yang keluar dari mulut mbak Dian dalam setiap sodokan demi sodokan yang gw hantam kedalam mem*knya itu.

“Donn.... kamu kuat banget Donn... aaah... uuuhhh... ssshhhh.... ooohhh...” erangan demi erangan keluar silih berganti bersama dengan keringat yang semakin mengucur di sekujur badan gw dan mbak Dian.
“Truuuus... Donn... sodok trusss mem*k mbak Doooonn. Jangan perduliin hantam truuuss.” Erangan mbak Dian yang memerintah semakin membuat darah muda gw semakin panas membara. Sekaligus semakin membuat gw terangsang.
“Suka saya ent*t yah mbak... kont*l saya enak’kan... hhmmm.” Tanya gw memancing birahinya untuk semakin meningkat lagi.
“hhhhhmmmm... suka....sssshhh... banget Donn. Suka banget.” Kembali erangannya yang tertahan itu terdengar bersama dengan nafasnya yang menderu dera karena nafsu birahinya kembali memuncak.
“Bilang kalau mbak Dian adalah budak seks Donny.” Perintah gw.
“Mbak budak seks kamu Donn, mbak rela meskipun kamu perkosa waktu itu.... Ohhhh... nikmatnya kont*l kamu ini Donn.”

Semakin kencang kont*l gw ent*tin mem*knya mbak Dian. Mungkin seusai pertempuran ranjang ini mem*knya mbak Dian lecet lecet karena sodokan kont*l gw yang tak henti hentinya memberikan ruang untuk istirahat.
Merasa sebentar lagi akan keluar, maka gw balikkan posisi tubuh mbak Dian dibawah tanpa harus mengeluarkan kont*l yang sudah tertanam rapi didalam mem*knya. Gw peluk dia trus gw balikin tubuhnya kembali ke posisi normal orang melakukan hubungan badan.
Gw buka lebar lebar selangkangan mbak Dian dan kembali memompa mem*k mbak Dian. Terdengar suara suara yang terjadi karena beradunya dua kelamin berlainan jenis. “plok... plok...” semakin kencang terdengar dan semakin cepat daya sodokan yang gw hantam ke dalam liang vaginanya. Terasa sekali bila dalam posisi seperti ini, kont*l gw seperti menyentuh hingga rahimnya. Setiap di ujung hujangan yang gw berikan. Maka erangan mbak Dian yang tertahan itu mengeras.

Sampai saatnya terasa kembali denyut denyutan yang semula gw rasakan, namun kali ini denyut itu semakin hebat. Seakan telah di ujung helm surga gw. Gw tahan gak mau permainan ini cepat cepat usai. Setiap mau mencapai puncaknya. Gw pendam dalam dalam kont*l gw di dalam lubang senggamanya mbak Dian.

Tiba tiba rasa nikmat ini semakin.... ooohhh....ssshhhh...


Denyut denyut itu semakin menjadi... tanpa dapat gw tahan lagi. Akhirnya.
“Mbak... Donn... mau kluuuarr nih.....”
“Donn... jangan dicabut keluarin didalam saja, jangan sia sia in sperma kamu sampai terbuat. Kluarin di dalam aja Donn.” Seru mbak Dian yang mengharapkan agar gw memuncratkan didalam liang senggamanya itu.
“Aaaahh..... Crooot... Croot.” Akhirnya sperma gw keluar didalam liang senggama mbak Dian. Bagi mbak Dian sperma yang gw semprotkan di liang kewanitaannya sangat nikmat sekali, berbeda dengan mantan suaminya yang dulu.
Karena banyaknya sperma yang keluar. Ketika gw cabut kont*l gw dari lubang kewanitaan mbak Dian. Sedikit demi sedikit mengalir keluar dari selah selah belahan bibir vagina mbak Dian sperma yang tadi gw keluarin.
“Thank’s yah mbak. Mbak Dian kembali lagi menyalurkan hasrat saya untuk menyetubuhi mbak Dian yang ke sekian kalinya.” Ucap gw kepada mbak Dian sambil merebahkan badan gw yang lemas terkuras karena pertempuran yang membawa kenikmatan ini.
“Mbak yang minta terima kasih Donn. Bukannya kamu, kamu sudah mau memberikan kenikmatan yang slalu mbak dambakan ini.” Kata mbak Dian sambil meraih kembali batang kont*l gw yang sudah tergulai lemas.
“Mbak suka yah sama kont*l saya... nanti bangun lagi loh. Apa mbak Dian mampu meladeni hercules ini kalau nanti dia bangun kembali.” Goda gw ke mbak Dian sambil meremas remas gunung kembarnya yang berukuran 36 B itu dengan puting yang mungil seperti wanita yang belum menikah.
“Ihh.... kamu kuat banget sih. Bisa mati kalau kamu hantam lagi punya mbak sama tongkat ajaib kamu ini. Tadi saja mbak sudah berkali kali mencapai puncaknya. Sedangkan kamu hanya dua kali.”. “Donn... mungkin sungguh beruntung sekali bila nanti wanita yang menjadi istri mu.” Kata mbak Dian yang mengakui keperkasaan tongkat “Dewa Cabul” ini.
“hahahaha.... habisnya tubuh mbak sungguh mengiurkan bila hanya dipandang saja, kan lebih nikmat lagi bila dirasakan langsung.” Tawa gw.


Beberapa hari kemudian. Sepulangnya gw dari rumah temen gw di bilangan Mangga Dua, Jakarta Utara. Gw di kejutkan dengan sesosok hadirnya wanita yang memiliki paras ayu dengan mata yang bulat, seakan akan mengambarkan paras muka yang sangat mengiurkan bila di setubuhi. Bibir yang tipis merah merona bukan karena memakai lipstik, samar samar terlihat tumbuh bulu halus di pinggir bibir yang menantang untuk dicium. Memiliki postur tinggi badan sekitar 165cm, berkulit putih mulus. Memiliki rambut panjang hitam lurus sebahu, rambut halus yang tumbuh disekujur lengan putihnya pun menjadi sebuah pesonanya. Memiliki lingkaran dada 36 C yang membuat hati laki laki ingin melihat gundukan daging yang terbungkus itu secara langsung, didukung penuh dengan bongkahan pantatnya yang semok bagaikan buntut mobil BMW yang menungging kebelakang bila berjalan. Goyangannya begitu akan mengoda hati laki laki yang menatap pantulan pantatnya yang sungguh menawan itu.
Terbayang sepintas ingin menikmati tubuh indah itu meski bagaimana caranya, terlintas juga bila Rini menolak maka bakalan gw ambil jalan memperkosanya.

“Donn... kok ngelamun aja sih. Sudah makan blom, sana makan mbak Dian masak enak tuh hari ini. Katanya sih menu masakan yang paling kamu suka.”. “Sana makan dulu, jangan bengong...” tegur ibuku yang membuyarkan lamunan fantasi seks gw dengan Rini saat itu.
Akhirnya Rini mulai berkerja menjadi pembantu di keluarga gw. Sehari hari Rini suka pakai daster sedengkul. Terkadang kalau Rini lagi membersihkan ruangan keluarga, suka gw curi liat goyangan pantatnya yang bulat menantang untuk diremas itu. sekali kali kalau dia sedang menunduk membersihkan meja kaca diruangan tersebut. Terlihat dengan jelas buah dadanya yang menyembur ingin keluar dari BH yang ia gunakan, entah karena kekecilan atau buah dadanya yang terlalu besar untuk anak seusia Rini yang sekarang beranjak 17 tahun.
Hingga gw nekat untuk memenuhi hasrat setan gw ini.

