Showing posts with label Cerita Tante Girang. Show all posts
Showing posts with label Cerita Tante Girang. Show all posts

Friday, April 19, 2013

Pengalaman Bisnis dengan Tante Girang

Kumpulan Cerita Dewasa.Jam lima pagi, aku terjaga lagi. Kali ini terasa agak dingin dihembus kipas angin dari atas. Kuambil selimut sambil melihat Tante yang masih berposisi telanjang bongkok udang. Hal ini menarikku untuk memeluknya dari belakang. Kutebarkan selimut lebar itu hingga menutupi tubuh kami berdua. Tangan kiri kusisipkan di bawah badannya dan tangan kananku kupelukkan melingkupi dadanya. Pinggulku kulekatkan ke arah pantatnya, sehingga otomatis zakarku menempel di situ pula, di sela-sela paha belakangnya.

Dasar darah mudaku masih panas, sejenak kemudian burung kecilku sudah jadi ‘garuda’ perkasa yang siap tempur lagi. Kugerak-gerakkan menusuki sela-sela paha belakang Tante. Tanganku pun tidak tinggal diam dan mulai memelintir puting Tante kiri-kanan seraya meremas-remas gumpalan kenyal itu. Kontan mendapat perlakuan seperti itu Tanteku terbangun dan bereaksi.

“Sudah, Ron..! Jangan lagi..!” tubuh Tante beringsut menjauhiku, namun aku tetap memeluknya erat.
Bahkan dengkulku sekarang berupaya membuka pahanya dari belakang. Tante beringsut menjauh lagi dan kedua tangannya berusaha melepas pelukanku.
“Jangan, Ron..! Aku ini Tantemu.” rintihnya sambil tetap membelakangiku.
“Tapi, tadi kita sudah melakukannya, Tante?” tanyaku tidak mengerti. Pelukanku tetap.
“Ya. Ta.. tadi Tante.. khilaf..”
“Khilaf..? Tapi kita sudah melakukannya sampai dua kali Tante?” aku tidak habis mengerti.
Kulekatkan lagi zakarku ke pantatnya. Tante menghindar.

“Ii.. ya, Ron. Tante tadi benar-benar tak mampu.. menahan nafsu.. Tante sudah lama tidak melakukan ini sejak Oom-mu meninggal. Dan sekarang kamu merangsang Tante sampai Tante terlena.”
“Masak terlena sampai dua kali?”
“Yang pertama memang. Tante baru terbangun setelah.., Roni mem.. memasuki Tante. Tante mau melawan tapi tenagamu kuat sekali sampai akhirnya Tante diam dan malah jadi terlena.”

“Kalau yang kedua, Tante..?” tanyaku ingin tahu sambil mendekap lebih erat. Tante menghindar dan menepisku lagi.
“Kamu mencium bibir Tante. Di situ lah kelemahan Tante, Ron. Tante selalu terangsang kalau berciuman..”
“Oh, kalau begitu Tante kucium saja sekarang ya..? Biar Tante bernafsu lagi.” pintaku bernafsu sambil berupaya memalingkan wajah Tante. Tapi Tante menolak keras.
“Jangan, Ron..! Sudah cukup. Kita jangan berzinah lagi. Tante merasa berdosa pada Oom-mu. Hik.. hik.. hik..” Tante terisak.
Aku jadi mengendurkan serangan, meski tetap memeluknya dari belakang.

Kemudian kami terdiam. Dalam dekapanku terasa Tante sedang menangis. Tubuhnya berguncang kecil.
“Ya sudah, Tante. Sekarang kita tidur saja. Tapi bolehkan Roni memeluk Tante seperti ini..?”
Tidak kuduga Tante justru berbalik menghadapku sambil membetulkan selimut kami dan berkata, “Tapi kamu harus janji tak akan menyetubuhi Tante lagi kan, Ron?”
“Iya, Tante. Aku janji.., anggap saja Tante sekarang sedang memeluk anak Tante sendiri.”

Sekilas kulihat bibir Tante tersenyum. Di bawah selimut, aku kembali memeluknya dan kurasakan tangan Tante juga memelukku. Buah dada besarnya menekan dadaku, tapi aku mencoba mematikan nafsuku. Zakarku, meski menyentuh pahanya, juga kutahan supaya tidak tegang lagi. Wajah kami berhadap-hadapan sampai napas Tante terasa menerpa hidungku. Matanya terpejam, aku pun mencoba tidur.

Mungkin saking lelahnya, dengan cepat Tante terlelap lagi. Namun lain halnya Dengan aku. Terus terang, meski sudah berjanji, mana bisa aku mengekang terus nafsu birahiku, terutama si ‘garuda’ kecilku yang sudah mulai mengepakkan sayapnya lagi. dengan tempelan buah dada sebesar itu di dada dan pelukan hangat tubuh polos menggairahkan begini, mana bisa aku tidur tenang? Mana bisa aku menahan syahwat? Jujur saja, aku sudah benar-benar ingin segera menelentangkan Tante, menusuk dan memompanya lagi!

