Showing posts with label Cerita Tante. Show all posts
Showing posts with label Cerita Tante. Show all posts

Saturday, May 18, 2013

Cerita Sex Dada Nyonya Seni

Cerita Sex Dada Nyonya Seni : Sudah masuk tahun ketiga aku buka praktek di sini semuanya berjalan biasa-biasa saja seperti layaknya praktek dokterr umum lainnya. Pasien bervariasi umur dan status sosialnya. Pada umumnya datang ke tempat praktekku dengan keluhan yang juga tak ada yang istimewa. Flu, radang tenggorokan, sakit perut, maag, gangguan pencernaan, dll.

Akupun tak ada masalah hubungan dengan para pasien. Umumnya mereka puas atas hasil diagnosisku, bahkan sebagian besar pasien merupakan pasien “langganan”, artinya mereka sudah berulang kali konsultasi kepadaku tentang kesehatannya. Dan, ketika aku iseng memeriksa file-file pasien, aku baru menyadari bahwa 70 % pasienku adalah ibu-ibu muda yang berumur antar 20 – 30 tahun. Entah kenapa aku kurang tahu.

“Mungkin dokter ganteng dan baik hati” kata Nia, suster yang selama ini membantuku.
“Ah kamu . bisa aja”
“Bener Dok” timpal Tuti, yang bertugas mengurus administrasi praktekku.

Oh ya, sehari-hari aku dibantu oleh kedua wanita itu. Mereka semua sudah menikah. Aku juga sudah menikah dan punya satu anak lelaki umur 2 tahun. Umurku sekarang menjelang 30 tahun.
Aku juga berpegang teguh pada sumpah dan etika dokter dalam menangani para pasien. Penuh perhatian mendengarkan keluhan mereka, juga Aku tak “pelit waktu”. Mungkin faktor inilah yang membuat para ibu muda itu datang ke tempatku. Diantara mereka bahkan tidak mengeluhkan tentang penyakitnya saja, tapi juga perihal kehidupan rumah tangganya, hubungannya dengan suaminya. Aku menanggapinya secara profesional, tak ingin melibatkan secara pribadi, karena aku mencintai isteriku.
Semuanya berjalan seperti biasa, wajar, sampai suatu hari datang Ny. Syeni ke meja praktekku ..

Kuakui wanita muda ini memang cantik dan seksi. Berkulit kuning bersih, seperti pada umumnya wanita keturunan Tiong-hwa, parasnya mirip bintang film Hongkong yang aku lupa namanya, langsing, lumayan tinggi, dan …. inilah yang mencolok : dadanya begitu menonjol ke depan, membulat tegak, apalagi sore ini dia mengenakan blouse bahan kaos yang ketat bergaris horsontal kecil2 warna krem, yang makin mempertegas keindahan bentuk sepasang payudaranya. Dipadu dengan rok mini warna coklat tua, yang membuat sepasang kakinya mulusnya makin “bersinar”.
Dari kartu pasien tertera Syeni namanya, 28 tahun umurnya.

“Kenapa Bu .” sapaku.
“Ini Dok . sesak bernafas, hidung mampet, trus perut saya mules”
“Kalau menelan sesuatu sakit engga Bu “
“Benar dok”
“Badannya panas ?”
Telapak tangannya ditempelkan ke dagunya.
“Agak anget kayanya”
Kayanya radang tenggorokan.
“Trus mulesnya . kebelakang terus engga”
“Iya Dok”
“Udah berapa kali dari pagi”
“Hmmm . dua kali”
“Ibu ingat makan apa saja kemarin ?”
“Mmm rasanya engga ada yang istimewa . makan biasa aja di rumah”
“Buah2 an ?”
“Oh ya . kemarin saya makan mangga, 2 buah”
“Coba ibu baring disitu, saya perika dulu”

Sekilas paha putih mulusnya tersingkap ketika ibu muda ini menaikkan kakinya ke dipan yang memang agak tinggi itu.
Seperti biasa, Aku akan memeriksa pernafasannya dulu. Aku sempat bingung. Bukan karena dadanya yang tetap menonjol walaupun dia berbaring, tapi seharusnya dia memakai baju yang ada kancing ditengahnya, biar aku gampang memeriksa. Kaos yang dipakainya tak berkancing.
Stetoskopku udah kupasang ke kuping
Ny. Syeni rupanya tahu kebingunganku. Dia tak kalah bingungnya.

“Hmmm gimana Bu”
“Eh .. Hmmm .. Gini aja ya Dok” katanya sambil agak ragu melepas ujung kaos yang tertutup roknya, dan menyingkap kaosnya tinggi-tinggi sampai diatas puncak bukit kembarnya. Kontan saja perutnya yang mulus dan cup Bhnya tampak.
Oohh . bukan main indahnya tubuh ibu muda ini. Perutnya yang putih mulus rata, dihiasi pusar di tengahnya dan BH cream itu nampak ketat menempel pada buah dadanya yang ampuun .. Putihnya . dan menjulang.

Sejenal aku menenangkan diri. Aku sudah biasa sebenarnya melihat dada wanita. Tapi kali ini, cara Ibu itu membuka kaos tidak biasa. Bukan dari atas, tapi dari bawah. Aku tetap bersikap profesional dan memang tak ada sedikitpun niatan untuk berbuat lebih.
Kalau wanita dalam posisi berbaring, jelas dadanya akan tampak lebih rata. Tapi dada nyonya muda ini lain, belahannya tetap terbentuk, bagai lembah sungai di antara 2 bukit.

“Maaf Bu ya ..” kataku sambil menyingkap lagi kaosnya lebih keatas. Tak ada maksud apa-apa. Agar aku lebih leluasa memeriksa daerah dadanya.
“Engga apa-apa Dok” kata ibu itu sambil membantuku menahan kaosnya di bawah leher.

Karena kondisi daerah dadanya yang menggelembung itu dengan sendirinya stetoskop itu “harus” menempel-nempel juga ke lereng-lereng bukitnya.

“Ambil nafas Bu.”

Walaupun tanganku tak menyentuh langsung, melalui stetoskop aku dapat merasakan betapa kenyal dan padatnya payudara indah ini.
Jelas, banyak lendir di saluran pernafasannya. Ibu ini menderita radang tenggorokan.

“Maaf Bu ya ..” kataku sambil mulai memencet-mencet dan mengetok perutnya. Prosedur standar mendiagnosis keluhan perut mulas.
Jelas, selain mulus dan halus, perut itu kenyal dan padat juga. Kalau yang ini tanganku merasakannya langsung.
Jelas juga, gejalanya khas disentri. Penyakit yang memang sedang musim bersamaan tibanya musim buah.

“Cukup Bu .”
Syeni bangkit dan menurunkan kakinya.
“Sakit apa saya Dok” tanyanya. Pertanyaan yang biasa. Yang tidak biasa adalah Syeni masih membiarkan kaosnya tersingkap. Belahan dadanya makin tegas dengan posisnya yang duduk. Ada hal lain yang juga tak biasa. Rok mini coklatnya makin tersingkap menampakkan sepasang paha mulus putihnya, karena kakinya menjulur ke bawah menggapai-gapai sepatunya. Sungguh pemandangan yang amat indah .

“Radang tenggorokan dan disentri”
“Disentri ?” katanya sambil perlahan mulai menurunkan kaosnya.
“Benar, bu. Engga apa-apa kok. Nanti saya kasih obat” walaupun dada dan perutnya sudah tertutup, bentuk badan yang tertutup kaos ketat itu tetap sedap dipandang.
“Karena apa Dok disentri itu ?” Sepasang pahanya masih terbuka. Ah ! Kenapa aku jadi nakal begini ? Sungguh mati, baru kali ini aku “menghayati” bentuk tubuh pasienku. Apa karena pasien ini memang luar biasa indahnya ? Atau karena cara membuka pakaian yang berbeda ?

“Bisa dari bakteri yang ada di mangga yang Ibu makan kemarin” Syeni sudah turun dari pembaringan. Tinggal lutut dan kaki mulusnya yang masih “tersisa”
Oo .. ada lagi yang bisa dinikmati, goyangan pinggulnya sewaktu dia berjalan kembali ke tempat duduk. Aku baru menyadari bahwa nyonya muda ini juga pemilik sepasang bulatan pantat yang indah. Hah ! Aku makin kurang ajar. Ah engga.. Aku tak berbuat apapun. Cuma tak melewatkan pemandangan indah. Masih wajar.
Aku memberikan resep.

“Sebetulnya ada lagi Dok”
“Apa Bu, kok engga sekalian tadi” Aku sudah siap berkemas. Ini pasien terakhir.
“Maaf Dok .. Saya khawatir .. Emmm ..” Diam.
“Khawatir apa Bu “
“Tante saya kan pernah kena kangker payudara, saya khawatir .”
“Setahu saya . itu bukan penyakit keturunan” kataku memotong, udah siap2 mau pulang.
“Benar Dok”
“Ibu merasakan keluhan apa ?”
“Kalau saya ambil nafas panjang, terasa ada yang sakit di dada kanan”
“Oh . itu gangguan pernafasan karena radang itu. Ibu rasakan ada suatu benjolan engga di payudara” Tanpa disadarinya Ibu ini memegang buah dada kanannya yang benar2 montok itu.
“Saya engga tahu Dok”
“Bisa Ibu periksa sendiri. Sarari. Periksa payudara sendiri” kataku.
“Tapi saya kan engga yakin, benjolan yang kaya apa ..”

Apakah ini berarti aku harus memeriksa payudaranya ? Ah engga, bisa-bisa aku dituduh pelecehan seksual. Aku serba salah.
“Begini aja Bu, Ibu saya tunjukin cara memeriksanya, nanti bisa ibu periksa sendiri di rumah, dan laporkan hasilnya pada saya”
Aku memeragakan cara memeriksa kemungkinan ada benjolan di payudara, dengan mengambil boneka manequin sebagai model.

“Baik dok, saya akan periksa sendiri”
“Nanti kalau obatnya habis dan masih ada keluhan, ibu bisa balik lagi”
“Terima kasih Dok”
“Sama-sama Bu, selamat sore”
Wanita muda cantik dan seksi itu berlalu.

Lima hari kemudian, Ny Syeni nongol lagi di tempat praktekku, juga sebagai pasien terakhir. Kali ini ia mengenakan blouse berkancing yang juga ketat, yang juga menonjolkan buah kembarnya yang memang sempurna bentuknya, bukan kaos ketat seperti kunjungan lalu. Masih dengan rok mininya.

“Gimana Bu . udah baikan”
“Udah Dok. Kalo nelen udah engga sakit lagi”
“Perutnya ?”
“Udah enak”
“Syukurlah … Trus, apa lagi yang sakit ?”
“Itu Dok .. Hhmmm .. Kekhawatiran saya itu Dok”
“Udah diperiksa belum ..?”
“Udah sih . cuman …” Dia tak meneruskan kalimatnya.
“Cuman apa .”
“Saya engga yakin apa itu benjolan atau bukan ..”
“Memang terasa ada, gitu “
“Kayanya ada kecil . tapi ya itu . saya engga yakin”

Mendadak aku berdebar-debar. Apa benar dia minta aku yang memeriksa . ? Ah, jangan ge-er kamu.
“Maaf Dok .. Apa bisa …. Saya ingin yakin” katanya lagi setelah beberapa saat aku berdiam diri.
“Maksud Ibu, ingin saya yang periksa” kataku tiba2, seperti di luar kontrol.
“Eh .. Iya Dok” katanya sambil senyum tipis malu2. Wajahnya merona. Senyuman manis itu makin mengingatkan kepada bintang film Hongkong yang aku masih juga tak ingat namanya.
“Baiklah, kalau Ibu yang minta” Aku makin deg-degan. Ini namanya rejeki nomplok. Sebentar lagi aku akan merabai buah dada nyonya muda ini yang bulat, padat, putih dan mulus !
Oh ya . Lin Chin Shia nama bintang film itu, kalau engga salah eja.