Pernah waktu itu ketika keadaan rumah sedang kosong. Nyokap ke Bandung ada acara arisan ibu ibu. Bokap sibuk dengan urusannya sendiri di kantornya yang terletak di kawasan perkantoran Sudirman, Jakarta. Kakak gw masing masing sudah menikah dan punya keluarga masing masing. Sedangkan mbak Dian sendiri ijin pulang kampung untuk menengok anaknya hasil dari mantan suaminya. Sebelum pulang mbak Dian meminta untuk menyetubuhi dirinya sebelum nanti ia merindukan “tongkat ajaib” ini bila nanti di kampungnya. Begitulah mbak Dian kalau menyebut adik gw dengan sebutan itu. Mungkin ini juga gue anggap kesempatan emas bagi gw, karena saat ini keadaan rumah kosong hanya tinggal gw dan seorang wanita belia putih merangsang untuk segera menikmati bongkahan daging yang terbelah dan masih terbungkus rapi di balik celana dalam Rini. Serta dua gunung kembar yang jelas jelas hampir loncat dari rumahnya yang kekecilan.

Siang itu gw pura pura tidur di kamar gw, karena gw tahu jam berapa dia bersihin kamar gw, jamberpa dia nyapu dan jam berapa saja kalau Rini akan mandi.
Waktu itu gw tidur hanya mengenakan CD ketat yang secara otomatis membentuk lekukan lekukan di luar CD gw. Rini biasanya masuk kedalam kamar gw dengan mengetuknya terlebih dahulu, lalu akan masuk bila sudah gw iya kan.
Pertama tama dia kikuk lihat gw tidur terlentang dengan hanya mengenakan CD saja. Terlebih lagi Rini suka melirik nakal kearah selangkangan gw yang saat itu makin tegang kala lihat Rini memakai daster dengan lubang leher yang agak melebar dan tinggi daster yang Rini kenakan juga amatlah minim sekali. Lebih tepatnya daster itu di sebut dengan baju tidur terusan tanpa lengan tangan. Mengaitkan antara sisi depan dan belakang hanya dengan seutas ikatan tali berwarna putih.
Melihatnya saja membuat tangan gw terasa gatal sekali ingin cepat cepat menerkam tubuh sintal itu dan menindihinya di bawah tubuh gw. Merasakan seluruh jengkal tubuhnya, terutama merasakan membelah durian kampung rasa kota metropolitan.

Sekitar 20 menit kemudian, tiba tiba Rini meninggalkan sapu yang di tangannya, tergeletak di bawah lantai. Perlahan lahan gw perhatiin gerakkannya yang mulai serba salah itu. Mengendap endap Rini berjalan menghampiri gw yang pura pura tertidur di atas ranjang gw yang berukuran no 1. Kemudian ditatap seongkongan batang yang tersembunyi menantang di balik Cd yang gw pakai.
Dalam hati gw, akhirnya dugaan gw tentang wanita berbulu halus di lengan dan pahanya ternyata benar. Bahwa memiliki hasrat seks yang tinggi untuk merasakannya.
Dengan posisi Rini berdiri di sisi ranjang, mulai perlahan tangannya ia julurkan mendekati punya gw yang tersembunyi itu. Di usap usap batang kont*l gw seirama. Naik... turun... yang terkadang diselinggi dengan pijatan kecil pada katong pelir dan usapan halus di kepala kont*l gw yang membengkak karena tegang dan keluar dari sisi atas CD yang gw pakai itu.
Hati hati dia mulai menarik ke dua sisi atas CD gw, pelan pelan hingga membebaskan hercules yang sedari tadi ingin keluar.
Digenggam batang kont*l gw dengan tangan kanannya dan mulai memainkan batangnya sambil menaik turunkan tangannya di barengi jilatan jilatan kecil yang menyapu permukaan kepala kont*l gw yang terlihat mengkilap membengkak karena rangsangan yang diberikan oleh Rini lewat jilatan jilatan lidahnya yang sangat nikmat itu. lama lama semakin beringas Rini melahap batang kont*l gw hingga masuk semuanya ke dalam mulutnya. Terasa sekali ujung batang kont*l gw mneyentuh hingga kerongkongannya. Terkadang digigit kecil pada helm surga gw. Akibatnya geli seperti ingin kencing.
Tak hanya itu. samar samar terlihat tangan sebelah kirinya mulai terselip diantara dasternya dengan kaki yang terbuka agak tertekuk pada lututnya. Rintihan demi rintihan silih berganti, seperti sudah tak memperdulikan keberadaan gw yang sedang ia nikmati. Akhirnya memang gw akui sendiri permainan yang Rini lakukan sangat nikmat sekali, melebihi bibinya yang slama ini gw anggap paling pro dalam hal seperti ini. Erangan gw akhirnya keluar juga dari sekian lama gw tahan agar dia nikmatin dulu hal yang ia lakukan terhadap hercules gw.

“Rin... kamu sedang apa... kok celana dalam saya kamu buka. Dan bukannya kamu sedang membersihkan kamar saya.” Pura pura gw kaget dan memergoki Rini sedang mengoral kont*l gw.

Mungkin karena malu karena tertangkap basah mengoral anak majikannya yang sedang tidur. Rini langsung keluar dengan muka yang merah karena malu. Gw pun gak tinggal diam, gw susul Rini yang keluar tanpa berkata apa apa. Terlihat di ruangan tengah. Rini sedang duduk sambil menutup mukanya karena kejadian yang tadi itu. perlahan gw mendekati Rini dan duduk sebelah kiri sampingnya.

“Kenapa Rin... kok malahan diam saja.” Tanya gw dengan nada yang sopan teratur, seakan seorang dosen fakultas yang bertanya kepada mahasiswi yang bersalah.

“Rini... malu sama kakak...” jawab Rini dengan masih menutup muka cantiknya. Dengan sedikit rambut halus yang tumbuh di atas bibir merah tipisnya.

“Kenapa malu... apa karena tadi Rini mengoral kakak yah... kalau boleh kakak tahu. Kamu tahu hal itu dari mana Rin...” tanya gw kembali sekedar ingin tahu pengalamannya tentang oral kelamin laki laki.

“mmmmhh... Rini pernah nonton dirumah temen Rini. Rini lihat cewek menghisap punya laki lakinya dengan begitu enaknya.” Jawab Rini dengan sejujur jujurnya menceritakan pengalamannya tentang hal mengoral.

“Trus kenapa tadi... saat kak Donny sedang istirahat. Kenapa kamu membuka celana dalam kakak dan mengoral kemaluan kakak dengan begitu nikmatnya.” Tanya gw yang seperti mengintrogasi seorang tersangka pembunuhan tingkat kakap.

“Habis... punyanya kakak gede banget dan membentuk diluar celana kak Donny. Rini pertama tama hanya penasaran saja ingin melihat bentuk punya kak Donn... tapi, Rini gak tahu. Tiba tiba Rini ingin sekali memasukkan punya kak Donny kedalam mulut Rini. Layak seperti film yang pernah Rini tonton di rumah teman Rini itu.” jawab Rini dengan begitu polosnya ingin tahu dan merasakan menghisap kelamin laki laki.

“Trus sekarang Rini masih pengen... atau mau rasa yang lebih dari yang tadi Rini lakukan terhadap kak Donny barusan.” Tanya gw dengan mengusap usap paha putihnya yang terlihat hingga pangkal pahanya.