Tapi aku sudah janji tidak akan menyetubuhinya lagi. Mestikah janji ini kuingkari? Apa akal? Bisakah tidak mengingkari janji tapi tetap dapat menyebadani Tante? Benakku segera berputar, dan segera ingat kata-kata Tante tadi bahwa dia paling mudah terangsang kalau dicium. Mengapa aku tidak menciumnya saja? Bukankah mencium tidak sama dengan menyetubuhi?

Ya, pelan tapi pasti kusisipkan kaki kiri di bawah kaki kanan Tante, sedang kaki kananku kumasukkan di antara kakinya sehingga keempat kaki kami saling bertumpang tindih. Aku tidak perduli zakarku yang sudah jadi tonggak keras melekat di pahanya. Kurapatkan pelukan dan dekapanku ke tubuh Tante, wajahku kudekatkan ke wajahnya dan perlahan bibirku kutautkan dengan bibirnya.

Lidahku kembali berupaya memasuki rongga mulutnya yang agak menganga. Aku terus bertahan dengan posisi erotis ini sambil agak menekan bagian belakang kepala Tante supaya pertautan bibir kami tidak lepas. Dan usahaku ternyata tidak sia-sia. Setelah sekitar 30 menit kemudian, tubuhku mulai pegal-pegal, kurasakan gerakan lidah Tante. Serta merta gerakannya kubalas dengan jilatan lidah juga.
“Emm.. emm.. mm..” desis Tante sambil membelit lidahku.

Kepalanya kutekan makin kuat dan aku berusaha menyedot lidahnya hingga masuk ke mulutku. Kukulum lidahnya dan kupermainkan dengan lidahku. Kusedot, kusedot dan kusedot terus sampai Tante agak kesakitan, lalu kubelit-belit lagi dengan lidahku. Ya, silat lidah ini berlangsung cukup lama dan ketika tanpa sengaja pahaku menyenggol vagina tante, terasa agak basah. Pasti Tante terangsang, pikirku. Tapi aku tidak mau memulai, takut melanggar janji. Biar Tante saja yang aktif.

Maka aku pun berusaha menambah daya rangsang pada diri Tante. Pelan tangan kirinya kubimbing untuk menggenggam zakarku. Meski mula-mula enggan, tapi lama kelamaan digenggamnya juga ‘garuda perkasa’-ku. Bahkan dipijit-pijit sehingga aku pun menggelinjang keenakan.
“Shh.. shh..!” desisku sambil mengulum lidahnya.

Tangan kananku, setelah membimbing tangan kiri Tante menggenggam zakarku lalu meneruskan perjalanannya ke celah paha Tante yang sudah basah. Kusibakkan rambut-rambut tebal itu, mencari celah-celah lalu menyisipkan jari telunjuk dan tengahku di situ. Kugerakkan ke keluar-masuk dan Tante mendesis-desis, genggamannya di zakarku terasa mengeras. Aku tidak tahan lagi.

“Masukin ya, Tante?” bisikku, lupa pada janjiku.
“Ja.. jangan, Ron..!”
“Ak.. aku nggak tahan lagi, Tante..!” pintaku.
“Di.. dijepit paha saja ya, Ron..?”
Tanpa kusuruh, Tante lalu telentang dan mengangkangkan pahanya. Pelan aku menaikinya. Tante membimbing zakarku di antara pahanya sekitar sejengkal di bawah vagina, lalu menjepitnya. Ia menggerak-gerakkan pahanya sehingga zakarku terpelintir-pelintir nikmat sekali.

Payudara besar Tante menekan dadaku juga. Tangan kiriku mengutil-ngutil puting kanannya. Ciuman ke bibirnya kulanjutkan lagi, jemari tangan kananku juga terus berupaya memasuki vagina Tante dan mengocoknya.
“Heshh.. heshh.. Ron.. mm..,” Tante sulit bicara karena mulutnya masih kukulum.
“Tanganmu.. Ron..!” tangan kanan Tante berusaha menghentikan kegiatan tangan kiriku di putingnya, sedang tangan kanannya berusaha menghentikan kegiatan jemari kananku di vaginanya.

Dipegangnya jemariku. Aku hentikan gerakan, tapi tiga jari tetap terendam di vagina basah itu dan kukutil-kutil kecil. Sampai Tante tidak tahan dan mengangkangkan sedikit pahanya hingga jepitan pada zakarku terlepas. Cepat kutarik jemariku dari situ dan kunaikkan sedikit tubuhku sehingga sekarang ganti zakarku berada di pintu gerbang nikmat itu. Kepalanya malah sudah menyeruak masuk.