Tanpa disuruh Syeni langsung menuju tempat periksa, duduk, mengangkat kakinya, dan langsung berbaring. Berdegup jantungku, sewaktu dia mengangkat kakinya ke pembaringan, sekilas CD-nya terlihat, hitam juga warnanya. Ah . paha itu lagi . makin membuatku nervous. Ah lagi, penisku bangun ! baru kali ini aku terangsang oleh pasien.

“Silakan dibuka kancingnya Bu”
Syeni membuka kancing bajunya, seluruh kancing ! Kembali aku menikmati pemandangan seperti yang lalu, perut dan dadanya yang tertutup BH. Kali ini warnanya hitam, sungguh kontras dengan warna kulitnya yang bak pualam.
“Dada kanan Bu ya .”
“Benar Dok”
Sambil sekuatnya menahan diri, aku menurunkan tali BH-nya. Tak urung jari2ku gemetaran juga. Gimana tidak. Membuka BH wanita cantik, seperti memulai proses fore-play saja ..
“Maaf ya Bu .” kataku sambil mulai mengurut. Tanpa membuka cup-nya, aku hanya menyelipkan kedua telapak tanganku. Wow ! bukan main padatnya buah dada wanita ini.
Mengurut pinggir-pinggir bulatan buah itu dengan gerakan berputar.

“Yang mana Bu benjolan itu ?”
“Eehh . di dekat putting Dok . sebelah kanannya .”
Aku menggeser cup Bhnya lebih kebawah. Kini lebih banyak bagian buah dada itu yang tampak. Makin membuatku gemetaran. Entah dia merasakan getaran jari-jariku atau engga.

“Dibuka aja ya Dok” katanya tiba2 sambil tangannya langsung ke punggung membuka kaitan Bhnya tanpa menunggu persetujuanku. Oohhh . jangan dong . Aku jadi tersiksa lho Bu, kataku dalam hati. Tapi engga apa-apa lah ..
Cup-nya mengendor. Daging bulat itu seolah terbebas. Dan .. syeni memelorotkan sendiri cup-nya …
Kini bulatan itu nampak dengan utuh. Oh indahnya … benar2 bundar bulat, putih mulus halus, dan yang membuatku tersengal, putting kecilnya berwarna pink, merah jambu !
Kuteruskan urutan dan pencetanku pada daging bulat yang menggiurkan ini. Jelas saja, sengaja atau tidak, beberapa kali jariku menyentuh putting merah jambunya itu ..
Dan .. Putting itu membesar. Walaupun kecil tapi menunjuk ke atas ! Wajar saja. Wanita kalau disentuh buah dadanya akan menegang putingnya. Wajar juga kalau nafas Syeni sedikit memburu. Yang tak wajar adalah, Syeni memejamkan mata seolah sedang dirangsang !
Memang ada sedikit benjolan di situ, tapi ini sih bukan tanda2 kangker.

“Yang mana Bu ya .” Kini aku yang kurang ajar. Pura-pura belum menemukan agar bisa terus meremasi buah dada indah ini. Penisku benar2 tegang sekarang.
“Itu Dok . coba ke kiri lagi .. Ya .itu .” katanya sambil tersengal-sengal. Jelas sekali, disengaja atau tidak, Syeni telah terrangsang .
“Oh . ini ..bukan Bu . engga apa-apa”
“Syukurlah”
“Engga apa-apa kok” kataku masih terus meremasi, mustinya sudah berhenti. Bahkan dengan nakalnya telapak tangnku mengusapi putingnya, keras ! Tapi Syeni membiarkan kenakalanku. Bahkan dia merintih, amat pelan, sambil merem ! Untung aku cepat sadar. Kulepaskan buah dadanya dari tanganku. Matanya mendadak terbuka, sekilas ada sinar kekecewaan.

‘Cukup Bu” kataku sambil mengembalikan cup ke tempatnya. Tapi …
“Sekalian Dok, diperiksa yang kiri .” Katanya sambil menggeser BH nya ke bawah. hah ? Kini sepasang buah sintal itu terbuka seluruhnya. Pemandangan yang merangsang .. Putting kirinyapun sudah tegang . Sejenak aku bimbang, kuteruskan, atau tidak. Kalau kuteruskan, ada kemungkinan aku tak bisa menahan diri lagi, keterusan dan ,,,, melanggar sumpah dokter yang selama ini kujunjung tinggi. Kalau tidak kuteruskan, berarti aku menolak keinginan pasien, dan terus terang rugi juga dong . aku kan pria tulen yang normal. Dalam kebimbangan ini tentu saja aku memelototi terus sepasang buah indah ciptaan Tuhan ini.

“Kenapa Dok ?” Pertanyaan yang mengagetkan.
“Ah .. engga apa-apa … cuman kagum” Ah ! Kata-kataku meluncur begitu saja tak terkontrol. Mulai nakal kamu ya, kataku dalam hati.
“Kagum apa Dok” Ini jelas pertanyaan yang rada nakal juga. Sudah jelas kok ditanyakan.
“Indah .” Lagi-lagi aku lepas kontrol
“Ah . dokter bisa aja .. Indah apanya Dok” Lagi-lagi pertanyaan yang tak perlu.
“Apalagi .”
“Engga kok . biasa-biasa aja” Ah mata sipit itu .. Mata yang mengundang !
“Maaf Bu ya .” kataku kemudian mengalihkan pembicaraan dan menghindari sorotan matanya.

Kuremasi dada kirinya dengan kedua belah tangan, sesuai prosedur.
Erangannya tambah keras dan sering, matanya merem-melek. Wah . ini sih engga beres nih. Dan makin engga beres, Syeni menuntun tangan kiriku untuk pindah ke dada kanannya, dan tangannya ikut meremas mengikuti gerakan tanganku .. Jelas ini bukan gerakan Sarari, tapi gerakan merangsang seksual . herannya aku nurut saja, bahkan menikmati.
Ketika rintihan Syeni makin tak terkendali, aku khawatir kalau kedua suster itu curiga. Kalaupun suster itu masuk ruangan, masih aman, karena dipan-periksa ini ditutup dengan korden. Dan . benar juga, kudengar ada orang memasuki ruang praktek. Aku langsung memberi isyarat untuk diam. Syeni kontan membisu. Lalu aku bersandiwara.

“Ambil nafas Bu ” seolah sedang memeriksa. Terdengar orang itu keluar lagi.
Tak bisa diteruskan nih, reputasiku yang baik selama ini bisa hancur.
“Udah Bu ya . tak ada tanda-tanda kangker kok”
“Dok ..” Katanya serak sambil menarik tanganku, mata terpejam dan mulut setengah terbuka. Kedua bulatan itu bergerak naik-turun mengikuti alunan nafasnya. Aku mengerti permintaanya. Aku sudah terangsang. Tapi masa aku melayani permintaan aneh pasienku? Di ruang periksa?
Gila !
Entah bagaimana prosesnya, tahu-tahu bibir kami sudah beradu. Kami berciuman hebat. Bibirnya manis rasanya .
Aku sadar kembali. Melepas.

“Dok .. Please . ayolah .” Tangannya meremas celana tepat di penisku
“Ih kerasnya ..”
“Engga bisa dong Bu ..’
“Dokter udah siap gitu .”
“Iya .. memang .. Tapi masa .”
“Please dokter .. Cumbulah saya .”
Aku bukannya tak mau, kalau udah tinggi begini, siapa sih yang menolak bersetubuh dengan wanita molek begini ?
“Nanti aja . tunggu mereka pulang” Akhirnya aku larut juga .
“Saya udah engga tahan .”
“Sebentar lagi kok. Ayo, rapiin bajunya dulu. Ibu pura-pura pulang, nanti setelah mereka pergi, Ibu bisa ke sini lagi” Akhirnya aku yang engga tahan dan memberi jalan.
“Okey ..okey . Bener ya Dok”
“Bener Bu”
“Kok Ibu sih manggilnya, Syeni aja dong”
“Ya Syeni” kataku sambil mengecup pipinya.
“Ehhhhfff”
Begitu Syeni keluar ruangan, Nia masuk.
“habis Dok”
Dia langsung berberes. Rapi kembali.
“Dokter belum mau pulang ?”
“Belum. Silakan duluan”
“Baiklah, kita duluan ya”
Aku amati mereka berdua keluar, sampai hilang di kegelapan. Aku mencari-cari wanita molek itu. Sebuah baby-bens meluncur masuk, lalu parkir. Si tubuh indah itu nongol. Aku memberi kode dengan mengedipkan mata, lalu masuk ke ruang periksa, menunggu.
Syeni masuk.

“Kunci pintunya” perintahku.
Sampai di ruang periksa Syeni langsung memelukku, erat sekali.
“Dok …”
“Ya .Syeni .”
Tak perlu kata-kata lagi, bibir kami langsung berpagutan. Lidah yang lincah dan ahli menelusuri rongga-ronga mulutku. Ah wanita ini .. Benar-benar ..ehm ..
Sambil masih berpelukan, Syeni menggeser tubuhnya menuju ke pembaringan pasien, menyandarkan pinggangnya pada tepian dipan, mata sipitnya tajam menatapku, menantang. Gile bener ..
Aku tak tahan lagi, persetan dengan sumpah, kode etik dll. Dihadapanku berdiri wanita muda cantik dan sexy, dengan gaya menantang.
Kubuka kancing bajunya satu-persatu sampai seluruhnya terlepas. Tampaklah kedua gumpalan daging kenyal putih yang seakan sesak tertutup BH hitam yang tadi aku urut dan remas-remas. Kali ini gumpalan itu tampak lebih menonjol, karena posisinya tegak, tak berbaring seperti waktu aku meremasnya tadi. Benar2 mendebarkan ..
Syeni membuka blousenya sendiri hingga jatuh ke lantai. Lalu tangannya ke belakang melepas kaitan Bhnya di punggung. Di saat tangannya ke belakang ini, buah dadanya tampak makin menonjol. Aku tak tahan lagi …
Kurenggut BH hitam itu dan kubuang ke lantai, dan sepasang buah dada Syeni yang bulat, menonjol, kenyal, putih, bersih tampak seluruhnya di hadapanku. Sepasang putingnya telah mengeras. Tak ada yang bisa kuperbuat selain menyerbu sepasang buah indah itu dengan mulutku.

“Ooohhh .. Maaassss ..” Syeni merintih keenakan, sekarang ia memanggilku Mas !
Aku engga tahu daging apa namanya, buah dada bulat begini kok kenyal banget, agak susah aku menggigitnya. Putingnya juga istimewa. Selain merah jambu warnanya, juga kecil, “menunjuk”, dan keras. Tampaknya, belum seorang bayipun menyentuhnya. Sjeni memang ibu muda yang belum punya anak.
“Maaaasss .. Sedaaaap ..” Rintihnya ketika aku menjilati dan mengulumi putting dadanya.
Syeni mengubah posisi bersandarnya bergeser makin ke tengah dipan dan aku mengikuti gerakannya agar mulutku tak kehilangan putting yang menggairahkan ini. Lalu, perlahan dia merebahkan tubuhnya sambil memelukku. Akupun ikut rebah dan menindih tubuhnya. Kulanjutkan meng-eksplorasi buah dada indah ini dengan mulutku, bergantian kanan dan kiri.
Tangannya yang tadi meremasi punggungku, tiba2 sekarang bergerak menolak punggungku.

“Lepas dulu dong bajunya . Mas .” kata Syeni
Aku turun dari pembaringan, langsung mencopoti pakaianku, seluruhnya. Tapi sewaktu aku mau melepas CD-ku, Syeni mencegahnya. Sambil masih duduk, tangannya mengelus-elus kepala penisku yang nongol keluar dari Cdku, membuatku makin tegang aja .. Lalu, dengan perlahan dia menurunkan CD-ku hingga lepas. Aku telah telanjang bulat dengan senjata tegak siap, di depan pasienku, nyonya muda yang cantik, sexy dan telanjang dada.