Rini bagaikan terkunci bibirnya untuk menjawab penawaran gw itu. hanya dengan menganggukna kepalanya yang berartikan iya.
Perlahan gw kecup bibir tipis yang sempat membuat gw ingin sekali merasakan nikmat bibir gadis berumur 17 tahun yang sekarang terpampang dihadapan gw.
Dengan lembut gw mengecup bibir Rini, perlahan gw sapu setiap detail bibir itu. lembut, halus, seperti makanan agar agar. Perlahan gw menurunkan celana gw bersamaan dengan CD yang tadi sempat Rini turunin.
Gw tuntun tangan kirinya menuju hercules yang telah siap sedari tadi bertahan ingin ikut merasakan kembali usapan dan hisapan gadis 17 tahun ini lagi.
Di usap usap batang kont*l gw yang menegang dengan keras, bersamaan dengan nafas yang semakin meninggi karena didera nafsu darah perawan yang belum terjamah oleh laki laki. Tak ingin kalah dengan kegiatan tangan Rini, kini tangan gw mulai mengusap lembut gunung kembar yang membusung menantang untuk diremas oleh tangan perkasa. Tanpa gw perintah atau gw kasih petunjuk. Rini dengan kesadarannya membuka daster berserta bra kekecilan yang menutupi buah dadanya yang berukuran 36 C dengan pentil merah kecil menantang ingin sesegera di hisap dan mungkin di gigit kecil.
Sesaat langsung gw tarik tubuh mungil itu ke dalam jangkauan dekapan gw. Dengan sigap gw hisap puting susu Rini yang menantang dan ternyata telah mengeras sedaritadi. Rini ternyata tak ingin hanya dia seorang yang merasakan kenikmatan ini bila pasangannya tak merasakan kenikmatan ini juga.
Disambar batang kont*l gw tegang mnegacung tegak berdiri, berirama dengan desahan suaranya. Rini memanjakan kont*l gw dengan sangat lembut. Seakan akan tahu benda yang kini ia genggam sekarang adalah pusaka seseorang yang sekarang memberikan ia kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

“Uuuuhh....ssshhh... uuuuuhhhhh.... Kak... uuuuuhhh. Enak banget kak... Uuuuuhh...” desah Rini tanpa melepaskan genggamannya dari batang kont*l gw. Seakan akan takut kehilangan tongkat pusaka warisan nenek moyang.

“Rin... enakkan. Kak Donny gak bohongkan... ini hanya pemanasan saja. Nanti... nanti permainan yang sesungguhnya Rini akan merasakan melayang ke surga tingkat tertinggi.” Seru gw memancing agar birahi Rini semakin terbakar dengan omongan gw.

“HHmmm... enak kak... enak... uuuuuhhhh....uuuuhhhh....kak. berikan Rini kenikmatan yang kakkkaak jannnjiiin iiiituuuu...” seru Rini dibarengi dengan desahan yang tertahan.

Gw gak mau permainan seks gw dengan Rini dengan hanya terpaku pada satu posisi bercinta. Tapi gw mau memberikan Rini segala variasi bercinta dari kamasutra yang pernah gw baca di salah satu website di internet.

Sekarang posisi gw dengan Rini seperti 69. namun posisi ini bukan seperti posisi senggama yang pada umumnya. Posisi kepala Rini sekarang adalah di bawah dengan posisi gw duduk di sofa ruang keluarga. Jadi persisnya kaki Rini sekarang mengantung di atas dan mengapit kepala gw yang sedang melahap liang mem*k Rini yang masih halus tak ditumbuhi oleh seutas bulu sekalipun.
Memang aroma perawan sungguh beda. Aroma harum begitu merangsang ingin menjilatinya.
Dengan kedua tangan gw menahan pinggang Rini agar posisi liang kewanitaannya tetap di hadapan gw. Sedangkan Rini mengoral batang kemaluan gw dengan sangat lahapnya. Rambutnya terurai turun menyapu hingga ke lantai. Setiap kali lidah gw menyapu klitorisnya, maka Rini pasti mengapin kepala gw dengan keras. Seakan menahan sesuatu yang ingin keluar. Gw gak perduli... apa yang dirasakan Rini. Maka dengan grutal gw buka liang kewanitaannya dengan lidah gw dan menyelipkan diantara kedua belah daging yang mengapit klitorisnya. Sesekali gw sodok sodok dengan lidah gw yang menyentuh bagian yang paling sensitif wanita.

“Uuuuhhhh... kak ..... Rini gak tahan... mau kencing....Oooohhh....” desah Rini yang bingung dengan rasa yang menjalar tubuhnya kini.

Gw tahu dia hampir mencapai puncaknya. Maka dengan gerakan yang lebih kuat gw korek korek liang kewanitaannya dengan lidah gw yang bermain di dalam mem*knya. Mengisap klitorisnya. Mengigit kecil dan menarik klitorisnya dan akhirnya.....

“Kaaakkkk..... oooohhhh. Riiinni gak tahan lagiiii. Aaaaakkkkhhhh.” Desah Rini di barengi dengan mengakunya sekujur tubuhnya. Hingga akhirnya mengalir sejumlah cairan benih di selah selah bibir mem*knya yang montok itu.

Namun sungguh diluar dugaan gw sendiri. Ternyata Rini dengan cepat dapat kembali meningkat staminanya. Kembali meminta ingin merasakan kenikmatan yang gw pernah janjikan.
Dengan sigap, gw suruh Rini jongkok tepat diselangkangan gw, sedangkan gw tetap duduk di atas sofa. Kemudian gw minta Rini kembali mengoral kejantanan gw. Dengan mengikuti segala arahan yang gw berikan. Rini mengoral kejantanan gw dengan ekspresi muka yang sangat merangsangkan gw. Lalu gw pegang kepalanya dengan menjambak rambutnya yang panjang. Semakin menderu nafas gw, gw coba menahan kont*l gw dalam posisi hingga terasa banget kepala kont*l gw masuk sampai tengorokan Rini. Oh my God.... rasa dan sensasi yang ditimbulkan lebih nikmat dibandingkan ketika gw ngent*tin mbak Dian.
Setiap gesekan yang terjadi, memberikan sejuta sensasi yang nikmat sekali. Hingga tak terasa gw pun ikut mendesah karena rasa nikmat yang sangat sangat enak ini.
Gw gak mau ada tangan gw yang nganggur, dengan tangan sebelah kiri gw remas buah dada Rini yang bergelantungan layaknya buah pepaya yang siap untuk dinikmati kematangannya.

“Trus Rini hisap trus. Jilat.... enak... ssssshhhhh..... sempit banget mulut loe Rin... sssshhhhh.” Guyam gw memerintah Rini untuk semakin semangat meningkatkan gerakan naik turun.

“Oh my God.... that very Good darling.... yeah, do it again. Suck more my dick.” Kata gw, setika Rini semakin bringas melahap batang kont*l gw.

“Ooohh.... sit. I’m coming.... I’m coming. fu*k.” Crooot.... crooot....
Akhirnya muntah juga lahar panas berwarna putih memenuhi rongga mulutnya. Tanpa sempat Rini menghindar dari cairan kenikmatan gw itu.

“Kak kok di keluarin di dalam mulut Rini sih, iiihh kan jorok nih....” omel Rini sambil berjalan ke arak kamar mandi di lantai dua rumah gw yang gak jauh dari situ. Dengan tanpa mengenakan kembali dasternya Rini membersihkan mulutnya dari bekas muntahan sperma gw yang hampir memenuhi seluruh ruang didalam mulutnya.

Entah setan apa yang datang. Ketika melihat Rini yang sedang menungging membersihkan mulutnya. Hasrat seks gw kembali bergejolak ketika melihat lipatan daging yang terhimpit antara pahanya yang montok putih merangsangkan.
Sekejap langsung gw jongkok di belakang Rini tepat di bawah pantatnya yang bulat itu. kemudian mulai menjilat liang kewanitaannya yang tadi mengoda untuk kembali di jamah lagi.