“Hshh.. Ron, jangan dimasukkan..!” Tante buru-buru memegang zakarku, digenggamnya.
“Tapi aku sudah nggak tahan Tante..” desisku.
“Cukup kepalanya saja, Ron.. dan jangan dikocok..!” Tante memperketat genggamannya, sementara aku semakin memperderas tekanan ke vaginanya.
“Ii.. ingat janjimu, Ron..!”
“Ta.. tapi Tante juga ingin kan?” tanyaku polos.
“Ii.. iya sih, Ron. Tante juga sudah nggak tahan. Tapi ini zinah namanya.”
“Apa kalau tidak dimasukkan bukan zinah, Tante?” tanyaku bloon.
“Bu.. bukan, Ron. Asal burungmu tidak masuk ke vagina Tante, bukan zinah..” aku jadi bingung.
Terus terang tidak mengerti definisi zinah menurut Tante ini.

“Kalau begitu, apa Tante punya jalan keluar? Kita sudah sama-sama terangsang berat. Tapi kita nggak mau berzinah.”
“Egh.. gini aja Ron. Tante akan.. ugh.. mengulum punyamu. Turunlah sebentar..!”
Dan aku pun menurut, turun dari atas Tante dan telentang. Tante bangkit lalu memutar badannya dan mengangkangiku. Mulutnya ada di atas zakarku dan vaginanya di atas wajahku. Kurasakan ia mulai menggenggam dan mengulum ‘garuda perkasa’-ku. Dikulum dan digerakkan naik turun di mulutnya.

Shiit.. hsshh.. nikmat sekali. Jemariku segera menangkap pinggulnya yang bergerak maju mundur dan segera kuselipkan empat jari kanan ke vaginanya. Kugerakkan cepat, malah agak kasar, keluar masuk sampai basah semua.
“Ugh.. uughh.. uagh.. Ron..! Ron, Tante mau keluar, mm.. mm..” Tante terus mengulum sambil meracau.
Sekejap kemudian tubuhnya berhenti bergerak, lalu pinggul yang kupegangi terasa berkejat-kejat. Kemudian cairan hangat membanjiri tanganku dan sebagian menetesi dadaku. Kurasakan cairan itu seperti air maniku hanya lebih encer dan bening.

Tante kemudian terkapar kelelahan di atasku dengan posisi mulutnya tetap mengulum zakarku sambil mengocoknya. Tidak berapa lama, aku pun merasa mau keluar.
“Egh.. egh.. Tante. Aku mau keluar..!” Tante malah mempercepat kocokannya dan memperdalam kulumannya.
Aku berkejat dan muncrat memasuki mulut Tante dan ditelannya, semuanya habis ditampung mulut Tante. Akhirnya aku pun lemas dan ikut menggelepar kelelahan.

Tangan-kakiku terkapar lemas ke kiri-kanan. Tante juga terkapar kelelahan namun mulutnya masih terus menjilati zakarku sampai bersih, barulah kemudian dia berbalik dan memelukku. Wajah kami berhadapan, mata Tante merem-melek.

“Kalau yang barusan ini bukan zinah tante?” tanyaku lagi.
“Bukan, Ron.. karena kamu tidak memasukkan burungmu ke vagina Tante.” jawabnya sambil mata memejam.
Aku tidak tahu apakah jawabnya itu benar atau salah. Namun, setelah kupikir-pikir, aku lalu bertanya lagi, “Jadi kalau begitu, boleh dong kita melakukan lagi seperti yang barusan ini, Tante?”
“He-eh..” jawabnya sambil terkantuk-kantuk kemudian dengkur kecilnya mulai terdengar lagi.

Jam enam pagi waktu itu. Aku pun segera menebarkan selimut lagi di atas tubuh polos kami dan memeluknya dengan ketat. Rasanya aku tidak mau melepaskan tubuh Tante walau sekejap pun. Persetan dengan pekerjaan, persetan dengan kuliah. Sengaja aku juga tidak mengingatkan Tante akan pekerjaan kami. Aku malah berharap menginap lagi semalam, biar ada kesempatan bersebadan dengan Tante lebih lama lagi. Sepanjang hari ini aku mau bercumbu terus dengan Tante, sampai spermaku keluar sepuluh kali lagi! Begitu angan-angan jorokku.

Ya, akhirnya memang kami hari itu tidak keluar kamar dan memperpanjang menginap sehari lagi. Selama di dalam kamar, di atas ranjang, kami tidak pernah mengenakan pakaian barang selembar pun. Hampir setiap tiga jam sekali aku dan Tante sama-sama mengalami orgasme, meskipun hanya pakai bantuan tangan atau mulut dan lidah.

Jam delapan pagi, sebelas, dua siang, lima sore, delapan malam, sebelas malam, dua pagi, lima pagi dan delapan paginya lagi kami selalu terkejat-kejat dan orgasme hampir bersamaan. Selama itu memang Tante masih selalu ingat untuk menolakku yang ingin memasukkan penisku ke vaginanya, dan aku pun menurutinya.