“Wow .. Bukan main ..” Katanya sambil menatap penisku.

Wah . tak adil nih, aku sudah bugil sedangkan dia masih dengan rok mininya. Kembali aku naik ke pembaringan, merebahkan tubuhnya, dan mulai melepas kaitan dan rits rok pendeknya. Perlahan pula aku menurunkan rok pendeknya. Dan …. Gila !
Waktu menarik roknya ke bawah, aku mengharapkan akan menjumpai CD hitam yang tadi sebelum memeriksa dadanya, sempat kulihat sekejap. Yang “tersaji” sekarang dihadapanku bukan CD hitam itu, meskipun sama-sama warna hitam, melainkan bulu-bulu halus tipis yang tumbuh di permukaan kewanitaan Syeni, tak merata. Bulu-bulu itu tumbuh tak begitu banyak, tapi alurnya jelas dari bagian tengah kewanitaannya ke arah pinggir. Aku makin “pusing” …
Kemana CD-nya ? Oh .. Dia udah siap menyambutku rupanya. Dan Syeni kulihat senyum tipis.

“Ada di mobil” katanya menjawab kebingunganku mencari CD hitam itu.
“Kapan melepasnya ?”
“Tadi, sebelum turun .”
Kupelorotkan roknya sampai benar2 lepas .. kini tubuh ibu muda yang putih itu seluruhnya terbuka. Ternyata di bawah rambur kelaminnya, tampak sebagian clit-nya yang berwarna merah jambu juga ! Bukan main. Dan ternyata, pahanya lebih indah kalau tampak seluruhnya begini. Putih bersih dan bulat.
Syeni lalu membuka kakinya. Clitnya makin jelas, benar, merah jambu. Aku langsung menempatkan pinggulku di antara pahanya yang membuka, merebahkan tubuhku menindihnya, dan kami berciuman lagi. Tak lama kami berpagutan, karena ..
“Maass .. Masukin Mas .. Syeni udah engga tahan lagi ..” Wah . dia maunya langsung aja. Udah ngebet benar dia rupanya. Aku bangkit. Membuka pahanya lebih lebar lagi, menempatkan kepala penisku pada clitnya yang memerah, dan mulai menekan.
“Uuuuuhhhhhh .. Sedaaaapppp ..” Rintihnya. Padahal baru kepala penisku aja yang masuk.
Aku menekan lagi.
“Ouufff .. Pelan-pelan dong Mas ..”
“Sorry …” Aku kayanya terburu-buru. Atau vagina Syeni memang sempit.
Aku coba lebih bersabar, menusuk pelan-pelan, tapi pasti … Sampai penisku tenggelam seluruhnya. Benar, vaginanya memang sempit. Gesekannya amat terasa di batang penisku. Ohh nikmatnya ..
Sprei di pembaringan buat pasien itu jadi acak2an. Dipannya berderit setiap aku melakukan gerakan menusuk.

Sadarkah kau?
Siapa yang kamu setubuhi ini?
Pasienmu dan isteri orang!
Mestinya kamu tak boleh melakukan ini.
Habis, dia sendiri yang meminta. Masa minta diperiksa buah dadanya, salah siapa dia punya buah dada yang indah ? Siapa yang minta aku merabai dan memijiti buah dadanya? Siapa yang meminta remasannya dilanjutkan walaupun aku sudah bilang tak ada benjolan ? Okey, deh. Dia semua yang meminta itu. Tapi kamu kan bisa menolaknya? Kenapa memenuhi semua permintaan yang tak wajar itu? Lagipula, kamu yang minta dia supaya datang lagi setelah para pegawaimu pulang . Okey deh, aku yang minta dia datang lagi. Tapi kan siapa yang tahan melihat wanita muda molek ini telanjang di depan kita dan minta disetubuhi?

Begitulah, aku berdialog dengan diriku sendiri, sambil terus menggenjot memompa di atas tubuh telanjangnya … sampai saatnya tiba. Saatnya mempercepat pompaan. Saatnya puncak hubungan seks hampir tiba. Dan tentu saja saatnya mencabut penis untuk dikeluarkan di perutnya, menjaga hal-hal yang lebih buruk lagi.
Tapi kaki Syeni menjepitku, menahan aku mencabut penisku.
Karena memang aku tak mampu menahan lagi .. Creetttttttt………..Kesempr otkan kuat-kuat air maniku ke dalam tubuhnya, ke dalam vagina Syeni, sambil mengejang dan mendenyut ….
Lalu aku rebah lemas di atas tubuhnya.
Tubuh yang amat basah oleh keringatnya, dan keringatku juga. …
Oh .. Baru kali ini aku menyetubuhi pasienku.
Pasien yang memiliki vagina yang “legit” ..

Aku masih lemas menindihnya ketika handphone Syeni yang disimpan di tasnya berbunyi. Wajah Syeni mendadak memucat. Dengan agak gugup memintaku untuk mencabut, lalu meraih Hpnya sambil memberi kode supaya aku diam. Memegang HP berdiri agak menjauh membelakangiku, masih bugil, dan bicara agak berbisik. Aku tak bisa jelas mendengar percakapannya. Lucu juga tampaknya, orang menelepon sambil telanjang bulat ! Kuperhatikan tubuhnya dari belakang. Memang bentuk tubuh yang ideal, bentuk tubuh mirip gitar spanyol.
“Siapa Syen” tanyaku.
“Koko, Suamiku” Oh .. Mendadak aku merasa bersalah.
“Curiga ya dia”
“Ah .engga .” katanya sambil menghambur ke tubuhku.
“Syeni bilang, masih belum dapat giliran, nunggu 2 orang lagi” lanjutnya.
“Suamimu tahu kamu ke sini”
“Iya dong, memang Syeni mau ke dokter” Tiba2 dia memelukku erat2.
“Terima kasih ya Mas … nikmat sekali .. Syeni puas”
“Ah masa .. “
“Iya bener .. Mas hebat mainnya .”
“Ah . engga usah basa basi”
“Bener Mas .. Malah Syeni mau lagi .”
“Ah .udahlah, kita berberes, tuh ditunggu ama suamimu”
“Lain kali Syeni mau lagi ya Mas”
“Gimana nanti aja .. Entar jadi lagi”
“Jangan khawatir, Syeni pakai IUD kok” Inilah jawaban yang kuinginkan.
“Oh ya ..?”
“Si Koko belum pengin punya anak”

Kami berberes. Syeni memungut BH dan blouse-nya yang tergeletak di lantai, terus mengenakan blousenya, bukan BH-nya dulu. Ternyata BH-nya dimasukkan ke tas tangan.
“Kok BH-nya engga dipakai ?”
“Entar aja deh di rumah”
“Entar curiga lho, suamimu”
“Ah, dia pulangnya malem kok, tadi nelepon dari kantor”
Dia mengancing blousenya satu-persatu, baru memungut roknya. Sexy banget wanita muda yang baru saja aku setubuhi ini. Blose ketatnya membentuk sepasang bulatan dada yang tanpa BH. Bauh dada itu berguncang ketika dia mengenakan rok mini-nya. Aku terrangsang lagi … Cara Syeni mengenakan rok sambil sedikit bergoyang sexy sekali. Apalagi aku tahu di balik blouse itu tak ada penghalang lagi.

“Kok ngliatin aja, pakai dong bajunya”
“Habis . kamu sexy banget sih …”
“Ah .. masa .. Kok bajunya belum dipakai ?”
“Entar ajalah . mau mandi dulu .”
Selesai berpakaian, Syeni memelukku yang masih bugil erat2 sampai bungkahan daging dadanya terasa terjepit di dadaku.
“Syeni pulang dulu ya Yang . kapan-kapan Syeni mau lagi ya .”
“Iya .. deh . siapa yang bisa menolak..” Tapi, kenapa nih .. Penisku kok bangun lagi.
“Eh .. Bangun lagi ya ..” Syeni ternyata menyadarinya.
Aku tak menjawab, hanya balas memeluknya.
“Mas mau lagi .?”
“Ah . kamu kan ditunggu suami kamu”
“Masih ada waktu kok …” katanya mulai menciumi wajahku.
“Udah malam Syen, lain waktu aja”

Syani tak menjawab, malah meremasi penisku yang udah tegang. Lalu dituntunnya aku menuju meja kerjaku. Disingkirkannya benda2 yang ada di meja, lalu aku didudukkan di meja, mendorongku hingga punggungku rebah di meja. Lalu Syeni naik ke atas meja, melangkahi tubuhku, menyingkap rok mininya, memegang penisku dan diarahkan ke liang vaginanya, terus Syeni menekan ke bawah duduk di tubuhku. ..
Penisku langsung menerobos vaginanya ..
Syeni bergoyang bagai naik kuda .
Sekali lagi kami bersetubuh .
Kali ini Syeni mampu menccapai klimaks, beberapa detik sebelum aku menyemprotkan vaginanya dengan air maniku …
Lalu dia rebah menindih tubuhku .. Lemas lunglai.

“Kapan-kapan ke rumahku ya … kita main di sana ..” Katanya sebelum pergi.
“Ngaco . suamimu .?”
“Kalo dia sedang engga ada dong ..”
Baiklah, kutunggu undanganmu.
Sejak “peristiwa Syeni” itu, aku jadi makin menikmati pekerjaanku. Menjelajahi dada wanita dengan stetoskop membuatku jadi “syur”, padahal sebelum itu, merupakan pekerjaan yang membosankan. Apalagi ibu-ibu muda yang menjadi pasienku makin banyak saja dan banyak di antaranya yang sexy . … Kumpulan Cerita Dewasa Sex Hot

Friday, April 19, 2013

Pengalaman Bisnis dengan Tante Girang

Kumpulan Cerita Dewasa.Jam lima pagi, aku terjaga lagi. Kali ini terasa agak dingin dihembus kipas angin dari atas. Kuambil selimut sambil melihat Tante yang masih berposisi telanjang bongkok udang. Hal ini menarikku untuk memeluknya dari belakang. Kutebarkan selimut lebar itu hingga menutupi tubuh kami berdua. Tangan kiri kusisipkan di bawah badannya dan tangan kananku kupelukkan melingkupi dadanya. Pinggulku kulekatkan ke arah pantatnya, sehingga otomatis zakarku menempel di situ pula, di sela-sela paha belakangnya.

Dasar darah mudaku masih panas, sejenak kemudian burung kecilku sudah jadi ‘garuda’ perkasa yang siap tempur lagi. Kugerak-gerakkan menusuki sela-sela paha belakang Tante. Tanganku pun tidak tinggal diam dan mulai memelintir puting Tante kiri-kanan seraya meremas-remas gumpalan kenyal itu. Kontan mendapat perlakuan seperti itu Tanteku terbangun dan bereaksi.

“Sudah, Ron..! Jangan lagi..!” tubuh Tante beringsut menjauhiku, namun aku tetap memeluknya erat.
Bahkan dengkulku sekarang berupaya membuka pahanya dari belakang. Tante beringsut menjauh lagi dan kedua tangannya berusaha melepas pelukanku.
“Jangan, Ron..! Aku ini Tantemu.” rintihnya sambil tetap membelakangiku.
“Tapi, tadi kita sudah melakukannya, Tante?” tanyaku tidak mengerti. Pelukanku tetap.
“Ya. Ta.. tadi Tante.. khilaf..”
“Khilaf..? Tapi kita sudah melakukannya sampai dua kali Tante?” aku tidak habis mengerti.
Kulekatkan lagi zakarku ke pantatnya. Tante menghindar.