“Kak.... Rini kan lagi bersihin mulut Rini nih... ssssshhhh.... nanti dulu dong. Uuuuuhhh....” ujar Rini yang masih dengan posisi menungging membelakangi gw.

Tanpa menghiraukan Rini berkata apa. Gw terus menjilati liang kewanitaan Rini.

“Rini kakak masukin yah punya kak kedalam mem*k kamu...” pinta gw dengan mengambil posisi doggie style.

“Mmmmhh.... plan... pelan yah. Kak. Rini baru kali ini di jamah sama laki laki.” Pinta Rini. Memberitahukan bahwa dirinya masih perawan dan belum terjamah oleh laki laki manapun.

Tanpa kembali menjawab pertanyaannya lagi. Gw suruh Rini memegang wastafel di hadapannya dan merenggangkan kedua kakinya agak lebar. Karena sebentar lagi hercules perkasa ini akan menerobos gerbang surga yang didambakan laki laki manapun.

Dengan tangan sebelah kanan mengenggam batang kont*l gw. Mengesek gesekkan kepala kont*l gw pada bibir mem*knya yang masih malu malu mereka itu. perlahan lahan dengan dibantu cairan yang keluar dari sela sela mem*knya, secara langsung membantu melancarkan kont*l gw untuk menerobos masuk dan sesegera mungkin merasakan kehangatan mem*knya Rini.
Perlahan gw dorong batang kont*l gw hingga membuat kedua bibir mem*k Rini ikut tertekan kedalam. Terpampang muka Rini yang meringis menahan sakit ketika benda tumpul berurat hendak memaksa masuk kedalam liang kewanitaan yang selama ini slalu Rini jaga.
Dengan susah payah, akhirnya kepala kont*l gw berhasil masuk. Perlahan gw tekan kembali dengan sedikit keras dengan tangan gw sebelah kiri memeras buah dadanya yang putih serta puting susu yang mengeras meruncing ke depan.

“Tahan yah Rin... ini hanya pertamanya saja yang sakit. Nanti setelah punya kak masuk ke dalam mem*k kamu. Bukan sakit yang akan kamu rasakan lagi, tapi kenikmatan yang pernah sebelumnya kak janjikan kepada kamu tadi.” Rayu gw untuk menenangkan sakit yang ia derita saat kont*l gw akan menerobos liang surganya.
Rini tak menjawab perkataan gw. Hanya menganggukkan kepalanya dan sesekali menatap ke arah gw yang sekarang akan menyetubuhinya lebih lanjut.

“Aaaakkkhh.... kkaakk... saaakkkit. Kak. Sakit banget.” Teriak Rini setelah seluruh batang kont*l gw berhasil menembus gerbang yang tadi menintip malu malu.

Namun gw gak akan menyia yia kan usaha gw yang tadi begitu susahnya menerobos mem*knya.
Pelan pelan gw tarik batang kont*l gw hingga hanya menyisakan setengahnya di dalam dan kembali menekam batang kont*l gw masuk kedalam lagi. Gw lakukan berkali kali biar mem*k Rini bisa menyesuai benda asing yang menganjal di tengah tengah rongga sempit yang masih perawan itu. selama 3 menit lebih gw lakukan pengadaptasian di mem*knya Rini. Bisa gw liahat di pantulan kaca wastafel ada tetesan air mata yang mengalir di kedua pipi halusnya. Namun selang beberapa menit kemudian bukan isak tangis yang kini terdengar namun desahan yang mirip terdengar kini.

“Gimana Rin... masih sakit gak punya kamu.” Tanya gw memastikan rasa yang kini ia rasakan tanpa menghentikan penestrasi kedalam liang kewanitaannya.

“Kak... kak. Agak lebih cepat dan agak keras dong tekannya. Enak... sekarang enak kak.” Ujar Rini memberikan izin gw untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya.

Lalu tanpa melanjutkannya gw mempercepat sodokan kont*l gw ke dalam mem*knaya yang seirama dengan goyangan pantat Rini yang mendorong pantatnya yang putih bulat itu ke belakang.
Sodokan demi sodokan gw pompa terus menerus ke mem*k perawan yang sempit itu. terasa sekali di sekujur batang kont*l gw timbul rasa ngilu yang begitu amat sangat nikmatnya.

Semakin lama gw percepat irama pompaan kont*l gw yang diiringi desahan haus seorang wanita yang baru pertama kali merasakan surga dunia.

“uuuuhhh.... ssshhhh.... kak. Lagi kak. Lebih keras.” Pinta Rini yang merasa kurang kencang menyetubuhinya.

“Gila nih perawan, segini kencangnya gw hantam pake kont*l gw, dia bilang kurang!!!!” umpat gw dalam hati yang merasa heran atas hasrat seks yang terpendam dalam diri Rini ini.
Mungkin karena terasa terkuras tenaga yang ada didalam badan gw ini. Akhirnya gw minta kepada Rini untuk mengubah posisi ngent*tnya. Gw gendong Rini merapat ke dinding rumah gw. Dengan kedua tangan Rini melingkar di leher gw. Kedua kakinya melingkar dipinggang gw seperti anak kecil yang sedang ingin memanjat pohon. Dengan cepat ia meraih batang kont*l gw dan meletakkan kembali ke dalam liang kewanitaannya. Seakan akan tak mau sampai kenikmatan yang tadi ia rasakan terputus sebelum ia mencapai puncak kenikmatannya yang selanjutnya. Dengan gaya mengendong Rini dan sambil berjalan menuju ke dalam kamar gw yang pertama kali Rini mengoral kont*l gw tadi.

Merebahkan tubuh mungil Rini yang mengiurkan itu di atas ranjang gw. Berusaha untuk tidak merubah posisi keberadaan kont*l gw yang sudah menancap didalam mem*knya.
Dengan mengangkat kedua kakinya dan menaruhkannya di atas bahu gw, membuat lebih leluasa kont*l gw untuk keluar masuk mem*knya Rini.

“Dah gak sakit lagi’kan... enak’kan sekarang rasanya. Eeehhhhmmm... eeehhhhmm.... enak Rin. Kalau kakak sodok mem*k Rini kayak gini.” Tanya gw terhadap Rini dengan posisi setengah tertindih oleh badan gw.
Rini hanya menatap gw yang sedang memompanya sambil mengigit tipis bibir bawanya yang mungil. Dengan menganggukkan kepala dan mengucap usapkan kedua tangannya pada dada gw yang bidang.
Namun ada satu ekspresi muka Rini yang buat gw sungguh sungguh terangsang banget. Saat gw hentakin dengan keras batang kont*l gw ke dalam liang kemaluannya. Saat itu paras ayunya semakin merangsangkan dengan bibir mungil nya yang membuka sedikit, seperti mengharapkan rasa nikmat yang lebih.

“Rin... mem*k kamu memang sungguh nikmat sekali... beda sekali dengan mem*knya mbak Dian.” Kata gw dengan tanpa sadar mengucapkan kata kata itu.