Namun, akhirnya Tante terlena dan aku pun bebas memasukkan penisku ke vaginanya. Tentunya setelah kami pulang dari perjalanan bisnis berkesan itu, dan kembali pulang ke rumah. Kesempatan itu terbuka lebar karena memang aku suka tinggal di rumahnya. Kumpulan Cerita Panas

Monday, January 28, 2013

Tante DB Yang Seksi, Hot danMenggairahkan

Cerita Dewasa Selepas pergumulan sex panas di kamar Tante DB itu, aku dan Shebi belum berhubungan sex lagi (dikarenakan usia kehamilan Shebi telah memasuki usia rawan keguguran). Justru sekarang aku memulai kisah sex panas baru dengan temannya Shebi, yaitu Tante DB. Cerita dewasa sex ini lebih seru dan panas lagi dibanding sebelumnya. Berikut ini ceritanya…

Aku menepati janjiku untuk datang ke rumah Tante DB (meskipun usianya sudah memasuki kepala 3, tetapi penampilan tubuh seksinya seperti seorang gadis yang belum pernah melakukan persetubuhan) dengan maksud untuk mengambil dana untuk menggarap proyek perayaan ulang tahunnya Tante DB. Aku datang ke rumahnya sekitar pukul 13:00, setelah aku selesai membuat sketsa keseluruhan acara untuk kutawarkan ke Tante DB. Singkat cerita, aku diterima langsung oleh Tante DB.

“Silakan masuk Dra..” ujar Tante DB kepadaku membuka percakapan kami setelah mungkin selama 5 menit aku menunggu di depan pintu rumahnya sambil membayangkan apa saja yang akan kubicarakan nanti dengan Tante DB.
“Oh.., terima kasih Bu..” jawabku yang sebelumnya terbengong karena melihat Tante DB hanya mengenakan daster pendek berwarna merah dan terlihat tonjolan puting payudaranya yang terlihat cukup besar.
Payudara besar tante DB begitu merangsangku dibalik dasternya, karena Tante DB memang tidak menggunakan BH-nya. Kami berdua pun masuk dan duduk di ruang tamu. Setelah itu Tante DB menutup kembali pintu rumahnya tanpa menutup hordeng di kaca.
“Bagaimana.., bagaimana..?” ujar Tante DB sambil menyulut sebatang rokok yang diambilnya dari meja di depan kami.
“Mmm.. begini, aku telah selesai membuat draf acara Ibu dan sekarang..”
“Tidak-tidak.., aku tidak membicarakan tentang my party, aku percaya kepadamu kok untuk menghandelnya, kamu kan sudah profesional..” potong Tante DB dengan memujiku sambil beberapa kali menghisap rokoknya dalam-dalam.
“Lalu maksud Anda bagaiman itu apa..?” timpalku sambil menatap lurus ke arah wajah Tante DB yang masih menikmati hisapan terakhirnya pada rokok yang baru sebentar dinyalakannya.
Sambil mematikan rokok di atas asbak yang tersedia di meja, Tante DB mendekatkan posisi duduknya ke arahku.

“Maksudku ini loh Tuan..!” jawab Tante DB sambil menyentuh senjataku dan meremasnya, kontan saja ada yang bergerak di dalam celana bahan panjangku.
Dan tanpa menunggu jawaban dariku, Tante DB sudah menurunkan reslueting celanaku dan tangan kanannya pun masuk menyelinap ke dalam celana dalamku dan langsung dikeluarkannya senjataku. Setelah itu digoyang-goyangkannya. Ternyata senjataku belum total bangunnya. Sambil menggoyangkan penisku, Tante DB melepaskan daster yang dipakainya dengan tangan kirinya, dan.. terlihatlah bukit indah berwarna putih dengan puncaknya yang berwarna hitam cukup besar dan terlihat agak keras puncaknya (size Tante DB ternyata 34 dengan cup c).

Rupanya Tante DB memiliki hasrat tersimpan kepadaku ketika dia melihatku melakukan persetubuhan dengan Shebi yang waktu itu sedang hamil. Aku memang sudah mengetahuinya dari Shebi kalau Tante DB itu adalah seorang penganut free seks, sehingga apa yang dilakukannya padaku saat ini bukanlah sesuatu yang baru untuknya. Dan menurutku ini adalah kesempatanku juga untuk menikmati tubuh, memek dan toket montoknya.

Langsung saja tanpa mempedulikan situasi yang ada, seperti hordeng yang masih terbuka lebar, aku pun langsung membelai perlahan bukit putih menantang yang ada di depanku dan belum kupijit atau kupilin puting pyudaranya yang hitam besar. Dari belaian itu kurasakan ada bintik-bintik kecil mengelilingi ujung puting payudara Tante DB (kata orang pertanda yang memilikinya adalah orang yang pandai bercinta). Dan dari aksi Tante DB sendiri, dia sudah mulai mengulum senjataku dan terkadang menggigit helm-nya. Mendapat aksi yang cukup asyik itu, tentu saja senjataku menjadi total bangunnya.

Dan tiba-tiba, “Kring.. kring.. (kurang lebih 6 kali berdering)” terdengar deringan yang berasal dari dering handphone milik Tante DB, dan bunyi deringnya cukup khusus, karena yang kuketahui, dering handphone Tante DB tidak seperti itu.
“Sorie Dra.. kayanya aku harus angkat telepon dulu nih, ini sepertinya dari menejerku deh.. aku takut ada perlu penting, atau mungkin mengingatkan jadwalku..” katanya sambil menyudahi aksinya dengan senjataku, padahal baru saja aku mau menikmati tubuh indahnya, termasuk payudaranya yang menantang itu.