“Ii.. ya, Ron. Tante tadi benar-benar tak mampu.. menahan nafsu.. Tante sudah lama tidak melakukan ini sejak Oom-mu meninggal. Dan sekarang kamu merangsang Tante sampai Tante terlena.”
“Masak terlena sampai dua kali?”
“Yang pertama memang. Tante baru terbangun setelah.., Roni mem.. memasuki Tante. Tante mau melawan tapi tenagamu kuat sekali sampai akhirnya Tante diam dan malah jadi terlena.”

“Kalau yang kedua, Tante..?” tanyaku ingin tahu sambil mendekap lebih erat. Tante menghindar dan menepisku lagi.
“Kamu mencium bibir Tante. Di situ lah kelemahan Tante, Ron. Tante selalu terangsang kalau berciuman..”
“Oh, kalau begitu Tante kucium saja sekarang ya..? Biar Tante bernafsu lagi.” pintaku bernafsu sambil berupaya memalingkan wajah Tante. Tapi Tante menolak keras.
“Jangan, Ron..! Sudah cukup. Kita jangan berzinah lagi. Tante merasa berdosa pada Oom-mu. Hik.. hik.. hik..” Tante terisak.
Aku jadi mengendurkan serangan, meski tetap memeluknya dari belakang.

Kemudian kami terdiam. Dalam dekapanku terasa Tante sedang menangis. Tubuhnya berguncang kecil.
“Ya sudah, Tante. Sekarang kita tidur saja. Tapi bolehkan Roni memeluk Tante seperti ini..?”
Tidak kuduga Tante justru berbalik menghadapku sambil membetulkan selimut kami dan berkata, “Tapi kamu harus janji tak akan menyetubuhi Tante lagi kan, Ron?”
“Iya, Tante. Aku janji.., anggap saja Tante sekarang sedang memeluk anak Tante sendiri.”

Sekilas kulihat bibir Tante tersenyum. Di bawah selimut, aku kembali memeluknya dan kurasakan tangan Tante juga memelukku. Buah dada besarnya menekan dadaku, tapi aku mencoba mematikan nafsuku. Zakarku, meski menyentuh pahanya, juga kutahan supaya tidak tegang lagi. Wajah kami berhadap-hadapan sampai napas Tante terasa menerpa hidungku. Matanya terpejam, aku pun mencoba tidur.

Mungkin saking lelahnya, dengan cepat Tante terlelap lagi. Namun lain halnya Dengan aku. Terus terang, meski sudah berjanji, mana bisa aku mengekang terus nafsu birahiku, terutama si ‘garuda’ kecilku yang sudah mulai mengepakkan sayapnya lagi. dengan tempelan buah dada sebesar itu di dada dan pelukan hangat tubuh polos menggairahkan begini, mana bisa aku tidur tenang? Mana bisa aku menahan syahwat? Jujur saja, aku sudah benar-benar ingin segera menelentangkan Tante, menusuk dan memompanya lagi!

Tapi aku sudah janji tidak akan menyetubuhinya lagi. Mestikah janji ini kuingkari? Apa akal? Bisakah tidak mengingkari janji tapi tetap dapat menyebadani Tante? Benakku segera berputar, dan segera ingat kata-kata Tante tadi bahwa dia paling mudah terangsang kalau dicium. Mengapa aku tidak menciumnya saja? Bukankah mencium tidak sama dengan menyetubuhi?

Ya, pelan tapi pasti kusisipkan kaki kiri di bawah kaki kanan Tante, sedang kaki kananku kumasukkan di antara kakinya sehingga keempat kaki kami saling bertumpang tindih. Aku tidak perduli zakarku yang sudah jadi tonggak keras melekat di pahanya. Kurapatkan pelukan dan dekapanku ke tubuh Tante, wajahku kudekatkan ke wajahnya dan perlahan bibirku kutautkan dengan bibirnya.

Lidahku kembali berupaya memasuki rongga mulutnya yang agak menganga. Aku terus bertahan dengan posisi erotis ini sambil agak menekan bagian belakang kepala Tante supaya pertautan bibir kami tidak lepas. Dan usahaku ternyata tidak sia-sia. Setelah sekitar 30 menit kemudian, tubuhku mulai pegal-pegal, kurasakan gerakan lidah Tante. Serta merta gerakannya kubalas dengan jilatan lidah juga.
“Emm.. emm.. mm..” desis Tante sambil membelit lidahku.

Kepalanya kutekan makin kuat dan aku berusaha menyedot lidahnya hingga masuk ke mulutku. Kukulum lidahnya dan kupermainkan dengan lidahku. Kusedot, kusedot dan kusedot terus sampai Tante agak kesakitan, lalu kubelit-belit lagi dengan lidahku. Ya, silat lidah ini berlangsung cukup lama dan ketika tanpa sengaja pahaku menyenggol vagina tante, terasa agak basah. Pasti Tante terangsang, pikirku. Tapi aku tidak mau memulai, takut melanggar janji. Biar Tante saja yang aktif.

Maka aku pun berusaha menambah daya rangsang pada diri Tante. Pelan tangan kirinya kubimbing untuk menggenggam zakarku. Meski mula-mula enggan, tapi lama kelamaan digenggamnya juga ‘garuda perkasa’-ku. Bahkan dipijit-pijit sehingga aku pun menggelinjang keenakan.
“Shh.. shh..!” desisku sambil mengulum lidahnya.

Tangan kananku, setelah membimbing tangan kiri Tante menggenggam zakarku lalu meneruskan perjalanannya ke celah paha Tante yang sudah basah. Kusibakkan rambut-rambut tebal itu, mencari celah-celah lalu menyisipkan jari telunjuk dan tengahku di situ. Kugerakkan ke keluar-masuk dan Tante mendesis-desis, genggamannya di zakarku terasa mengeras. Aku tidak tahan lagi.

“Masukin ya, Tante?” bisikku, lupa pada janjiku.
“Ja.. jangan, Ron..!”
“Ak.. aku nggak tahan lagi, Tante..!” pintaku.
“Di.. dijepit paha saja ya, Ron..?”
Tanpa kusuruh, Tante lalu telentang dan mengangkangkan pahanya. Pelan aku menaikinya. Tante membimbing zakarku di antara pahanya sekitar sejengkal di bawah vagina, lalu menjepitnya. Ia menggerak-gerakkan pahanya sehingga zakarku terpelintir-pelintir nikmat sekali.

Payudara besar Tante menekan dadaku juga. Tangan kiriku mengutil-ngutil puting kanannya. Ciuman ke bibirnya kulanjutkan lagi, jemari tangan kananku juga terus berupaya memasuki vagina Tante dan mengocoknya.
“Heshh.. heshh.. Ron.. mm..,” Tante sulit bicara karena mulutnya masih kukulum.
“Tanganmu.. Ron..!” tangan kanan Tante berusaha menghentikan kegiatan tangan kiriku di putingnya, sedang tangan kanannya berusaha menghentikan kegiatan jemari kananku di vaginanya.

Dipegangnya jemariku. Aku hentikan gerakan, tapi tiga jari tetap terendam di vagina basah itu dan kukutil-kutil kecil. Sampai Tante tidak tahan dan mengangkangkan sedikit pahanya hingga jepitan pada zakarku terlepas. Cepat kutarik jemariku dari situ dan kunaikkan sedikit tubuhku sehingga sekarang ganti zakarku berada di pintu gerbang nikmat itu. Kepalanya malah sudah menyeruak masuk.

“Hshh.. Ron, jangan dimasukkan..!” Tante buru-buru memegang zakarku, digenggamnya.
“Tapi aku sudah nggak tahan Tante..” desisku.
“Cukup kepalanya saja, Ron.. dan jangan dikocok..!” Tante memperketat genggamannya, sementara aku semakin memperderas tekanan ke vaginanya.
“Ii.. ingat janjimu, Ron..!”
“Ta.. tapi Tante juga ingin kan?” tanyaku polos.
“Ii.. iya sih, Ron. Tante juga sudah nggak tahan. Tapi ini zinah namanya.”
“Apa kalau tidak dimasukkan bukan zinah, Tante?” tanyaku bloon.
“Bu.. bukan, Ron. Asal burungmu tidak masuk ke vagina Tante, bukan zinah..” aku jadi bingung.
Terus terang tidak mengerti definisi zinah menurut Tante ini.

“Kalau begitu, apa Tante punya jalan keluar? Kita sudah sama-sama terangsang berat. Tapi kita nggak mau berzinah.”
“Egh.. gini aja Ron. Tante akan.. ugh.. mengulum punyamu. Turunlah sebentar..!”
Dan aku pun menurut, turun dari atas Tante dan telentang. Tante bangkit lalu memutar badannya dan mengangkangiku. Mulutnya ada di atas zakarku dan vaginanya di atas wajahku. Kurasakan ia mulai menggenggam dan mengulum ‘garuda perkasa’-ku. Dikulum dan digerakkan naik turun di mulutnya.

Shiit.. hsshh.. nikmat sekali. Jemariku segera menangkap pinggulnya yang bergerak maju mundur dan segera kuselipkan empat jari kanan ke vaginanya. Kugerakkan cepat, malah agak kasar, keluar masuk sampai basah semua.
“Ugh.. uughh.. uagh.. Ron..! Ron, Tante mau keluar, mm.. mm..” Tante terus mengulum sambil meracau.
Sekejap kemudian tubuhnya berhenti bergerak, lalu pinggul yang kupegangi terasa berkejat-kejat. Kemudian cairan hangat membanjiri tanganku dan sebagian menetesi dadaku. Kurasakan cairan itu seperti air maniku hanya lebih encer dan bening.

Tante kemudian terkapar kelelahan di atasku dengan posisi mulutnya tetap mengulum zakarku sambil mengocoknya. Tidak berapa lama, aku pun merasa mau keluar.
“Egh.. egh.. Tante. Aku mau keluar..!” Tante malah mempercepat kocokannya dan memperdalam kulumannya.
Aku berkejat dan muncrat memasuki mulut Tante dan ditelannya, semuanya habis ditampung mulut Tante. Akhirnya aku pun lemas dan ikut menggelepar kelelahan.

Tangan-kakiku terkapar lemas ke kiri-kanan. Tante juga terkapar kelelahan namun mulutnya masih terus menjilati zakarku sampai bersih, barulah kemudian dia berbalik dan memelukku. Wajah kami berhadapan, mata Tante merem-melek.

“Kalau yang barusan ini bukan zinah tante?” tanyaku lagi.
“Bukan, Ron.. karena kamu tidak memasukkan burungmu ke vagina Tante.” jawabnya sambil mata memejam.
Aku tidak tahu apakah jawabnya itu benar atau salah. Namun, setelah kupikir-pikir, aku lalu bertanya lagi, “Jadi kalau begitu, boleh dong kita melakukan lagi seperti yang barusan ini, Tante?”
“He-eh..” jawabnya sambil terkantuk-kantuk kemudian dengkur kecilnya mulai terdengar lagi.

Jam enam pagi waktu itu. Aku pun segera menebarkan selimut lagi di atas tubuh polos kami dan memeluknya dengan ketat. Rasanya aku tidak mau melepaskan tubuh Tante walau sekejap pun. Persetan dengan pekerjaan, persetan dengan kuliah. Sengaja aku juga tidak mengingatkan Tante akan pekerjaan kami. Aku malah berharap menginap lagi semalam, biar ada kesempatan bersebadan dengan Tante lebih lama lagi. Sepanjang hari ini aku mau bercumbu terus dengan Tante, sampai spermaku keluar sepuluh kali lagi! Begitu angan-angan jorokku.

Ya, akhirnya memang kami hari itu tidak keluar kamar dan memperpanjang menginap sehari lagi. Selama di dalam kamar, di atas ranjang, kami tidak pernah mengenakan pakaian barang selembar pun. Hampir setiap tiga jam sekali aku dan Tante sama-sama mengalami orgasme, meskipun hanya pakai bantuan tangan atau mulut dan lidah.