Dengan paras muka kaget, Rini menatap gw yang masih terus memompa mem*knya dengan cepat. Namun Rini hanya diam tanpa mempersoalkan bahwa gw juga sudah pernah mencicipi liang kenikmatan bibinya Dian.
Selang beberapa menit. Rini meminta agar merubah posisi senggamanya menjadi women on top. Alasannya ia lebih menikmati bila liang kewanitaannya ditikam oleh kont*l gw dari bawah. Sensasi yang akan ia rasakan lebih nikmat dibandingkan dengan gaya sebelumnya.
Perlahan gw merubah posisi kembali. Namun kali ini terpaksa harus mencabut terlebuh dahulu bazzoka yang sudah tertancap di laras Rini.
Dengan berirama Rini mengoyangkan pantatnya yang bulat indah itu maju mundur, layaknya seseorang yang sedang naik kuda pacuan.
Ekspresi Rini kali ini membuat gw sungguh tergila gila akan perlakuan yang ia perbuat atas kont*l gw ini. Terasa sekali kont*l gw mengaduk seluruh isi liang kewanitaannya. Terkadang maju mundur, terkadang berputar putar seperti goyangan salah satu artis Inul daratista yang sedang goyang ngebor.

“Rin.... nikmat banget. Trusss Rin. Jangan berhenti.” Terasa kont*l gw akhirnya mendenyut denyut akan memuntahkan sesuatu dari pangkalnya. “Gila enak banget, mem*k kamu memang kakak akuin lebih nikmat dibandingkan dengan mbak Dian. Uuuuhhh... damn. Trus... Rin.” Umpat gw yang merasa akan mencapai puncaknya.

“Kak... Rini mau.... mmmmauu.... sssssshhh.... kkakak.... oooooohhh.... kkllluar.” Desah Rini yang memberitahukan gw ia mau mencapai puncaknya juga.

“Rin... tahan sebentar lagi... seddiiikkit lagi. Kita keluarin samamma yah....uuuhh.”

Semakinkencang goyangan yang dibuat oleh Rini. Dan akhirnya....

“Aaakkkhhh..... kakak.” Teriak Rini sambil merebahkan tubuhnya yang lemas terkuras di atas tubuh gw. Dengan posisi batang kont*l gw yang masih menancap didalam mem*knya. Karena Rini tak mampu menahan dorongan yang memaksa. Akhirnya Rini mencapai puncaknya terlebih dahulu. Dengan kencang gw hujam kont*l gw semakin cepat ke dalam mem*knya. Tanpa memperdulikan tubuh Rini yang sudah terbujur lemas di atas badan gw.

“Crooot.... Croot....” sperma gw muncrat semuanya didalam rahim Rini. Karena banyaknya sperma yang keluar memenuhi rahimnya hingga tak tertempung. Sperma yang gw keluarin itu mengalir melalui sela sela bibir mem*k Rini yang montok itu.
Tanpa mencabut bazzoka yang masih menancap. Gw biarkan Rini istirahat, tidur diatas badan gw layaknya seorang anak kecil yang tertidur karena kelelahan.
Dalam satu hari penuh gw setubuhi Rini terus menerus. Mumpung rumah gak ada siapa2. hanya Rini dan gw. Dari pagi hingga malam jam 9 malam sebelum seluruh anggota keluarga gw pulang ke rumah.

“Rin... terima kasih yah. Rini sudah mau kasih kakak keperawanan Rini.” Ujar gw mengucapkan terima kasih setelah melahap keperawanan yang nikmat itu.

“Rini juga sangat terima kasih sama kak Donny. Mau izinin Rini merasakan surga dunia yang begitu indah ini.” Jawab Rini sambil masih merebahkan kepalanya di dada gw.

Sungguh beruntungnya diri gw saat ini dan nanti kedepannya. Memiliki pemuas nafsu didalam rumah sendiri. Tanpa harus membayar sepeser uangpun kepada mereka. Permainan antara keponakan dan bibinya sungguh nikmat sekali. Hingga pernah gw lakuin bertiga. Saat seluruh keluarga gw pergi ke rumah saudara gw yang ada di surabaya. Kebetulan mereka menginap selama tiga hari dua malam disana. Bisa kebayang gak nikmatnya tidur didampingi dua wanita yang memiliki hasrat seks yang tinggi. Dalam satu hari gw bisa layanin mereka berdua sebanyak 7 kali. Itu juga harus gw bantu dengan telor ayam kampung dicampur dengan madu sebelum bertempur.
Di dapur... di ruang keluarga... di balkon lantai dua... huh, pokoknya dimana mereka berada, disana juga gw ent*tin Rini atau mbak Dian dengan sesuka hati gw.
Namun yang paling nikmat saat gw ent*tin Rini di Taman Rumah gw. Diatas rumput hanya di alasin oleh handuk putih.

Nikmatnya punya pembantu yang Hot seperti Mbak Dian dan Rini yang masih berusia 17 tahun ini.


Monday, May 21, 2012

Tukar Pasangan Abg Montok

Kisah seruku menggarap cewek abg akan kuceritakan dalam cerita dewasa kali ini.

Aku terbangun karena hp ku berdering. Kulihat Dina, abg yang kugarap tadi malam, masih terlelap. Toketnya yang montok bergerak seiring dengan tarikan napasnya. Pengen aku menggelutinya lagi, tetapi temanku Ardi sedang menunggu diujung hp. Aku keluar kamar supaya Dina gak terganggu dengan pembicaraanku. "Baru bangun ya", terdengar suara Ardi diujung sana. "Iya, mau ngapain pagi gini dah nelpon, masih ngantuk", jawabku. "Gini ari baru bangun, udah jam 10 nih. Pasti ngegarap abg ya". "La iya lah", jawabku. "Ada apa". "Tukeran abg yuk, aku semalam main ama pembantu sebelah". "Pembantu? emangnya gak ada cewek yang lain", kataku, rada kesel. Masak Dina mau dituker ama pembantu. "Tunggu dulu, biar pembantu Ana cantik kaya anak gedongan. Bodinya montok banget dan napsunya gede banget, maunya terus2an main. Kamu pasti puas lah main ama dia". "Masak sih, kalo cewekku Dina, anak skolahan, montok dan binal kalo di ranjang", jawabku lagi. "Ya udah, kita tukeran aja, mau enggak. Kalo mau aku ama Ana cabut kerumahmu sekarang". Aku tertarik juga dengan tawaran, pengen juga aku ngeliat kaya apa sih pembantu yang katanya kaya anak gedongan, "Ok, dateng aja". Pembicaraan terhenti. Aku kembali ke kekamar.

Dina udah bangun. "Ada apa om, mau maen lagi gak", katanya sambil tersenyum. "Belum puas semalem ya Din. Temen om tadi nelpon ngajakin om tuker pasangan. Dina mau gak maen ama temennya om. Dia juga ahli kok nggarap cewek abg kaya Dina", jawabku. "Kalo nikmat ya Dina sih mau aja", Dina bangun dari tempat tidur dan masuk kamar mandi. Aku menyusulnya. Sebenarnya aku napsu lagi ngeliat Dina yang masih telanjang bulat, tetapi karena Ana mau dateng ya aku tahan aja napsuku. Kita mandi sama sambil saling menyabuni sehingga kon tolku ngaceng lagi. "Om, kon tolnya ngaceng lagi tuh, maen lagi yuk", ajak Dina sambil ngocok kon tolku. "Kan Dina mau maen ama temennya om, nanti aja maennya. Temen om ama ceweknya lagi menuju kemari", jawabku. Sehabis mandi, kita sarapan dulu. Dina tetep aja bertelanjang bulat sementara aku cuma pake celana pendek saja. Selesai makan aku menarik Dina saung dipinggir kolam renang yang ada dibelakang rumahku. Dina kupeluk dan kuciumi sementara tanganku sibuk meremes2 toket montoknya. Dinapun gak mau kalah, kon tolku digosok2nya dari luar celana ku.