Tante DB berjalan menuju meja makan untuk mengambil handphone-nya tanpa terlebih dahulu membenahi dasternya yang terlihat melorot, karena Tante DB berdiri dan berjalan begitu saja. Dan aku masih duduk di posisiku sambil mengocok sendiri senjataku sambil melihat tubuh Tante DB yang hanya dibalut oleh celana dalam hitam yang tipis, menambah seksi saja tubuh Tante DB yang masih proposional. Lalu setelah memutuskan hubungan handphone-nya, Tante DB pun kembali berjalan ke arahku dengan mimik wajah yang agak kecewa.

“Soriee Dra.. aku harus NGAMEN dulu..” ujar Tante DB dengan nada agak kecewa (Ngamen berarti dia harus kerja dan berarti.. harus meninggalkanku yang sudah gantung ini).
Kemudian Tante DB pun mendekatiku sambil tangan kirinya menyisihkan ke samping celana dalamnya, sehingga terlihat bulu tipis hitam dengan klirotis yang menggantung, dan dia pun langsung bediri di atasku (aku masih berpakian lengkap, tetapi senjataku telah keluar dan dia pun mulai menurunkan pantatnya serta memegang penisku untuk diarahkan ke lubang kemaluannya).
“Tenang Dra.., kita masih ada sedikit waktu, dan aku akan selesaikan dulu tugasku yang ini, baru kita pergi NGAMEN..” ujar Tante DB yang dengan sedikit susah payah memasuki penisku ke dalam liang kemaluannya yang sudah memperlihatkan lembab dan basah itu.

Dan setelah beberapa lama dengan usahanya, dia pun sukses dan langsung saja dia mulai aksinya menaik-turunkan pantatnya. Selang beberapa saat saja keringat sudah berpeluh di tubuh kami berdua (kira-kira setengah jam posisi kami seperti tadi dan hanya Tante DB yang sudah orgasme). Sementara aku belum orgasme, meskipun aksi dari Tante DB sangat dasyat (maksudnya goyangannya).Dan karena diburu oleh waktu, akhirnya Tante DB menyudahi aksi menunggangiku dan langsung menyuruhku melepaskan seluruh pakaianku yang masih melekat (dan memang masih lengkap).

Setelah melepaskan seluruh pakaian yang melekat pada tubuhku, aku pun bugil. Tante DB langsung menarikku ke kamarnya dan langsung masuk ke dalam kamar mandinya (di kamarnya yang besar terdapat kamar mandi yang cukup besar pula).
“Gimana nich..? Belum selesai, apalagi keluar, pusing kan kalau nggak selesai gini..” kataku ditengah perjalanan kami ke kamar mandinya.
“Abis kamu LAMBRETA (lambat) sekali sih keluarnya..!” ujar Tante DB sedikit ketus.
Dan dia pun langsung menyalakan shower, lalu membasahi tubuhnya dan langsung merapatkan tubuh indahnya ke dinding sambil merenggangkan kedua kakinya.
“Ayo Dra.. cepat masukin..! Biar kamu cepat keluar, dan kita teruskan pertarungan ini setelah aku pulang NGAMEN..” pintanya sambil tangannya merebahkan bibir vaginanya.
Melihat posisi tubuh yang menantang ini, aku pun langsung tidak banyak bicara lagi, langsung saja kuhujami senjataku ke liang vagina Tante DB yang sudah basah itu.

“Ehm.. ini baru asyik Bu.., Ehmm..” desahku ketika batang kejantananku menghujami dengan gerakan cepat pada liang senggamanya yang sangat menantang itu.
“Iya, cepat..! Cepat.. iya lagi Dra.. terus.. aahh.. ahh..” hanya desahan dan gerakan saja yang mengikuti irama siraman air shower di kamar mandinya.

Dan setelah 20 menit berlalu dengan posisi dimana aku menghujami Tante DB dari belakang sambil memilin dan memijat payudara Tante DB yang tubuhnya rapat dengan tembok kamar mandi, terasa senjataku sudah mulai berdenyut, dan, “Mbaak.. aku mau..” ujarku terbata-bata dan langsung dipotong oleh Tante DB, “Keluarin di dalam saja Dra..!”
“Aku juga mau keluaar lagi..!” teriak Tante DB diikuti orgasme yang kedua kali, dan kali ini cairan yang keluar cukup banyak, sehingga membuatku tidak dapat bertahan lebih lama lagi.
“Crot.. crot.. crot..!” akhirnya aku pun orgasme juga.

Setelah kami berorgasme ria, Tante DB pun langsung menghadiahiku dengan kecupan di bibirku.
“Kamu oks Say..?” bisik Tante DB dan langsung dia pun mandi untuk mempersiapkan diri di acara NGAMEN-nya.
Aku pun hanya terduduk berbugil ria sambil memperhatikan Tante DB mandi.
“Dra.., kalau kamu mau nambah jangan sekarang ya..?” ujar Tante DB yang terlihat risih karena pandanganku yang tidak lepas dari tubuh bugilnya.