Jam delapan pagi, sebelas, dua siang, lima sore, delapan malam, sebelas malam, dua pagi, lima pagi dan delapan paginya lagi kami selalu terkejat-kejat dan orgasme hampir bersamaan. Selama itu memang Tante masih selalu ingat untuk menolakku yang ingin memasukkan penisku ke vaginanya, dan aku pun menurutinya.

Namun, akhirnya Tante terlena dan aku pun bebas memasukkan penisku ke vaginanya. Tentunya setelah kami pulang dari perjalanan bisnis berkesan itu, dan kembali pulang ke rumah. Kesempatan itu terbuka lebar karena memang aku suka tinggal di rumahnya. Kumpulan Cerita Panas

Wednesday, January 30, 2013

Antara Aku, Mama Dan Tante

Mungkin ini menjadi cerita aneh bagi anda, tapi tetap semua bisa menjadi pelajaran buat kita, cerita seks yang menceritakan hubungan intim terlarang antara anka dan ibu, ya inilah cerita seks ibu dan anak, di tambah bergabungnya tante sendiri dalam permainan seks nya.
Namaku Roy, 32 tahun. Saat ini aku tinggal di Bandung. Banyak yang bilang aku ganteng. Kisah yang akan aku tulis ini adalah kisah nyata dari pengalaman sex aku dengan mama dan tante aku.

Cerita ini dimulai ketika aku berusia 20 tahun. Saat itu tante Rina datang dan menginap selama beberapa hari di rumah karena suaminya sedang pergi keluar kota. Dia merasa sepi dan takut tinggal di rumahnya sendirian. Tante Rina berusia 32 tahun. Penampilannya biasa saja. Tinggi badan 160 cm. Ramping. Tapi aku suka bodynya. Buah dada 36B, dan pantatnya besar bulat. Aku suka lihat tante Rina kalau sudah memakai celana panjang ketat sehingga pantatnya sangat membentuk, merangsang. Tante Rina adalah adik kandung Papa aku.

Waktu itu hari aku tidak masuk kuliah. Aku diam di rumah bersama mama dan tante Rina. Pagi itu, jam 10, kulihat mama baru selesai mandi. Mama keluar dari kamar mandi memakai handuk menutupi dada dan setengah pahanya yang putih mulus. Mama berusia 38 tahun. Sangat cantik.

Saat itu entah secara tidak sengaja aku melihat mama membetulkan lilitan handuknya sebelum masuk kamar. Terlihat buah dada mama walau tidak terlalu besar tapi masih bagus bentuknya. Yang terutama jadi perhatian aku adalah memek mama yang dihiasi bulu hitam tidak terlalu lebat berbentuk segitiga rapi. Mungkin karena mama rajin merawatnya.

Mama sepertinya tidak sadar kalau aku sedang memperhatikannya. Mama langsung masuk kamar. Hati berdebar dan terbayang terus pemandangan tubuh mama tadi. Aku dekati pintu, lalu aku intip dari lubang kunci. Terlihat mama sedang membuka lilitan handuknya lalu mengeringkan rambutnya dengan handuk tersebut. Terlihat tubuh mama sangat menggairahkan. Terutama memek mama yang aku fokuskan. Secara otomatis tangan aku meraba kontol dari luar celana, lalu meremasnya pelan-pelan sambil menikmati keindahan tubuh merangsang mama. Karena sudah tak tahan lagi, aku segera ke kamar mandi dan onani sambil membayangkan menyetubuhi mama. Sampai akhirnya.. Crot! Crot! Crot! Aku orgasme.

Sore harinya, waktu aku sedang tiduran sambil membaca majalah, tiba-tiba terdengar suara mama memanggil aku.

“Roy..!” panggil mama.
“Ya, Ma…” sahut aku sambil bergegas ke kamar mama.
“Ada apa, Ma?” tanya aku.
“Pijitin badan mama, Roy. Pegal rasanya…” kata mama sambil tengkurap.
“Iya, Ma…” jawab aku.

Waktu itu mama memakai daster. Aku mulai memijit kaki mama dari betis. Terus sampai naik ke paha. Mama tetap diam merasakan pijitan aku. Karena daster mama agak mengganggu pijitan, maka aku bertanya pada mama, “Ma, dasternya naikin ya? mengganggu nih…” tanya aku.
“Emang kamu mau mijitan apa aja, Roy?” tanya mama.
“Seluruh badan mama,” jawab aku.
“Ya sudah, mama buka baju saja,” kata mama sambil bangkit, lalu melepas dasternya tanpa ragu.
“Ayo lanjutkan, Roy!” kata mama sambil kembali tengkurap. Darah aku berdesir melihat mama setengah telanjang di depan mata.
“Mama tidak malu buka baju depan Roy?” tanya aku.
“Malu kenapa? Kan anak kandung mama.. Biasa sajalah,” jawab mama sambil memejamkan mata.

Aku berdebar. Tanganku mulai memijit paha mama. Sebetulnya bukan meimijit, istilah yang tepat adalah mengusap agak keras. Aku nikmati usapan tangan aku di paha mama sambil mata terus memandangi pantat mama yang memakai celana dalam merah. Setelah selesai “memijit” paha, karena masih ragu, aku tidak memijit pantat mama, tapi langsung naik memijit pinggang mama.

“Kok dilewat sih, Roy?” protes mama sambil menggoyangkan pantatnya.
“Mm.. Roy takut mama marah…” jawab aku.
“Marah kenapa? Kamu kan emang mama pinta mijitin.. Ayo teruskan!” pinta mama.

Karena sudah mendapat angin, aku mulai meraba dan agak meremas pantat mama dari luar celana dalamnya. Nyaman rasanya memijit dan meremas pantat mama yang bulat dan padat. Kontol aku sudah mulai mengeras. Mama tetap terpejam menikmati pijitan aku. Karena birahi aku sudah naik, aku sengaja memasukkan tangan aku ke celana dalam mama dan terus meremasnya. Mama tetap diam. Aku makin berani.

Jari tengah aku mulai menyusuri belahan pantat mama sampai ke belahan memek mama. Jari aku diam disana. Aku takut mama marah. Tapi mama tetap diam sambil memejamkan mata. Aku mulai menggerakan jari tengah aku di belahan memek mama. Mama tetap diam. Terasa memek mama mulai basah. Dan aku tahu kalau mama agak menggoyang-goyangkan pantatnya, mungkin mama merasa enak menikmati jari aku di belahan memeknya. Itu perkiraan aku.

Karena sudah basah, aku nekad masukkan jari aku ke lubang memek mama. Mama tetap memejamkan mata, tapi pantatnya mulai bergoyang agak cepat.

“Roy, kamu ngapain?” tanya mama sambil membalikkan badannya. Aku kaget dan takut mama marah.
“Maaf, Ma…” kataku tertunduk tidak berani memandang mata mama.
“Roy tidak tahan menahan nafsu…” kataku lagi.
“Nafsu apa?” kata mama dengan nada lembut.
“Sini berbaring dekat mama,” kata mama sambil menggeserkan badannya. Aku diam tidak mengerti.
“Sini berbaring Roy,” ujar mama lagi.
“Tutup dulu pintu kamar,” kata mama.
“Ya, Ma…” kataku sambil berdiri dan segera menutup pintu. Kemudian aku berbaring di samping mama.

Mama menatapku sambil membelai rambut aku.

“Kenapa bernafsu dengan mama, Roy,” tanya mama lembut.
“Mama marahkah?” tanya aku.
“Mama tidak marah, Roy.. Jawablah jujur,” ujar mama.
“Melihat tubuh mama, Roy tidak tahu kenapa jadi pengen, Ma…” kataku. Mama tersenyum.
“Berarti anak mama sudah mulai dewasa,” kata mama.
“Kamu benar-benar mau sayang?” tanya mama.
“Maksud mama?” tanya aku.
“Dua jam lagi Papa kamu pulang…” hanya itu yang keluar dari mulut mama sambil tangannya meraba kontol aku dari luar celana.

Aku kaget sekaligus senang. Mama mencium bibir aku, dan akupun segera membalasnya. Kami berciuman mesra sambil tangan kami saling meraba dan meremas.

“Buka pakaian kamu, Roy,” kata mama. Aku menurut, dan segera melepas baju dan celana.

Mama juga melepas BH dan celana dalamnya. Mama duduk di tepi tempat tidur, sedangkan aku tetap berdiri.

“Kontol kamu besar, Roy…” kata mama sambil meraih kontol aku dan meremas serta mengocoknya. Enak rasanya.
“Kamu udah pernah maen dengan perempuan tidak, sayang?” tanya mama.
Sambil menikmati enaknya dikocok kontol aku menjawab, “Belum pernah, Ma.. Mmhh..”. Mama tersenyum, entah apa artinya.

Lalu mama menarik pantat aku hingga kontol aku hampir mengenai wajahnya. Lalu mama mulai menjilati kontol aku mulai dari batang sampai ke kepalanya. Rasanya sangat nikmat. Lebih nikmat lagi ketika mama memasukkan kontolku ke mulutnya. Hisapan dan permainan lidah mama sangat pandai. Tanganku dengan keras memegang dan meremas rambut mama dengan keras karena merasakan kenikmatan yang amat sangat. Tiba-tiba mama menghentikan hisapannya, tapi tangannya tetap mengocok kontolku perlahan.

“Enak sayang?” tanya mama sambil menengadah menatapku.
“Iya, Ma.. Enak sekali,” jawabku dengan suara tertahan.
“Sini sayang. Kontolmu udah besar dan tegang. Sekarang cepat masukkan…” ujar mama sambil menarik tanganku.

Mama lalu telentang di tempat tidur sambil membuka lebar pahanya. Tanpa ragu aku naiki tubuh mama. Aku arahkan kontolku ke lubang memeknya. Tangan mama membimbing kontolku ke lubang memeknya.

“Ayo, Roy.. Masukkan…” ujar mama sambil terus memandang wajahku.

Aku tekan kontolku. Lalu terasa kepala kontolku memasuki lubang yang basah, licin dan hangat. Lalu batang kontolku terasa memasuki sesuatu yang menjepit, yang entah bagaimana aku menjelaskan rasa nikmatnya.. Secara perlahan aku keluarmasukkan kontolku di memek mama. Aku cium bibir mama. Mamapun membalas ciuman aku sambil menggoyangkan pinggulnya mengimbangi goyangan aku.

“Enak, Roy?” tanya mama.
“Sangat enak, Ma…” jawabku sambil terus menyetubuhi mama. Setelah beberapa menit, aku hentikan gerakan kontol aku.
“Kenapa mama mau melakukan ini dengan Roy?” tanyaku. Sambil tersenyum, mata mama kelihatan berkaca-kaca.
“Karena mama sayang kamu, Roy…” jawab mama.
“Sangat sayang…” lanjutnya.
“Lagipula saat ini mama memang sedang ingin bersetubuh…” lanjutnya lagi.

Aku terdiam. Tak berapa lama aku kembali menggerakan kontol aku menyetubuhi mama.

“Roy juga sangat sayang mama…” ujarku.
“Ohh.. Roy.. Enakk.. Mmhh…” desah mama ketika aku menyetubuhinya makin keras.
“Mama mau keluar…” desah mama lagi.

Tak lama kurasakan tubuh mama mengejang lalu memeluk aku erat-erat. Goyangan pinggul mama makin keras. Lalu..

“Ohh.. Enak sayangg…” desah mama lagi ketika dia mencapai orgasme.

Aku terus menggenjot kontolku. Lama-lama kurasakan ada dorongan kuat yang akan keluar dari kontol aku. Rasanya sangat kuat. Aku makin keras menggenjot tubuh mama..

“Ma, Roy gak tahann…” ujarku sambil memeluk tubuh mama lalu menekan kontolku lebih dalam ke memek mama.
“Keluarin sayang…” ujar mama sambil meremas-remas pantatku.
“Keluarin di dalam aja sayang biar enak…” bisik mama mesra.