Sedang asik, Ardi dan Ana datang. Ardi sudah biasa kalo masuk rumahku langsung nyelonong aja kedalem, karena kami punya kunci rumah masing2. Ana ternyata cantik juga, seperti bintang sinetron berdarah arab yang aku lupa namanya. Ana make pakean ketat, sehingga toketnya yang besar tampak sangat menonjol. Pantatnya yang besar juga tampak sangat menggairahkan. Ana terkejut melihat Dina yang bertelanjang bulat. Kuperkenalkan Dina pada Ardi, Ardi langsung menggandeng Dina masuk ke rumah.

"An, Ardi bilang dia nikmat banget ngen tot sama kamu, no nok kamu bisa ngempot ya, aku jadi kepingin ngerasain diempot juga", kataku sambil mencium pipinya. "An, kamu napsuin banget, tetek besar dan pantat juga besar". "Dina kan juga napsuin pak", jawabnya sambil duduk disebelahku di dipan. "Jangan panggil pak dong, panggil om. Kan saya belum tua", kataku sambil memeluknya. Kucium pipinya sambil jemariku membelai-belai bagian belakang telinganya. Matanya terpejam seolah menikmati usapan tanganku. Kupandangi wajahnya yang manis, hidungnya yang mancung lalu bibirnya. Tak tahan berlama-lama menunggu akhirnya aku mencium bibirnya. Kulumat mesra lalu kujulurkan lidahku. Mulutnya terbuka perlahan menerima lidahku. Lama aku mempermainkan lidahku di dalam mulutnya. Lidahnya begitu agresif menanggapi permainan lidahku, sampai-sampai nafas kami berdua menjadi tidak beraturan. Sesaat ciuman kami terhenti untuk menarik nafas, lalu kami mulai berpagutan lagi dan lagi. Kubelai pangkal lengannya yang terbuka. Kubuka telapak tanganku sehingga jempolku bisa menggapai permukaan dadanya sambil membelai pangkal lengannya. Bibirku kini turun menyapu lehernya seiring telapak tanganku meraup toketnya. Ana menggeliat bagai cacing kepanasan terkena terik mentari. Suara rintihan berulang kali keluar dari mulutnya di saat lidahku menjulur menikmati lehernya yang jenjang. "Om...." Ana memegang tanganku yang sedang meremas toketnya dengan penuh napsu. Bukan untuk mencegah, karena dia membiarkan tanganku mengelus dan meremas toketnya yang montok."An, aku ingin melihat toketmu", ujarku sambil mengusap bagian puncak toketnya yang menonjol. Dia menatapku. Ana akhirnya membuka tank top ketatnya di depanku. Aku terkagum-kagum menatap toketnya yang tertutup oleh BH berwarna hitam. Toketnya begitu membusung, menantang, dan naik turun seiring dengan desah nafasnya yang memburu. Sambil berbaring Ana membuka pengait BH-nya di punggungnya. Punggungnya melengkung indah. Aku menahan tangan Ana ketika dia mencoba untuk menurunkan tali BH-nya dari atas pundaknya. Justru dengan keadaan BH-nya yang longgar karena tanpa pengait seperti itu membuat toketnya semakin menantang. "toketmu bagus, An", aku mencoba mengungkapkan keindahan pada tubuhnya. Perlahan aku menarik turun cup BH-nya. Mata Ana terpejam. Perhatianku terfokus ke pentilnya yang berwarna kecoklatan. Lingkarannya tidak begitu besar sedang ujungnya begitu runcing dan kaku. Kuusap pentilnya lalu kupilin dengan jemariku. Ana mendesah. Mulutku turun ingin mencicipi toketnya. "Egkhh.." rintih Ana ketika mulutku melumat pentilnya.

Kupermainkan dengan lidah dan gigiku. Sekali-sekali kugigit pentilnya lalu kuisap kuat-kuat sehingga membuat Ana menarik rambutku. Puas menikmati toket yang sebelah kiri, aku mencium toket Ana yang satunya yang belum sempat kunikmati. Rintihan-rintihan dan desahan kenikmatan keluar dari mulut Ana. Sambil menciumi toket Ana, tanganku turun membelai perutnya yang datar, berhenti sejenak di pusarnya lalu perlahan turun mengitari lembah di bawah perut Ana. Kubelai pahanya sebelah dalam terlebih dahulu sebelum aku memutuskan untuk meraba no noknya yang masih tertutup oleh celana jeans ketat yang dikenakan Ana. Aku secara tiba-tiba menghentikan kegiatanku lalu berdiri di samping dipan. Ana tertegun sejenak memandangku, lalu matanya terpejam kembali ketika aku membuka jeans warna hitamnya. Aku masih berdiri sambil memandang tubuh Ana yang tergolek di dipan, menantang. Kulitnya yang tidak terlalu putih membuat mataku tak jemu memandang. Perutnya begitu datar. Celana jeans ketat yang dipakainya telihat terlalu longgar pada pinggangnya namun pada bagian pinggulnya begitu pas untuk menunjukkan lekukan pantatnya yang sempurna. Puas memandang tubuh Ana, aku lalu membaringkan tubuhku disampingnya. Kurapikan untaian rambut yang menutupi beberapa bagian pada permukaan wajah dan leher Ana. Kubelai lagi toketnya. Kucium bibirnya sambil kumasukkan air liurku ke dalam mulutnya. Ana menelannya. Tanganku turun ke bagian perut lalu menerobos masuk melalui pinggang celana jeans Ana yang memang agak longgar. Jemariku bergerak lincah mengusap dan membelai selangkangan Ana yang masih tertutup CDnya. jari tengah tanganku membelai permukaan CDnya tepat diatas no noknya, basah. Aku terus mempermainkan jari tengahku untuk menggelitik bagian yang paling pribadi tubuh Ana. Pinggul Ana perlahan bergerak ke kiri, ke kanan dan sesekali bergoyang untuk menetralisir ketegangan yang dialaminya.

aku menyuruh Ana untuk membuka celana jeans yang dipakainya. Tangan kanan Ana berhenti pada permukaan kancing celananya. Ana lalu membuka kancing dan menurunkan reitsliting celana jeansnya. CD hitam yang dikenakannya begitu mini sehingga jembut keriting yang tumbuh di sekitar no noknya hampir sebagian keluar dari pinggir CDnya. Aku membantu menarik turun celana jeans Ana. Pinggulnya agak dinaikkan ketika aku agak kesusahan menarik celana jeans Ana. Akupun melepas celana pendekku. Posisi kami kini sama-sama tinggal mengenakan CD. Tubuhnya semakin seksi saja. Pahanya begitu mulus. Memang harus kuakui tubuhnya begitu menarik dan memikat, penuh dengan sex appeal. Kami berpelukan. Kutarik tangan kirinya untuk menyentuh kon tolku dari luar CD ku. "Oh.." Ana menyentuh kon tolku yang tegang. "Kenapa, An?" tanyaku. Ana tidak menjawab, malah melorotkan CD ku. Langsung kon tolku yang panjangnya kira-kira 18 cm serta agak gemuk dibelai dan digenggamnya. Belaiannya begitu mantap menandakan Ana juga begitu piawai dalam urusan yang satu ini. "Tangan kamu pintar juga ya, An,"´ ujarku sambil memandang tangannya yang mengocok kon tolku. "Ya, mesti dong!" jawabnya sambil cekikikan. "Om sama Dina semalem maen berapa kali?" tanyanya sambil terus mengurut-urut kon tolku. "Kamu sendiri semalem maen berapa kali sama Ardi?" aku malah balik berrtanya. Mendapat pertanyaan seperti itu entah kenapa nafsuku tiba-tiba semakin liar. Ana akhirnya bercerita kalau Ardi napsu sekali tadi malem menggeluti dia. Mau berapa kali Arif meminta, Ana pasti melayaninya. Mendengar perjelasan begitu jari-jariku masuk dari samping CD langsung menyentuh bukit no nok Ana yang sudah basah. Telunjukku membelai-belai i tilnya sehingga Ana keenakan. "Kamu biasa ngisep kan, An?" tanyaku. Ana tertawa sambil mencubit kon tolku. Aku meringis. "Kalo punya om mana bisa?" ujarnya. "Kenapa memangnya?" tanyaku penasaran. "Nggak muat di mulutku," selesai berkata demikian Ana langsung tertawa kecil. "Kalau yang dibawah, gimana?" tanyaku lagi sambil menusukkan jari tengahku ke dalam no noknya. Ana merintih sambil memegang tanganku. Jariku sudah tenggelam ke dalam liang no noknya. Aku merasakan no noknya berdenyut menjepit jariku. Ugh, pasti nikmat sekali kalau kon tolku yang diurut, pikirku. Segera CD nya kulepaskan.