Dan akhirnya setelah mandi, Tante DB berpakaian dan juga mempersiapkan kebutuhan NGAMEN-nya. Aku pun yang sudah berpakaian kembali menunggu Tante DB di ruang tamu, karena Tante DB memintaku untuk menemaninya ke acaranya itu. Kami pun pada saat acara yang dihadiri oleh Tante DB berlangsung, sempat melakukan pertempuran yang singkat, tetapi sangat asyik, karena segalanya disertai oleh perasaan khawatir dan itulah yang membuat permainan singkat kami lebih menarik.

Rekan pembaca sekalian, cukup sekian dulu cerita dari saya. Sementara itu cerita seks saya saat Tante DB NGAMEN mungkin akan saya ceritakan pada kesempatan mendatang. Itu pun bila rekan pembaca sudi untuk memberi tanggapan atas cerita dewasa saya di atas.

Tuesday, January 22, 2013

Nikmatnya Memerkosaan Tante Dewi

Kumpulan Cerita Dewasa : Tante Dewi dalam perjalanan pulang dari tempat ia bekerja terpaksa berteduh karena dia tidak membawa jas hujan. Tante Dewi berteduh di sebuah bangunan yang belum jadi namun sudah beratap. Setelah menyandarkan motornya Tante Dewi mencari tepat duduk dan ternyata ada sebuah kursi panjang. Pakaian yang dikenakan suadah basah semua, Tante Dewi sebelumnya berniat untuk tidak berteduh namun karena hujannya semakin lebat dan disertai angin dan petir maka ia memutuskan untuk berteduh, walaupun dalam hatinya cemas karena hari sudah menjelang gelap namun tanda-tanda hujan akan reda belum muncul.

Belum lama duduk datang seorang pemuda tanggung yang juga akan berteduh. Setelah menyandarkan Tiger yang dipakainya, pemuda itu cepat-cepat masuk ke bangunan yang belum jadi tersebut. Tante Dewi pertama agak khawatir dengan pemuda tersebut namun akhirnya kekhawatirannya akhirnya hilang karena melihat penampilannya juga keramahannya. Tante Dewi melempar senyum dibalas dengan senyum oleh pemuda tersebut.

Pemuda tanggung tersebut berkulit putih bersih dan wajah yang diakui oleh Tante Dewi memang tampan. Pemuda tersebut duduk di kursi panjang agak berjauhan letaknya dengan Tante Dewi.
“Cuma sendirian Bu?” pemuda tersebut memulai pembicaraan.
“Iya Dik” Tante Dewi menjawab.
“Adik dari mana?” lanjutnya.
“Dari rumah teman, sedang Ibu sendiri dari mana?” pemuda itu menyambung.
“Dari tempat kerja Dik” Tante Dewi menjawab.
“Koq sampai sore Ibu, memang tidak dijemput oleh suami atau putra Ibu?” pemuda tersebut kembali bertanya.
“Ndak Dik.. walau udah tua Ibu berusaha sendiri lagian anak-anak Ibu udah berkeluarga semua” Tante Dewi menyahut.
“Eh Adik masih kuliah kelihatannya, nama Adik siapa biar enak kalau manggilnya” lanjut Tante Dewi, walau dalam hatinya dia agak bingung kenapa harus bertanya namanya.
“Iwan Ibu, masih kuliah semester pertama, nama Ibu?” jawab pemuda tersebut.
“Misye” jawab Tante Dewi.
“Ibu umurnya berapa koq ngakunya sudah tua?” Iwan bertanya.
“Udah hampir limapuluh Dik Iwan” jawab Tante Dewi.
“Koq masih keliatan lebih muda dari usia Tante Dewi lho?” lanjut Iwan.

Pembicaraan terhenti sebentar. Baju yang dipakai oleh Tante Dewi yang basah secara jelas mencetak buah dadanya yang sekal terbungkus oleh BH hitam yang keliatan sangat menantang di usianya. Rambutnya yang teruarai lurus sebahu tampak basah juga. Kulitnya yang putih tampak titik air yang masih membasahinya. Iwan terus memandangi tubuh yang Tante Dewi.
“Tubuh Ibu masih bagus lho, Tante Dewi tentu sangat bisa merawat tubuh” tiba-tiba Iwan memecah kesunyian.
Tante Dewi agak kaget dengan pertanyaan Iwan. Dia agak tersinggung dengan pertannyan itu apalagi mata Iwan yang tidak lepas dari dadanya. Anak ini ternyata agak kurang ajar.