Akhirnya, crott.. Crott.. Crott.. Air maniku keluar di dalam memek mama.

“Mmhh…” desahku. Lalu tubuh kami tergolek lemas berdampingan.
“Terima kasih ya, Ma…” ujar aku sambil mencium bibir mama.
“Lekas berpakaian, Papa kamu sebentar lagi pulang!” kata mama.

Lalu kamipun segera berpakaian. Setengah jam kemudian Papa pulang. Mama dan aku bersikap seperti biasa dan terlihat normal.

Malam harinya, sekitar jam 11 malam, ketika mama dan Papa sudah tidur, aku dan tante Rina masih nonton TV. Tante Rina memakai kimono. Sesekali aku lihat paha mulusnya ketika kimononya tersingkap. Tapi tidak ada perasaan apa-apa. Karena sudah biasa melihat seperti itu.

Tiba-tiba tante Rina bertanya sesuatu yang mengejutkan aku,”ngapain kamu tadi sore lama-lama berduaan ama mama kamu di kamar?” tanya tante Rina.
“Hayo, ngapain..?” tanya tante Rina lagi sambil tersenyum.
“Tidak ada apa-apa. Aku mijitin mama, kok…” jawabku.
“Kok lama amat. Sampe lebih dari satu jam,” tanyanya lagi.
“Curigaan amat sih, tante?” kataku sambil tersenyum.
“Tante hanya merasa aneh saja waktu tante denger ada suara-suara yang gimanaa gitu…” ujar tante Rina sambil tersenyum.
“Kayak suara yang lagi enak…” ujar tante Rina lagi.
“Udah ah.. Kok ngomongnya ngaco ah…” ujarku sambil bangkit.
“Maaf dong, Roy. Tante becanda kok…” ujar tante Rina.
“Kamu mau kemana?” tanya tante Rina.
“Mau tidur,” jawabku pendek.
“Temenein tante dong, Roy,” pinta tante.

Aku kembali duduk dikursi di samping tante Rina.

“Ada apa sih tante?” tanyaku.
“Tidak ada apa-apa kok. Hanya butuh temen ngobrol saja,” jawab tante Rina.
“Kamu sudah punya pacar, Roy?” tanya tante Rina.
“Belum tante. Kenapa?” aku balik bertanya.
“Kamu tuh ganteng, tinggi. Tapi kenapa belum punya pacar?” tanya tante lagi.
“Banyak sih yang ngajak jalan, tapi aku tidak mau,” jawabku.
“Apa kamu pernah kissing dengan perempuan, Roy?” tanya tante Rina pelan sambil wajahnya didekatkan ke wajahku.

Bibir kami hampir bersentuhan. Aku tak menjawab.

“Ni tante lagi horny kayaknya…” pikir aku.

Tanpa banyak kata, aku cium bibir tante Rina. Tante Rinapun langsung membalas ciumanku dengan hebat. Permainan lidah dan sedotan bibir kami main mainkan.. Sementara tanganku segera masuk ke balik kimono tante Rina. Lalu masuk lagi ke dalam BH-nya. Lalu ku remas-remas buah dadanya dengan mesra sambil ujung jari aku memainkan puting susunya.

“Mmhh..”

Suara tante Rina mendesah tertahan karena kami masih tetap berciuman. Tangan tante Rinapun tidak diam. Tangannya meremas kontolku dari luar celana kolorku. Kontolku langsung tegang.

“Roy, pindah ke kamar tante, yuk?” pinta tante Rina.
“Iya tante…” jawabku. Lalu kami segera naik ke loteng ke kamar tante Rina.

Setiba di kamar, tante Rina dengan tak sabar segera melepas kimono dan BH serta CD-nya. Akupun segera melepas semua pakaian di tubuh aku.

“Ayo Roy, tante sudah gak tahan…” ujar tante Rina sambil senyum, lalu merebahkan badannya di kasur.

Aku segera menindih tubuh telanjang tante Rina. Aku cium bibirnya, pindah ke pipi, leher, lalu turun ke buah dadanya. Aku jilat dan hisap puting susu tante Rina sambil meremas buah dada yang satu lagi.

“Ohh.. Mmhh.. Royy.. Kamu pinter amat sih.. Mmhh…” desah tante Rina sambil tangannya memegang kepala aku.

Lalu lidahku turun lagi ke perut, lalu ketika mulai turun ke selangkangan, tante Rina segera melebarkan kakinya mengangkang. Memek tante Rina bersih tidak berbau. Bulunya hanya sedikit sehing nampak jelas belahan memeknya yang bagus. Aku segera jilati memek tante Rina terutama bagian kelentitnya.

“Ohh.. Sayang.. Enakkhh.. Mmhh.. Terus sayang…” desah tante Rina sambil badannya mengejang menahan nikmat.

Tak berapa lama tiba-tiba tante Rina mengepitkan kedua pahanya menjepit kepalaku. Tangannya menekan kepalaku ke memeknya.

“Oh, Roy.. Tante keluar.. Nikmat sekali.. Ohh…” desah tante Rina.

Aku bangkit, mengusap mulut aku yang basah oleh air memek tante Rina, lalu aku tindih badannya dan kucium bibirnya. Tante Rina langsung membalas ciumanku dengan mesra.

“Isep dong kontol Roy, tante…” pintaku.

Tante Rina mengangguk sambil tersenyum. Lalu aku kangkangi wajah tante Rina dan ku sodorkan kontolku ke mulutnya. Tante Rina langsung menghisap dan menjilati kontolku dan mengocok dengan tangannya sambil memejamkan matanya. Sangat enak rasanya. Cara menghisap dan menjilat kontolnya lebih pintar dari mama.

“Udah tante, Roy udah pengen setubuhi tante…” kataku.

Tante Rina melepaskan genggamannya, lalu aku arahkan kontol aku ke memeknya.

“Ayo, Roy.. Tante sudah tidak tahan…” bisik tante Rina.

Lalu, bless.. sleb.. sleb.. sleb.. Kontolku keluar masuk memek tante Rina.

“Roy kamu pinter menyenangkan perempuan. Kamu pandai memberikan kenikmatan…” kata tante ditengah-tengah persetubuhan kami.
“Ah, biasa saja, tante…” ujarku sambil tersenyum lalu ku kecup bibirnya.

Selang beberapa lama, tiba-tiba tante Rina mempercepat gerakannya. Kedua tangannya erat mendekap tubuhku.

“Roy, terus setubuhi tante.. Mmhh.. Ohh.. Tante mau keluar.. Ohh.. Ohh. Ohh…” desahnya.

Tak lama tubuhnya mengejang. Pahanya erat menjepit pinggulku. Sementara akau terus memompa kontolku di memeknya.

“Tente udah keluar, sayang…” bisik tante Rina.
“Kamu hebat.. Kuat…” ujar tante Rina.
“Terus setubuhi tante, Roy.. Puaskan diri kamu…” ujarnya lagi.

Tak lama akupun mulai merasakan kalo aku akan segera orgasme. Kupertcepat gerakanku.

“Roy mau keluar, Tante…” kataku.
“Jangan keluarkan di dalam, sayang…” pinta tante Rina.
“Cabut dulu…” ujar tante Rina.
“Sini tante isepin…” katanya lagi.

Aku cabut kontolku dari memeknya, lalu aku arahkan ke mulutnya. Tante Rina lalu menghisap kontolku sambil mengocoknya. Tak lama, crott.. crott.. crott.. crott.. Air maniku keluar di dalam mulut tante Rina banyak sekali. Aku tekan kontolku lebih dalam ke dalam mulut tante Rina. Tante Rina dengan tenang menelan air maniku sambil terus mengocok kontolku. Lalu dia menjilati kontolku untuk membersihkan sisa air mani di kontolku. Sangat nikmat rasanya besetubuh dengan tante Rina.

Aku segera berpakaian. Tante Rina juga segera mengenakan kimononya tanpa BH dan CD.

“Kamu hebat, Roy.. Kamu bisa memuaskan tante,” ujar tante Rina.
“Kalo tante butuh kamu lagi, kamu mau kan?” tanya tante sambil memeluk aku.
“Kapan saja tante mau, Roy pasti kasih,” kataku sambil mengecup bibirnya.
“Terima kasih, sayang,” ujar tante Rina.
“Roy kembali ke kamar ya, tante? Mau tidur,” kataku.
“Iya, sana tidur,” katanya sambil meremas kontolku mesra. Kukecup bibirnya sekali lagi, lalu aku segera keluar.

Besoknya, setelah Papa pergi ke kantor, mama duduk di sampingku waktu aku makan.

“Roy, semalam kamu ngapain di kamar tante Rina sampe subuh?” tanya mama mengejutkanku.

Aku terdiam tak bisa berkata apa-apa. Aku sangat takut dimarahi mama. Mama tersenyum. Sambil mencium pipiku, mama berkata,”Jangan sampai yang lain tahu ya, Roy. Mama akan jaga rahasia kalian. Kamu suka tante kamu itu ya?” tanya mama. Plong rasanya perasaanku mendengarnya.

“Iya, Ma.. Roy suka tante Rina,” jawabku.
“Baiklah, mama akan pura-pura tidak tahu tentang kalian…” ujar mama.
“Kalian hati-hatilah…” ujar mama lagi.
“Kenapa mama tidak marah,” tanya aku.
“Karena mama pikir kamu sudah dewasa. Bebas melakukan apapun asal mau tanggung jawab,” ujar mama.
“Terima kasih ya, Ma…” kataku.
“Roy sayang mama,” kataku lagi.
“Roy, tante dan Papa kamu sedang keluar.. Mau bantu mama gak?” tanya mama.
“Bantu apa, Ma?” aku balik tanya.
“Mama ingin…” ujar mama sambil mengusap kontolku.
“Roy akan lakukan apapun buat mama…” kataku. Mama tersenyum.
“Mama tunggu di kamar ya?” kata mama. Aku mengangguk..

Sejak saat itu hingga saat ini aku menikah dan punya 2 anak, aku tetap bersetubuh dengan tante Rina kalau ada kesempatan. Walau sudah agak berumur tapi kecantikan dan kemolekan tubuhnya masih tetap menarik. Baik itu di rumah tante Rina kalau tidak ada Om, di rumah aku sendiri, ataupun di hotel.

Sedangkan dengan mama, aku sudah mulai jarang menyetubuhinya atas permintaan mama sendiri dengan alasan tertentu tentunya. Dalam satu bulan hanya 2 kali. Itulah pengalaman kisah nyata aku. Aku tuliskan dengan sebenarnya.
Demikian Cerita Dewasa ini kami suguhkan kepada anda semoga menjadi bagian dari pelajaran agar kita bisa memperhatikan lingkungan sekitar, dan terhindar dari seks yang menyimpang.

Monday, January 28, 2013

Tante DB Yang Seksi, Hot danMenggairahkan

Cerita Dewasa Selepas pergumulan sex panas di kamar Tante DB itu, aku dan Shebi belum berhubungan sex lagi (dikarenakan usia kehamilan Shebi telah memasuki usia rawan keguguran). Justru sekarang aku memulai kisah sex panas baru dengan temannya Shebi, yaitu Tante DB. Cerita dewasa sex ini lebih seru dan panas lagi dibanding sebelumnya. Berikut ini ceritanya…

Aku menepati janjiku untuk datang ke rumah Tante DB (meskipun usianya sudah memasuki kepala 3, tetapi penampilan tubuh seksinya seperti seorang gadis yang belum pernah melakukan persetubuhan) dengan maksud untuk mengambil dana untuk menggarap proyek perayaan ulang tahunnya Tante DB. Aku datang ke rumahnya sekitar pukul 13:00, setelah aku selesai membuat sketsa keseluruhan acara untuk kutawarkan ke Tante DB. Singkat cerita, aku diterima langsung oleh Tante DB.