Perlahan tanganku menangkap toketnya dan meremasnya kuat. Ana meringis. Diusapnya lembut kon tolku keras banget. Tangannya begitu kreatif mengocok kon tolku sehingga aku merasa keenakan. Aku tidak hanya tinggal diam, tanganku membelai-belai toketnya yang montok. Kupermainkan pentilnya dengan jemariku, sementara tanganku yang satunya mulai meraba jembut lebat di sekitar no nok Ana. kuraba permukaan no nok Ana. Jari tengahku mempermainkan i tilnya yang sudah mengeras. kon tolku kini sudah siap tempur dalam genggaman tangan Ana, sementara no nok Ana juga sudah mulai mengeluarkan cairan kental yang kurasakan dari jemari tanganku yang mengobok-obok no noknya. Kupeluk tubuh Ana sehingga kon tolku menyentuh pusarnya. Tanganku membelai punggung lalu turun meraba pantatnya yang montok. Ana membalas pelukanku dengan melingkarkan tangannya di pundakku. Kedua telapak tanganku meraih pantat Ana, kuremas dengan sedikit agak kasar lalu aku menaiki tubuhnya. Kaki Ana dengan sendirinya mengangkang. Kuciumi lagi lehernya yang jenjang lalu turun melumat toketnya. Telapak tanganku terus membelai dan meremas setiap lekuk dan tonjolan pada tubuh Ana. Aku melebarkan kedua pahanya sambil mengarahkan kon tolku ke bibir no noknya. Ana mengerang lirih. Matanya perlahan terpejam. Giginya menggigit bibir bawahnya untuk menahan laju birahinya yang semakin kuat. Ana menatap aku, matanya penuh nafsu seakan memohon kepadaku untuk memasuki no noknya."Aku ingin mengen totmu, An" bisikku pelan, sementara kepala kon tolku masih menempel di belahan no nok Ana. Kata ini ternyata membuat wajah Ana memerah. Ana menatapku sendu lalu mengangguk pelan sebelum memejamkan matanya. aku berkonsentrasi penuh dengan menuntun kon tolku yang perlahan menyusup ke dalam no nok Ana.

Terasa seret, memang, nikmat banget rasanya. Perlahan namun pasti kon tolku membelah no noknya yang ternyata begitu kencang menjepit kon tolku. no noknya begitu licin hingga agak memudahkan kon tolku untuk menyusup lebih ke dalam. Ana memeluk erat tubuhku sambil membenamkan kuku-kukunya di punggungku hingga aku agak kesakitan. Namun aku tak peduli. "Om, gede banget, ohh.." Ana menjerit lirih. Tangannya turun menangkap kon tolku. "Pelan om". Soalnya aku tahu pasti ukuran kon tol Ardi tidaklah sebesar yang kumiliki. Akhirnya kon tolku terbenam juga di dalam no nok Ana. Aku berhenti sejenak untuk menikmati denyutan-denyutan yang timbul akibat kontraksi otot-otot dinding no nok Ana. Denyutan itu begitu kuat sampai-sampai aku memejamkan mata untuk merasakan kenikmatan yang begitu sempurna. Kulumat bibir Ana sambil perlahan-lahan menarik kon tolku untuk selanjutnya kubenamkan lagi. Aku menyuruh Ana membuka kelopak matanya. Ana menurut. Aku sangat senang melihat matanya yang semakin sayu menikmati kon tolku yang keluar masuk dari dalam no noknya. "Aku suka no nokmu, An.. no nokmu masih rapet" ujarku sambil merintih keenakan. Sungguh, no nok Ana enak sekali. "Kamu enak kan, An?" tanyaku lalu dijawab Ana dengan anggukan kecil. Aku menyuruh Ana untuk menggoyangkan pinggulnya. Ana langsung mengimbangi gerakanku yang naik turun dengan goyangan memutar pada pinggangnya. "Suka kon tolku, An?" tanyaku lagi. Ana hanya tersenyum. kon tolku seperti diremas-remas ditambah jepitan no noknya. "Ohh.. hh.." aku menjerit panjang. Rasanya begitu nikmat. Aku mencoba mengangkat dadaku, membuat jarak dengan dadanya dengan bertumpu pada kedua tanganku. Dengan demikian aku semakin bebas dan leluasa untuk mengeluar-masukkan kon tolku ke dalam no nok Ana.

Kuperhatikan kon tolku yang keluar masuk dari dalam no noknya. Dengan posisi seperti ini aku merasa begitu jantan. Ana semakin melebarkan kedua pahanya sementara tangannya melingkar erat di pinggangku. Gerakan naik turunku semakin cepat mengimbangi goyangan pinggul Ana yang semakin tidak terkendali. "An.. enak banget, kamu pintar deh." ucapku keenakan. "Ana juga, om", jawabnya. Ana merintih dan mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan. Berulang kali mulutnya mengeluarkan kata, "aduh" yang diucapkan terputus-putus. Aku merasakan no nok Ana semakin berdenyut sebagai pertanda Ana akan mencapai puncak pendakiannya. Aku juga merasakan hal yang sama dengannya, namun aku mencoba bertahan dengan menarik nafas dalam-dalam lalu bernafas pelan-pelan untuk menurunkan daya rangsangan yang kualami. Aku tidak ingin segera menyudahi permainan ini hanya dengan satu posisi saja. Aku mempercepat goyanganku ketika kusadari Ana hampir nyampe. Kuremas toketnya kuat seraya mulutku menghisap dan menggigit pentilnya. Kuhisap dalam-dalam. "Ohh.. hh.. om.." jerit Ana panjang. Aku membenamkan kon tolku kuat-kuat ke no noknya sampai mentok agar Ana mendapatkan kenikmatan yang sempurna. Tubuhnya melengkung indah dan untuk beberapa saat lamanya tubuhnya kejang. Kepalaku ditarik kuat terbenam diantara toketnya. Pada saat tubuhnya menyentak-nyentak aku tak sanggup untuk bertahan lebih lama lagi. "An, aakuu.. keluaarr, Ohh.. hh.." jeritku. Ana yang masih merasakan orgasmenya mengunci pinggangku dengan kakinya yang melingkar di pinggangku. Saat itu juga aku memuntahkan peju hangat dari kon tolku. Kurasakan tubuhku bagai melayang. secara spontan Ana juga menarik pantatku kuat ke tubuhnya. Mulutku yang berada di belahan dada Ana kuhisap kuat hingga meninggalkan bekas merah pada kulitnya. Telapak tanganku mencengkram toket Ana. Kuraup semuanya sampai-sampai Ana kesakitan. Aku tak peduli lagi. Pejuku akhirnya muncrat membasahi no noknya. Aku merasakan nikmat yang tiada duanya ditambah dengan goyangan pinggul Ana pada saat aku mengalami orgasme. Tubuhku akhirnya lunglai tak berdaya di atas tubuh Ana. kon tolku masih berada di dalam no nok Ana. Ana mengusap-usap permukaan punggungku. "Ana puas sekali dien tot om,” katanya. Aku kemudian mencabut kon tolku dari no noknya. Dari dalam Ardi keluar sudah berpakaian lengkap. "Pulang yuk An, sudah sore", ajaknya.