Belum lagi keterkejutannya hilang, Iwan berkata lagi, “Tentu suami Ibu sangat sengan dengan istri yang secantik dan semolek Tante Dewi” Iwan berkata sambil meremas-remas kemaluannya yang masih dibungkus celananya.
Melihat situasi yang kurang baik itu, Tante Dewi tidak menjawab, dia langsung berdiri menuju ke motornya walaupun hujan tampaknya semakin menjadi-jadi. Namun tangan Iwan lebih dulu menyahut tangan Tante Dewi. Tante Dewi semakin marah.
“Kau mau apa haa?” hardiknya.
“Hujan masih lebat, sedang kita cuma berdua.. saya menginginkan Ibu” sahut Iwan dengan santainya sambil merangkul Tante Dewi dari belakang.
“Menginginkan apa?” Tante Dewi agak berteriak sambil berusaha melepaskan pelukan Iwan.
“Menginginkan tubuh Ibu..” Iwan berkata sambil tangannya beraksi menggerayangi tubuh Tante Dewi dari belakang.
“Jangan Dik Iwan.. apa kamu nggak merasa umurku.. sebaya dengan ibumu” Tante Dewi berusaha untuk mengingatkan.
“Justru itu saya suka” Iwan menyahut.
Tangan kirinya merangkul Tante Dewi dari belakang, tangan kananya berusaha menyingkap rok yang dipakai Tante Dewi setelah tersingkap ke atas Iwan mengeluarkan penisnya yang sudah keras berdiri. Tak ketinggalan CD yang dipakai oleh Tante Dewi dipelorotkan ke bawah.

Tangan Iwan meraba-raba memek Tante Dewi yang ditumbuhi oleh jembut yang rimbun. Jarinya berusaha masuk ke lubang kenikmatan Tante Dewi.
“Dik Iwan.. To.. long.. hentika.. ka.. ka.. ka.. mu nggak se.. harusnya mela.. kuka.. ini.. Dik Iwan Iwan..” Tante Dewi berusaha mengingatkan lagi dengan terbata-bata.
“Ah.. Jangan.. Dik Iwan.. Ibu.. sudah tua.. ingat..” tambahnya lagi.
Iwan tidak menggubris kata-kata Tante Dewi jarinya sudah masuk ke vagina Tante Dewi dan bermain-main di dalamnya. Kemudian Iwan berusaha membalikkan tubuh Tante Dewi, setelah itu dengan kasar Iwan mendorong tubuh molek itu sehingga jatuh terjerebab ke tanah. Dengan posisi duduk mengkangkang Tante Dewi berusaha bangkit lagi dari duduknya. Pahanya yang mulus tersingkap sampai ke pangkalnya. Pakaian bagian atas acak-acakkan tampak sebagian kutang warna hitam yang seolah tak mampu menahan volume buah dada indah Tante Dewi.

Belum sempat berdiri Iwan berkata sambil melepaskan celana dan bajunya, “Tante Dewi, anda berteriakpun tak akan ada orang yang mendengar.. tempat ini agak jauh dari rumah penduduk sebaiknya Tante Dewi tidak usah macam-macam”
“Aku tak kan sudi melayani kamu.. anak muda” Tante Dewi setengah berteriak.
“Sudah jangan banyak bicara lepaskan pakaianmu.. cepat.. daripada aku menyakiti Ibu” sahut Iwan sambil melepaskan celana dalamnya, tampak batang kontolnya yang sudah mengacung keras.

Airmata Tante Dewi mulai berlinang. Dia merasa sangat ketakutan dan galau hatinya. Dia merasa tak berharga dihadapan anak muda yang pantas menjadi anaknya. Dia juga merasa menyesal berteduh di tempat itu, dia merasa juga menyesali pakaian kerja yang sering ia kenakan. Rok yang terlalu tinggi dan baju yang transparan yang memperlihatkan BHnya yang seakan tidak muat menahan buah dadanya, sehingga membuat para lelaki yang menatapnya seolah menelanjanginya. Namun dalam hatinya berkata juga bahwa baru sekarang dia melihat kemaluan lelaki yang besar, ****** suaminya tidak sebesar itu. Darahnya berdesir kencang.
Belum hilang keterpanaannya sudah dikejutkan oleh suara Iwan lagi, “Cepatt! Sudah nggak tahan nih..”
Karena dilanda ketakutan, dengan perlahan tangan Tante Dewi melepas satu persatu kancing bajunya. Tampaklah payudaranya yang dibungkus oleh BH hitam.
“Cepat lepas kutangmu!” bentak Iwan.

Dalam hati Tante Dewi berkata anak muda memang nggak sabaran. Setelah melepas BHnya, tumpahlah payudara Tante Dewi yang masih tampak sekal dan menggairahkan, puting susunya yang coklat kehitam-hitaman tampak menantang sekali.
Iwan jongkok di dekat Tante Dewi tangannya mulai menggerayangi payudara Tante Dewi.
“Uh.. ah.. ah..” rintih Tante Dewi ketika tangan Iwan memilin milin putingnya.
Tidak puas memilin-milin mulut Iwan mulai mendarat di pucuk anggur itu. Lidahnya menari-nari dan ketika dihisap keras-keras Tante Dewi hanya bisa menggigit bibir bagian bawah dan memejamkan matanya. Setelah puas dengan buah dada Tante Dewi Iwan bangkit kemudian mendekatkan kontolnya yang besar tersebut ke mulut wanita paruh baya yang lemah itu.
“Hisap.. Tante Dewi” perintahnya.
“Cepatt!” bentak Iwan ketika Tante Dewi belum juga melakukan apa yang ia kehendaki.