“Silakan masuk Dra..” ujar Tante DB kepadaku membuka percakapan kami setelah mungkin selama 5 menit aku menunggu di depan pintu rumahnya sambil membayangkan apa saja yang akan kubicarakan nanti dengan Tante DB.
“Oh.., terima kasih Bu..” jawabku yang sebelumnya terbengong karena melihat Tante DB hanya mengenakan daster pendek berwarna merah dan terlihat tonjolan puting payudaranya yang terlihat cukup besar.
Payudara besar tante DB begitu merangsangku dibalik dasternya, karena Tante DB memang tidak menggunakan BH-nya. Kami berdua pun masuk dan duduk di ruang tamu. Setelah itu Tante DB menutup kembali pintu rumahnya tanpa menutup hordeng di kaca.
“Bagaimana.., bagaimana..?” ujar Tante DB sambil menyulut sebatang rokok yang diambilnya dari meja di depan kami.
“Mmm.. begini, aku telah selesai membuat draf acara Ibu dan sekarang..”
“Tidak-tidak.., aku tidak membicarakan tentang my party, aku percaya kepadamu kok untuk menghandelnya, kamu kan sudah profesional..” potong Tante DB dengan memujiku sambil beberapa kali menghisap rokoknya dalam-dalam.
“Lalu maksud Anda bagaiman itu apa..?” timpalku sambil menatap lurus ke arah wajah Tante DB yang masih menikmati hisapan terakhirnya pada rokok yang baru sebentar dinyalakannya.
Sambil mematikan rokok di atas asbak yang tersedia di meja, Tante DB mendekatkan posisi duduknya ke arahku.

“Maksudku ini loh Tuan..!” jawab Tante DB sambil menyentuh senjataku dan meremasnya, kontan saja ada yang bergerak di dalam celana bahan panjangku.
Dan tanpa menunggu jawaban dariku, Tante DB sudah menurunkan reslueting celanaku dan tangan kanannya pun masuk menyelinap ke dalam celana dalamku dan langsung dikeluarkannya senjataku. Setelah itu digoyang-goyangkannya. Ternyata senjataku belum total bangunnya. Sambil menggoyangkan penisku, Tante DB melepaskan daster yang dipakainya dengan tangan kirinya, dan.. terlihatlah bukit indah berwarna putih dengan puncaknya yang berwarna hitam cukup besar dan terlihat agak keras puncaknya (size Tante DB ternyata 34 dengan cup c).

Rupanya Tante DB memiliki hasrat tersimpan kepadaku ketika dia melihatku melakukan persetubuhan dengan Shebi yang waktu itu sedang hamil. Aku memang sudah mengetahuinya dari Shebi kalau Tante DB itu adalah seorang penganut free seks, sehingga apa yang dilakukannya padaku saat ini bukanlah sesuatu yang baru untuknya. Dan menurutku ini adalah kesempatanku juga untuk menikmati tubuh, memek dan toket montoknya.

Langsung saja tanpa mempedulikan situasi yang ada, seperti hordeng yang masih terbuka lebar, aku pun langsung membelai perlahan bukit putih menantang yang ada di depanku dan belum kupijit atau kupilin puting pyudaranya yang hitam besar. Dari belaian itu kurasakan ada bintik-bintik kecil mengelilingi ujung puting payudara Tante DB (kata orang pertanda yang memilikinya adalah orang yang pandai bercinta). Dan dari aksi Tante DB sendiri, dia sudah mulai mengulum senjataku dan terkadang menggigit helm-nya. Mendapat aksi yang cukup asyik itu, tentu saja senjataku menjadi total bangunnya.

Dan tiba-tiba, “Kring.. kring.. (kurang lebih 6 kali berdering)” terdengar deringan yang berasal dari dering handphone milik Tante DB, dan bunyi deringnya cukup khusus, karena yang kuketahui, dering handphone Tante DB tidak seperti itu.
“Sorie Dra.. kayanya aku harus angkat telepon dulu nih, ini sepertinya dari menejerku deh.. aku takut ada perlu penting, atau mungkin mengingatkan jadwalku..” katanya sambil menyudahi aksinya dengan senjataku, padahal baru saja aku mau menikmati tubuh indahnya, termasuk payudaranya yang menantang itu.

Tante DB berjalan menuju meja makan untuk mengambil handphone-nya tanpa terlebih dahulu membenahi dasternya yang terlihat melorot, karena Tante DB berdiri dan berjalan begitu saja. Dan aku masih duduk di posisiku sambil mengocok sendiri senjataku sambil melihat tubuh Tante DB yang hanya dibalut oleh celana dalam hitam yang tipis, menambah seksi saja tubuh Tante DB yang masih proposional. Lalu setelah memutuskan hubungan handphone-nya, Tante DB pun kembali berjalan ke arahku dengan mimik wajah yang agak kecewa.

“Soriee Dra.. aku harus NGAMEN dulu..” ujar Tante DB dengan nada agak kecewa (Ngamen berarti dia harus kerja dan berarti.. harus meninggalkanku yang sudah gantung ini).
Kemudian Tante DB pun mendekatiku sambil tangan kirinya menyisihkan ke samping celana dalamnya, sehingga terlihat bulu tipis hitam dengan klirotis yang menggantung, dan dia pun langsung bediri di atasku (aku masih berpakian lengkap, tetapi senjataku telah keluar dan dia pun mulai menurunkan pantatnya serta memegang penisku untuk diarahkan ke lubang kemaluannya).
“Tenang Dra.., kita masih ada sedikit waktu, dan aku akan selesaikan dulu tugasku yang ini, baru kita pergi NGAMEN..” ujar Tante DB yang dengan sedikit susah payah memasuki penisku ke dalam liang kemaluannya yang sudah memperlihatkan lembab dan basah itu.

Dan setelah beberapa lama dengan usahanya, dia pun sukses dan langsung saja dia mulai aksinya menaik-turunkan pantatnya. Selang beberapa saat saja keringat sudah berpeluh di tubuh kami berdua (kira-kira setengah jam posisi kami seperti tadi dan hanya Tante DB yang sudah orgasme). Sementara aku belum orgasme, meskipun aksi dari Tante DB sangat dasyat (maksudnya goyangannya).Dan karena diburu oleh waktu, akhirnya Tante DB menyudahi aksi menunggangiku dan langsung menyuruhku melepaskan seluruh pakaianku yang masih melekat (dan memang masih lengkap).

Setelah melepaskan seluruh pakaian yang melekat pada tubuhku, aku pun bugil. Tante DB langsung menarikku ke kamarnya dan langsung masuk ke dalam kamar mandinya (di kamarnya yang besar terdapat kamar mandi yang cukup besar pula).
“Gimana nich..? Belum selesai, apalagi keluar, pusing kan kalau nggak selesai gini..” kataku ditengah perjalanan kami ke kamar mandinya.
“Abis kamu LAMBRETA (lambat) sekali sih keluarnya..!” ujar Tante DB sedikit ketus.
Dan dia pun langsung menyalakan shower, lalu membasahi tubuhnya dan langsung merapatkan tubuh indahnya ke dinding sambil merenggangkan kedua kakinya.
“Ayo Dra.. cepat masukin..! Biar kamu cepat keluar, dan kita teruskan pertarungan ini setelah aku pulang NGAMEN..” pintanya sambil tangannya merebahkan bibir vaginanya.
Melihat posisi tubuh yang menantang ini, aku pun langsung tidak banyak bicara lagi, langsung saja kuhujami senjataku ke liang vagina Tante DB yang sudah basah itu.

“Ehm.. ini baru asyik Bu.., Ehmm..” desahku ketika batang kejantananku menghujami dengan gerakan cepat pada liang senggamanya yang sangat menantang itu.
“Iya, cepat..! Cepat.. iya lagi Dra.. terus.. aahh.. ahh..” hanya desahan dan gerakan saja yang mengikuti irama siraman air shower di kamar mandinya.

Dan setelah 20 menit berlalu dengan posisi dimana aku menghujami Tante DB dari belakang sambil memilin dan memijat payudara Tante DB yang tubuhnya rapat dengan tembok kamar mandi, terasa senjataku sudah mulai berdenyut, dan, “Mbaak.. aku mau..” ujarku terbata-bata dan langsung dipotong oleh Tante DB, “Keluarin di dalam saja Dra..!”
“Aku juga mau keluaar lagi..!” teriak Tante DB diikuti orgasme yang kedua kali, dan kali ini cairan yang keluar cukup banyak, sehingga membuatku tidak dapat bertahan lebih lama lagi.
“Crot.. crot.. crot..!” akhirnya aku pun orgasme juga.

Setelah kami berorgasme ria, Tante DB pun langsung menghadiahiku dengan kecupan di bibirku.
“Kamu oks Say..?” bisik Tante DB dan langsung dia pun mandi untuk mempersiapkan diri di acara NGAMEN-nya.
Aku pun hanya terduduk berbugil ria sambil memperhatikan Tante DB mandi.
“Dra.., kalau kamu mau nambah jangan sekarang ya..?” ujar Tante DB yang terlihat risih karena pandanganku yang tidak lepas dari tubuh bugilnya.

Dan akhirnya setelah mandi, Tante DB berpakaian dan juga mempersiapkan kebutuhan NGAMEN-nya. Aku pun yang sudah berpakaian kembali menunggu Tante DB di ruang tamu, karena Tante DB memintaku untuk menemaninya ke acaranya itu. Kami pun pada saat acara yang dihadiri oleh Tante DB berlangsung, sempat melakukan pertempuran yang singkat, tetapi sangat asyik, karena segalanya disertai oleh perasaan khawatir dan itulah yang membuat permainan singkat kami lebih menarik.

Rekan pembaca sekalian, cukup sekian dulu cerita dari saya. Sementara itu cerita seks saya saat Tante DB NGAMEN mungkin akan saya ceritakan pada kesempatan mendatang. Itu pun bila rekan pembaca sudi untuk memberi tanggapan atas cerita dewasa saya di atas.

Tuesday, January 22, 2013

Nikmatnya Memerkosaan Tante Dewi

Kumpulan Cerita Dewasa : Tante Dewi dalam perjalanan pulang dari tempat ia bekerja terpaksa berteduh karena dia tidak membawa jas hujan. Tante Dewi berteduh di sebuah bangunan yang belum jadi namun sudah beratap. Setelah menyandarkan motornya Tante Dewi mencari tepat duduk dan ternyata ada sebuah kursi panjang. Pakaian yang dikenakan suadah basah semua, Tante Dewi sebelumnya berniat untuk tidak berteduh namun karena hujannya semakin lebat dan disertai angin dan petir maka ia memutuskan untuk berteduh, walaupun dalam hatinya cemas karena hari sudah menjelang gelap namun tanda-tanda hujan akan reda belum muncul.

Belum lama duduk datang seorang pemuda tanggung yang juga akan berteduh. Setelah menyandarkan Tiger yang dipakainya, pemuda itu cepat-cepat masuk ke bangunan yang belum jadi tersebut. Tante Dewi pertama agak khawatir dengan pemuda tersebut namun akhirnya kekhawatirannya akhirnya hilang karena melihat penampilannya juga keramahannya. Tante Dewi melempar senyum dibalas dengan senyum oleh pemuda tersebut.