Aku masuk kembali ke kamar. Dina ada di kamar mandi dan terdengar shower nyala. Aku bisa mendengarnya karena pintu kamar mandi tidak ditutup. Tak lama kemudian, shower terdengar berhenti dan Dina keluar hanya bercelana pendek. Ganti aku yg masuk ke kamar mandi, aku hanya membersihkan tubuhku. Keluar dari kamar mandi, Dina berbaring diranjang telanjang bulat. "Kenapa Din, lemes ya dien tot Ardi", kataku. "Lebih enak ngen tot sama om, kon tol om lebih besar soalnya", jawab Dina tersenyum. "Malem ini kita men lagi ya om". Hebat banget Dina, gak ada matinya. Pengennya dien tot terus. "Ok aja, tapi sekarang kita cari makan dulu ya, biar ada tenaga bertempur lagi nanti malem", kataku sambil berpakaian. Dina pun mengenakan pakaiannya dan kita pergi mencari makan malem. Kembali ke rumah sudah hampir tengah malem, tadi kita selain makan santai2 di pub dulu.

Di kamar kita langsung melepas pakaian masing2 dan bergumul diranjang. Tangan Dina bergerak menggenggam kon tolku. Aku melenguh seraya menyebut namanya. Aku meringis menahan remasan lembut tangannya pada kon tolku. Dina mulai bergerak turun naik menyusuri kon tolku yang sudah teramat keras. Sekali-sekali ujung telunjuknya mengusap kepala kon tolku yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kembali aku melenguh merasakan ngilu akibat usapannya. Kocokannya semakin cepat. Dengan lembut aku mulai meremas-remas toketnya. Tangan Dina menggenggam kon tolku dengan erat. Pentilnya kupilin2. Dina masukan kon tolku kedalam mulutnya dan mengulumnya. Aku terus menggerayang toketnya, dan mulai menciumi toketnya. Napsuku semakin berkobar. Jilatan dan kuluman Dina pada kon tolku semakin mengganas sampai-sampai aku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutnya. Aku membalikkan tubuhnya hingga berlawanan dengan posisi tubuhku. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Lidahku menyentuh no noknya dengan lembut. Tubuhnya langsung bereaksi dan tanpa sadar Dina menjerit lirih. Tubuhnya meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidahku di no noknya. Kedua pahanya mengempit kepalaku seolah ingin membenamkan wajahku ke dalam no noknya. kon tolku kemudian dikempit dengan toketnya dan digerakkan maju mundur, sebentar. Aku menciumi bibir no noknya, mencoba membukanya dengan lidahku. Tanganku mengelus paha bagian dalam. Dina mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakinya yang tadinya merapat. Aku menempatkan diri di antara kedua kakinya yang terbuka lebar. kon tol kutempelkan pada bibir no noknya. Kugesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Dina merasa ngilu bercampur geli dan nikmat. no noknya yang sudah banjir membuat gesekanku semakin lancar karena licin. Dina terengah-engah merasakannya. Aku sengaja melakukan itu. Apalagi saat kepala kon tolku menggesek-gesek i tilnya yang juga sudah menegang. "Om.?" panggilnya menghiba. "Apa Din", jawabku sambil tersenyum melihatnya tersiksa. "Cepetan.." jawabnya. Aku sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kon tol. Sementara Dina benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahinya. "Dina sudah pengen dien tot om", katanya.

Dina melenguh merasakan desakan kon tolku yang besar itu. Dina menunggu cukup lama gerakan kon tolku memasuki dirinya. Serasa tak sampai-sampai. Maklum aja, selain besar, kon tolku juga panjang. Dina sampai menahan nafas saat kon tolku terasa mentok di dalam, seluruh kon tolku amblas di dalam. Aku mulai menggerakkan pinggulnya pelan2. Satu, dua dan tiga enjotan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam no noknya membuat kon tolku keluar masuk dengan lancarnya. Dina mengimbangi dengan gerakan pinggulnya. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama enjotanku. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting enjotanku mencapai bagian-bagian peka di no noknya. Dina bagaikan berada di surga merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. kon tolku menjejali penuh seluruh no noknya, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan kon tolku sangat terasa di seluruh dinding no noknya. Dina merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Dina mengakui keperkasaan dan kelihaianku di atas ranjang. Yang pasti Dina merasakan kepuasan tak terhingga ngen tot denganku. Aku bergerak semakin cepat. kon tolku bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitivenya. Dina meregang tak kuasa menahan napsuku, sementara aku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulku naik turun, ke kiri dan ke kanan. Erangannya semakin keras. Melihat reaksinya, aku mempercepat gerakanku. kon tolku yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya. Tubuhnya sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Dina meraih tubuhku untuk didekap. Direngkuhnya seluruh tubuhku sehingga aku menindih tubuhnya dengan erat. Dina membenamkan wajahnya di samping bahuku. Pinggul nya diangkat tinggi-tinggi sementara kedua tangannya menggapai pantatku dan menekannya kuat-kuat. Dina meregang. Tubuhnya mengejang-ngejang. "om..", hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya saking dahsyatnya kenikmatan yang dialaminya nersamaku. Aku menciumi wajah dan bibirnya. Dina mendorong tubuhku hingga terlentang. Dia langsung menindihku dan menciumi wajah, bibir dan sekujur tubuhku. Kembali diemutnya kon tolku yang masih tegak itu. Lidahnya menjilati, mulutnya mengemut. Tangannya mengocok-ngocok kon tolku. Belum sempat aku mengucapkan sesuatu, Dina langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuhku. no noknya berada persis di atas kon tolku. "Akh!" pekiknya tertahan ketika kon tolku dibimbingnya memasuki no noknya.

Tubuhnya turun perlahan-lahan, menelan seluruh kon tolku. Selanjutnya Dina bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhnya melonjak-lonjak. Pinggulnya bergerak turun naik. "Ouugghh.. Din.., luar biasa!" jeritku merasakan hebatnya permainannya. Pinggulnya mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tanganku mencengkeram kedua toketnya, kuremas dan dipilin-pilin. Aku lalu bangkit setengah duduk. Wajah kubenamkan ke dadanya. Menciumi pentilnya. Kuhisap kuat-kuat sambil kuremas-remas. Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan panasnya udara meski kamar menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Dina berkutat mengaduk-aduk pinggulnya. Aku menggoyangkan pantatku. Tusukan kon tolku semakin cepat seiring dengan liukan pinggulnya yang tak kalah cepatnya. Permainan kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjang sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. AKu merasa pejuku udah mau nyembur. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Tak selang beberapa detik kemudian, Dina pun merasakan desakan yang sama. Dina terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku mulai mengejang, mengerang panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Akhirnya, pejuku nyemprot begitu kuat dan banyak membanjiri no noknya. Dina pun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam dirinya. Sambil mendesakan pinggulnya kuat-kuat, Dina berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan denganku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. "om, nikmaat!" jeritnya tak tertahankan. Dina lemes, demikian pula aku. Tenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 1 jam! akhirnya kami tertidur kelelahan.

LinkWithin