Akhirnya Tante Dewi mengulum batang zakar. Pertama dia melakukan hampir saja dia muntah karena selama hidupnya dia baru melakukan beberapa kali dengan suaminya. Tante Dewi seakan tidak percaya apa yang dia lakukan sekarang, dia di tempatnya bekerja adalah orang yang dihormati sedang di kampungnya dia juga orang yang disegani Ibu-Ibu. Namun pada saat ini dia sedang melakukan hal yang jorok hingga tentu kehormatannya sebagai wanita hilang sama sekali.

Iwan dengan kasar memaju mundurkan kontolnya sehingga terdengar suara nyaring menggairahkan. Setelah puas Iwan bangkit lagi kemudian di mengambil posisi ditengah-tengah di antara kaki mulus Tante Dewi.
Sambil mengelus-elus kontolnya yang sudah sangat keras, Iwan berkata, “Tante Dewi lebarkan lagi agar lebih mudah”
Hal yang sangat mendebarkan bagi Tante Dewi akan terjadi dengan perlahan Tante Dewi membuka lebar kakinya sehingga tampaklah memeknya yang tampak merekah dengan bibirnya yang agak menggelambir. Perlahan dan pasti Iwan menuntun kontolnya memasuki lobang kenikmatan Tante Dewi. Iwan merasakan kehangatan memek Tante Dewi dan kekencangannya seakan meremas rudal Iwan. Sebaliknya Tante Dewi yang sedari tadi dengan berdebar menantikan hal tersebut seakan terhenti detak jantungnya ketika ia mulai ditusuk oleh anak muda ini. Seakan merobek barang paling berharga yang dimilikinya.

Ketika Iwan mulai mempercepat genjotannya tampaknya Tante Dewi juga sudah mulai melambung ke awan. Sementara diluar hujan seakan belum mau berhenti. Iwan semakin mempercepat genjotannya. Buah dada Tante Dewi tergoncang-goncang kesana-kemari. Tante Dewi yang semula pasif sedikit memberi perlawanan dengan menggoyangkan pantatnya. Tangannya mengepal memukul lantai, kepalanya bergoyang menahan hawa birahi yang semakin meninggi.

Akhirnya Tante Dewi tidak kuat menahan cairan yang semula ia bendung-bendung, lobang memek Tante Dewi mengerut kencang ketika dia mencapai puncak. Tante Dewi malu kenapa dia bisa orgame padahal ia tidak menginginkan itu. Yang lebih membuat dia bertambah malu adalah Iwan seakan mengetahui hal tersebut. Iwan tersenyum sambil terus mempercepat genjotannya. Dalam hatinya dia berkata ternyata kau juga merasakan kenikmatan juga. Dan tampaknya Iwan juga akan sampai ke puncak. Dan terdengar lenguhan panjang Iwan ketika batang kontolnya ia tancapkan dalam-dalam sambil merangkul erat Tante Dewi keluarlah cairan sperma membanjiri lobang memek Tante Dewi.

Iwan terkulai lemas diatas tubuh telanjang Tante Dewi jiwa mereka seolah melayang sejenak.
Setelah itu Iwan bangkit dan mengambil pakaiannya sambil berkata, “Tante Dewi berpakaianlah, tampaknya hujan sudah mulai reda, memek Ibu ueenak sekali, terima kasih ya Tante Dewi”.
Tante Dewi menatap Iwan dalam hatinya bercampur antara marah, gundah, galau. Namun satu hal yang dia tidak pungkiri bahwa dia juga menikmati perkosaan yang dilakukan Iwan.

Akhirnya Tante Dewi memunguti pakaian kemudian mengenakannya kembali. Mereka berjalan ke arah motor mereka tanpa bersuara.
Tampaknya hujan sudah reda. Tante Dewi menghidupkan mesin motornya, namun ia dihentikan lagi oleh Iwan.
Iwan berkata, “Tante Dewi saya minta maaf akan kelancangan saya, saya tidak bisa menahan gejolak nafsu saya..”
Tante Dewi tak menjawab. Ia hanya menatap wajah Iwan dengan mata yang berkaca-kaca. Iwan diam kemudian Iwan mendekatkan wajahnya dan ciuman hangat ia daratkan ke bibir Tante Dewi. Pertama Tante Dewi diam namun akhirnya Tante Dewi membalas ciuman tersebut. Lidah mereka saling bertautan. Sejenak kemudian Tante Dewi tersadar dan melepaskan ciuman tersebut kemudian melajukan kendaraannya.

Iwan hanya terdiam terpaku kemudian menaiki kendaraannya ke arah yang berlawanan. Tante Dewi menerobos hujan rintik-rintik dengan perasaan yang sebenarnya terpuaskan. Kumpulan Cerita Dewasa

LinkWithin