Pemuda tanggung tersebut berkulit putih bersih dan wajah yang diakui oleh Tante Dewi memang tampan. Pemuda tersebut duduk di kursi panjang agak berjauhan letaknya dengan Tante Dewi.
“Cuma sendirian Bu?” pemuda tersebut memulai pembicaraan.
“Iya Dik” Tante Dewi menjawab.
“Adik dari mana?” lanjutnya.
“Dari rumah teman, sedang Ibu sendiri dari mana?” pemuda itu menyambung.
“Dari tempat kerja Dik” Tante Dewi menjawab.
“Koq sampai sore Ibu, memang tidak dijemput oleh suami atau putra Ibu?” pemuda tersebut kembali bertanya.
“Ndak Dik.. walau udah tua Ibu berusaha sendiri lagian anak-anak Ibu udah berkeluarga semua” Tante Dewi menyahut.
“Eh Adik masih kuliah kelihatannya, nama Adik siapa biar enak kalau manggilnya” lanjut Tante Dewi, walau dalam hatinya dia agak bingung kenapa harus bertanya namanya.
“Iwan Ibu, masih kuliah semester pertama, nama Ibu?” jawab pemuda tersebut.
“Misye” jawab Tante Dewi.
“Ibu umurnya berapa koq ngakunya sudah tua?” Iwan bertanya.
“Udah hampir limapuluh Dik Iwan” jawab Tante Dewi.
“Koq masih keliatan lebih muda dari usia Tante Dewi lho?” lanjut Iwan.

Pembicaraan terhenti sebentar. Baju yang dipakai oleh Tante Dewi yang basah secara jelas mencetak buah dadanya yang sekal terbungkus oleh BH hitam yang keliatan sangat menantang di usianya. Rambutnya yang teruarai lurus sebahu tampak basah juga. Kulitnya yang putih tampak titik air yang masih membasahinya. Iwan terus memandangi tubuh yang Tante Dewi.
“Tubuh Ibu masih bagus lho, Tante Dewi tentu sangat bisa merawat tubuh” tiba-tiba Iwan memecah kesunyian.
Tante Dewi agak kaget dengan pertanyaan Iwan. Dia agak tersinggung dengan pertannyan itu apalagi mata Iwan yang tidak lepas dari dadanya. Anak ini ternyata agak kurang ajar.

Belum lagi keterkejutannya hilang, Iwan berkata lagi, “Tentu suami Ibu sangat sengan dengan istri yang secantik dan semolek Tante Dewi” Iwan berkata sambil meremas-remas kemaluannya yang masih dibungkus celananya.
Melihat situasi yang kurang baik itu, Tante Dewi tidak menjawab, dia langsung berdiri menuju ke motornya walaupun hujan tampaknya semakin menjadi-jadi. Namun tangan Iwan lebih dulu menyahut tangan Tante Dewi. Tante Dewi semakin marah.
“Kau mau apa haa?” hardiknya.
“Hujan masih lebat, sedang kita cuma berdua.. saya menginginkan Ibu” sahut Iwan dengan santainya sambil merangkul Tante Dewi dari belakang.
“Menginginkan apa?” Tante Dewi agak berteriak sambil berusaha melepaskan pelukan Iwan.
“Menginginkan tubuh Ibu..” Iwan berkata sambil tangannya beraksi menggerayangi tubuh Tante Dewi dari belakang.
“Jangan Dik Iwan.. apa kamu nggak merasa umurku.. sebaya dengan ibumu” Tante Dewi berusaha untuk mengingatkan.
“Justru itu saya suka” Iwan menyahut.
Tangan kirinya merangkul Tante Dewi dari belakang, tangan kananya berusaha menyingkap rok yang dipakai Tante Dewi setelah tersingkap ke atas Iwan mengeluarkan penisnya yang sudah keras berdiri. Tak ketinggalan CD yang dipakai oleh Tante Dewi dipelorotkan ke bawah.

Tangan Iwan meraba-raba memek Tante Dewi yang ditumbuhi oleh jembut yang rimbun. Jarinya berusaha masuk ke lubang kenikmatan Tante Dewi.
“Dik Iwan.. To.. long.. hentika.. ka.. ka.. ka.. mu nggak se.. harusnya mela.. kuka.. ini.. Dik Iwan Iwan..” Tante Dewi berusaha mengingatkan lagi dengan terbata-bata.
“Ah.. Jangan.. Dik Iwan.. Ibu.. sudah tua.. ingat..” tambahnya lagi.
Iwan tidak menggubris kata-kata Tante Dewi jarinya sudah masuk ke vagina Tante Dewi dan bermain-main di dalamnya. Kemudian Iwan berusaha membalikkan tubuh Tante Dewi, setelah itu dengan kasar Iwan mendorong tubuh molek itu sehingga jatuh terjerebab ke tanah. Dengan posisi duduk mengkangkang Tante Dewi berusaha bangkit lagi dari duduknya. Pahanya yang mulus tersingkap sampai ke pangkalnya. Pakaian bagian atas acak-acakkan tampak sebagian kutang warna hitam yang seolah tak mampu menahan volume buah dada indah Tante Dewi.

Belum sempat berdiri Iwan berkata sambil melepaskan celana dan bajunya, “Tante Dewi, anda berteriakpun tak akan ada orang yang mendengar.. tempat ini agak jauh dari rumah penduduk sebaiknya Tante Dewi tidak usah macam-macam”
“Aku tak kan sudi melayani kamu.. anak muda” Tante Dewi setengah berteriak.
“Sudah jangan banyak bicara lepaskan pakaianmu.. cepat.. daripada aku menyakiti Ibu” sahut Iwan sambil melepaskan celana dalamnya, tampak batang kontolnya yang sudah mengacung keras.

Airmata Tante Dewi mulai berlinang. Dia merasa sangat ketakutan dan galau hatinya. Dia merasa tak berharga dihadapan anak muda yang pantas menjadi anaknya. Dia juga merasa menyesal berteduh di tempat itu, dia merasa juga menyesali pakaian kerja yang sering ia kenakan. Rok yang terlalu tinggi dan baju yang transparan yang memperlihatkan BHnya yang seakan tidak muat menahan buah dadanya, sehingga membuat para lelaki yang menatapnya seolah menelanjanginya. Namun dalam hatinya berkata juga bahwa baru sekarang dia melihat kemaluan lelaki yang besar, ****** suaminya tidak sebesar itu. Darahnya berdesir kencang.
Belum hilang keterpanaannya sudah dikejutkan oleh suara Iwan lagi, “Cepatt! Sudah nggak tahan nih..”
Karena dilanda ketakutan, dengan perlahan tangan Tante Dewi melepas satu persatu kancing bajunya. Tampaklah payudaranya yang dibungkus oleh BH hitam.
“Cepat lepas kutangmu!” bentak Iwan.

Dalam hati Tante Dewi berkata anak muda memang nggak sabaran. Setelah melepas BHnya, tumpahlah payudara Tante Dewi yang masih tampak sekal dan menggairahkan, puting susunya yang coklat kehitam-hitaman tampak menantang sekali.
Iwan jongkok di dekat Tante Dewi tangannya mulai menggerayangi payudara Tante Dewi.
“Uh.. ah.. ah..” rintih Tante Dewi ketika tangan Iwan memilin milin putingnya.
Tidak puas memilin-milin mulut Iwan mulai mendarat di pucuk anggur itu. Lidahnya menari-nari dan ketika dihisap keras-keras Tante Dewi hanya bisa menggigit bibir bagian bawah dan memejamkan matanya. Setelah puas dengan buah dada Tante Dewi Iwan bangkit kemudian mendekatkan kontolnya yang besar tersebut ke mulut wanita paruh baya yang lemah itu.
“Hisap.. Tante Dewi” perintahnya.
“Cepatt!” bentak Iwan ketika Tante Dewi belum juga melakukan apa yang ia kehendaki.

Akhirnya Tante Dewi mengulum batang zakar. Pertama dia melakukan hampir saja dia muntah karena selama hidupnya dia baru melakukan beberapa kali dengan suaminya. Tante Dewi seakan tidak percaya apa yang dia lakukan sekarang, dia di tempatnya bekerja adalah orang yang dihormati sedang di kampungnya dia juga orang yang disegani Ibu-Ibu. Namun pada saat ini dia sedang melakukan hal yang jorok hingga tentu kehormatannya sebagai wanita hilang sama sekali.

Iwan dengan kasar memaju mundurkan kontolnya sehingga terdengar suara nyaring menggairahkan. Setelah puas Iwan bangkit lagi kemudian di mengambil posisi ditengah-tengah di antara kaki mulus Tante Dewi.
Sambil mengelus-elus kontolnya yang sudah sangat keras, Iwan berkata, “Tante Dewi lebarkan lagi agar lebih mudah”
Hal yang sangat mendebarkan bagi Tante Dewi akan terjadi dengan perlahan Tante Dewi membuka lebar kakinya sehingga tampaklah memeknya yang tampak merekah dengan bibirnya yang agak menggelambir. Perlahan dan pasti Iwan menuntun kontolnya memasuki lobang kenikmatan Tante Dewi. Iwan merasakan kehangatan memek Tante Dewi dan kekencangannya seakan meremas rudal Iwan. Sebaliknya Tante Dewi yang sedari tadi dengan berdebar menantikan hal tersebut seakan terhenti detak jantungnya ketika ia mulai ditusuk oleh anak muda ini. Seakan merobek barang paling berharga yang dimilikinya.

Ketika Iwan mulai mempercepat genjotannya tampaknya Tante Dewi juga sudah mulai melambung ke awan. Sementara diluar hujan seakan belum mau berhenti. Iwan semakin mempercepat genjotannya. Buah dada Tante Dewi tergoncang-goncang kesana-kemari. Tante Dewi yang semula pasif sedikit memberi perlawanan dengan menggoyangkan pantatnya. Tangannya mengepal memukul lantai, kepalanya bergoyang menahan hawa birahi yang semakin meninggi.

Akhirnya Tante Dewi tidak kuat menahan cairan yang semula ia bendung-bendung, lobang memek Tante Dewi mengerut kencang ketika dia mencapai puncak. Tante Dewi malu kenapa dia bisa orgame padahal ia tidak menginginkan itu. Yang lebih membuat dia bertambah malu adalah Iwan seakan mengetahui hal tersebut. Iwan tersenyum sambil terus mempercepat genjotannya. Dalam hatinya dia berkata ternyata kau juga merasakan kenikmatan juga. Dan tampaknya Iwan juga akan sampai ke puncak. Dan terdengar lenguhan panjang Iwan ketika batang kontolnya ia tancapkan dalam-dalam sambil merangkul erat Tante Dewi keluarlah cairan sperma membanjiri lobang memek Tante Dewi.

Iwan terkulai lemas diatas tubuh telanjang Tante Dewi jiwa mereka seolah melayang sejenak.
Setelah itu Iwan bangkit dan mengambil pakaiannya sambil berkata, “Tante Dewi berpakaianlah, tampaknya hujan sudah mulai reda, memek Ibu ueenak sekali, terima kasih ya Tante Dewi”.
Tante Dewi menatap Iwan dalam hatinya bercampur antara marah, gundah, galau. Namun satu hal yang dia tidak pungkiri bahwa dia juga menikmati perkosaan yang dilakukan Iwan.

Akhirnya Tante Dewi memunguti pakaian kemudian mengenakannya kembali. Mereka berjalan ke arah motor mereka tanpa bersuara.
Tampaknya hujan sudah reda. Tante Dewi menghidupkan mesin motornya, namun ia dihentikan lagi oleh Iwan.
Iwan berkata, “Tante Dewi saya minta maaf akan kelancangan saya, saya tidak bisa menahan gejolak nafsu saya..”
Tante Dewi tak menjawab. Ia hanya menatap wajah Iwan dengan mata yang berkaca-kaca. Iwan diam kemudian Iwan mendekatkan wajahnya dan ciuman hangat ia daratkan ke bibir Tante Dewi. Pertama Tante Dewi diam namun akhirnya Tante Dewi membalas ciuman tersebut. Lidah mereka saling bertautan. Sejenak kemudian Tante Dewi tersadar dan melepaskan ciuman tersebut kemudian melajukan kendaraannya.

Iwan hanya terdiam terpaku kemudian menaiki kendaraannya ke arah yang berlawanan. Tante Dewi menerobos hujan rintik-rintik dengan perasaan yang sebenarnya terpuaskan. Kumpulan Cerita Dewasa

LinkWithin